JAKARTA (Arrahmah.com) – Nampaknya menjadi masalah besar bagi segelintir orang, – klaimnya 5 ribu – memprotes penghargaan untuk Presiden Yodhoyono dari ACF. Minoritas menggugat sang rezim dengan membela Ahmadiyah , Syi’ah, dan GKBI Yasmin. Membuat situasi dengan mengambil isu simplifikasi dampak persoalan tanpa melihat akar persoalan.
Tokoh Gereja Kristen Katolik Franz Magnis Suseno mengirimkan surat protes terbuka kepada Presiden Yudhoyono yang tidak melakukan upaya perlindungan kepada kelompok Ahmadiyah dan Syia’ah di Indonesia. Sementara Benny Susetyo, Pr, Sekretaris Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI) mengatakan “Presiden sebaiknya merefleksikan dan mempertimbangkan rencana pemberian penghargaan World Statesman Award 2013 itu,” katanya. Itu adalah reaksi-reaksi yang muncul ke permukaan dan direkam awak media. Yenny Wahid, dari Wahid Intitute turut nimbrung meramaikan sebagai perwakilan kelompok liberal menuai protes penghargaan ACF tersebut.
Disebutkan bahwa Penghargaan World Statesman Award 2013 dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang berbasis di New York, Amerika Serikat itu, merupakan apresiasi atas upaya kebebasan beragama dan berkeyakinan, demokratisasi dan rekonsiliasi terhadap konflik-konflik di Tanah Air.
Masih dalam kaitan itu Benny Susetyo, dalam hal kebebasan beragama meminta negara bersikap tegas dan konstitusional, dengan mengatakan “Kembalikan Indonesia seperti dahulu kala.” Demikian dikutip dari Metro tv Rabu (29/5/2013).
Dahulu kala itu artinya adalah, ketika kita tidak mau berpikir terlalu jauh, adalah masa orde baru, rezim Suharto. Pada masa itu kekerasan agama mayoritas kepada minoritas hampir tidak pernah terjadi. Artinya Muslim, mayoritas di negeri ini tidak pernah menindas Kristen, Budha, Hindu dan sebagainya. Itu fakta dan datanya berbicara.
Namun yang perlu diingat pada masa itu adalah, kelompok-kelompok Islam dibunuh, direpresi, muslim ditindas. Negara mengkooptasi agama. Artinya minoritas menindas mayoritas. Negara yang minoritas menindas muslim yang mayoritas. Ini realitas dan fakta.
Rupanya inilah terjemahan bebas dari ucapan pendeta tersebut. Inilah yang dinginkan oleh kelompok-kelompok Kristen dan liberal di Indonesia. Muslim ditindas, diawasi, ditekan dan dalam pengawasan negara terus menerus.
Padahal kalau cara berpikir seperti itu, tidak usah kembali ke masa lalu. Muslim hari ini mengalami kedzaliman yang sangat dari penguasa. Kekerasan negara terhadap pemeluk agama yang mayoritas ini sampai hari ini masih terjadi. Lewat kaki tangan negara antara lain Densus 88, negara melakukan perbuatan keji terhadap muslim.
Stigma teroris yang dikampanyekan oleh negara maksudnya adalah Islam. Peluru-peluru tajam negara tembus ke jantung kaum muslimin. Belum lagi kekerasan fisik dan psikis lainnya. Tanyakan kepada pengelola negara hari ini, kepada rezim yang sekarang berkuasa, adakah peluru tajam mereka yang menembus dada pengikut Ahmadiyah, Syi’ah, Kristen, Budha, Hindu dan yang lainnya? Peluru negara hanya untuk Muslim. Senjata rezim negeri ini menyalak nyaring hanya untuk muslim. Ini fakta dan data.
Masih kurangkah wahai manusia Kristen dan liberal untuk negara bertindak tegas terhadap umat terbaik yang dihadirkan Allah Ta’ala di tengah-tengah manusia. Mau kekejaman model apa lagi yang kalian kehendaki dilakukan negara terhadap muslim. Muslim sudah kenyang dengan segala model kekejaman. Ingat muslim adalah pengikut agama Islam. Kelu lidah manusia-manusia itu ketika Densus 88 menindas Muslim.
Perihal konflik horizontal di masyarakat antara Muslim versus Syi’ah dan Ahmadiyah di Indonesia. Tengoklah bagaimana provokasi yang dilakukan mereka terhadap muslim. Tengok pula peraturan-peraturan dan undang-undang yang diabaikan. Belum lagi tidak taat azaznya kaum Kristen di lapangan dalam membangun gereja termasuk dalam kasus GKBI Yasmin. Tipu-tipu yang dilakukan manusia Kristen di lapangan meresahkan muslim
Katanya kaum minoritas terpinggirkan, kaum minoritas kesulitan membangun rumah ibadah. Bagaimana pendapat anda terhadap statistik Kementrian Agama yang paling akhir tahun 2012, yang berbicara sebaliknya. Pertumbuhan musholla, dan masjid 64%, gereja protestan 131%, gereja katholik 152%, wihara budha 268%, pura hindu 475%.
(azmuttaqin /arrahmah.com)