TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Jumlah anak-anak yang dipenjara di Tepi Barat oleh pemerintah Israel telah berlipat ganda bulan ini, menandai perlakuan buruk yang sistematis terhadap anak-anak Palestina di bawah umur, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Defense for Children International – Palestine (DCIP).
“Kekuatan berlebihan dan penyalahgunaan senjata pengendali massa sekali lagi terbukti menjadi norma bagi pasukan Israel saat menolak demonstrasi,” kata Ayed Abu Eqtaish, direktur Program Akuntabilitas di DCIP.
“Pasukan Israel tampaknya mengabaikan peraturan penembakan terbuka dan hukum internasional, dan menikmati kekebalan hukum yang sempurna atas tindakannya yang melanggar hukum. Kurangnya keadilan dan pertanggungjawaban mengakibatkan tingginya korban yang harus dibayar oleh anak-anak Palestina di bawah umur yang mengalami luka serius atau bahkan kematian,” lanjutnya.
Sedikitnya 345 anak-anak Palestina di wilayah Palestina yang diduduki menderita luka-luka oleh pasukan Israel antara 5 Desember dan 18 Desember, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
Lebih sepertiga dari mereka yang terluka dalam bentrokan di Jalur Gaza ditembak oleh dengan menggunakan amunisi hidup, ungkap OCHA.
Seorang warga Palestina Palestina mengenang penahanan dan penyiksaan yang dilancarkan oleh tentara Israel saat demonstrasi menentang keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Fawzi al-Juneidi, (16), ditahan di kota Hebron di Tepi Barat pekan lalu dan diseret dengan mata tertutup oleh belasan tentara Israel bersenjata lengkap.
Pengacara Maamoun al-Hasyim, yang mengutip cerita anak tersebut, mengatakan bahwa Fawzi diserang oleh belasan tentara, yang terus memukul dan menyiksanya saat berada di lapangan, menurut sebuah pernyataan dari Komunitas Tahanan Palestina pada hari Sabtu.
“Saya diikat dengan perban plastik dan diseret dengan mata tertutup,” kata pernyataan yang dikutip dari anak tersebut, menurut Anadolu Agency (AA).
Dia mengatakan bahwa dia disimpan di dalam ruangan yang gelap, dan kemudian dia dipukuli.
“Saya merasa saya akan pingsan akibat penyiksaan,” tutur anak tersebut.
(ameera/arrahmah.com)