NABIL, AYAH ALA’A
“AKU HAMPIR SAJA KEHILANGAN AKALKU. AKU TAK PERNAH MERASA SANGAT PUTUS ASA KECUALI SAAT AKU MELIHAT ANAK-ANAK KECIL ITU BEGITU DEKAT DENGAN TANK”
Anak-anakku sangat hancur dengan adanya konflik ini. Anak laki-lakiku Ala’a menangis tanpa memberitahu kami kenapa dan dia mulai tidur sambil berjalan. Anakku yang lain kini menjadi gagap.
Anak bungsuku selalu menangis jika ada pesawat yang melintas atau ketika ada pot bunga jatuh ke tanah. Mereka sangat trauma. Aku telah bercerita kepada beberapa orang tua dan mereka pun mengalami hal yang sama.
Tidak ada anak yang terbebas dari hal ini. Anak-anak tidak lagi seperti anak-anak. Lihatlah beberapa anak. Mereka bermain dan tampak normal, namun mereka hanya dapat menunjukkan hal ini hanya untuk sementara, dan kemudian mereka akan bersedih lagi.
Di Suriah aku telah menguburkan dua anak kecil dengan tanganku sendiri, Maher yang berusia 11 tahun dan Wasem yang berusia 3 tahun. Keduanya ditikam dengan pisau sebagai hukuman bagi kedua orang tuanya.
Aku membawa jenazah Wasem setelah dibuang di sebuah desa. Lehernya terputus hingga belakang, dan ada sebutir peluru di sikunya. Aku ingat saat aku mengangkat tubuhnya lengannya tak dapat ditekuk dengan baik. Namun kemudian aku tersadar, itu bukan masalah, karena dia telah meninggal.
Wasem adalah anak yang menyenangkan, dia suka berbicara. Setiap orang di desa ini suka melihatnya bermain dan tersenyum. Sekarang dia telah mati.
Anak-anak berada di barisan terdepan pada perang ini di beberapa tempat. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri bahwa anak-anak digunakan sebagai pelindung. Ketika ada dua tank yang masuk ke desa ini aku melihat anak-anak berada dekat dengan tank itu, mereka diikat tangan dan kakinya, dan juga tubuh mereka. Tank-tank itu datang melewati desa dan tak ada seorang pun dari kami yang berdiri menghalangi jalan mereka atau melawan mereka, karena kami tahu bahwa kami mungkin akan membunuh anak-anak kecil itu (bila melawan).
Setelah kejadian itu aku menangis seperti perempuan. Aku hampir saja kehilangan akalku. Aku tidak pernah merasa sangat putus asa kecuali saat aku melihat anak-anak keci itu berdiri tegap di sekitar tank-tank itu.
Nama dari desa itu adalah Saydeh. Biarkan setiap orang tahu di mana hal mengerikan ini terjadi.
Diterjemahkan dari UNTOLD ATROCITIES (The story of Syria’s Children) written by Save the Children organization
(siraaj/arrahmah.com)