MALI (Arrahmah.id) — Kekaisaran Mali berdiri selama abad ke-13 hingga ke-17, dan mendominasi Afrika barat. Wilayah kekuasaannya bahkan melebihi luasan Eropa barat yang saat itu sudah terpecah-pecah menjadi berbagai kerajaan usai jatuhnya Romawi.
Dilansir National Geographic (11/5/2023), Mansa Musa (Musa Keita) adalah raja yang paling dikenal di kekaisaran ini. Dia dikenal sebagai orang kaya sedunia dan menjabat selama 25 tahun lamanya (1312—1337).
Kekaisaran Mali didirikan oleh Sundiata Keita (Mari Djata I) yang dijuluki sebagai ‘singa lapar’. Dia seorang panglima tangguh di medan perang dan juga lihai sebagai seorang pejabat negara. Dalam Epos Sundiata, Sundiata pernah menugaskan majelis bangsawan untuk membuat konstitusi pertama Kekaisaran.
Konsititusi ini disebut sebagai Kouroukan Fouga. Di bawah konstitusi, Majelis Besar yang disebut sebagai Gbara menjadi lembaga pemusyawaratan Kekaisaran Mali. Bentuknya seperti lembaga legislatif dalam konsep politik modern.
Sebelumnya, ketika hendak mendirikan Kekaisaran Mali, Sundiata Keita berhasil mempersatukan bangsa Manding. Dia pun memimpin pemberintakan melawan Kekaisaran Sosso—kerajaan di pesisir barat Afrika, tepatnya di Ghana. Pemberontakan berlangsung sekitar tahun 1234 di Kaniaga (salah satu kota yang sekarang ada di Mali).
Pemberontakan ini berlangsung dalam Pertempuran Kirina yang mengakhiri Kekaisaran Sosso, sekaligus mengawali Kekaisaran Mali.
Untuk menciptakan tatanan politik yang kuat, Sundiata melibatkan banyak pihak di Kekaisaran Mali. Di dalam lembaga permusyawaratan di Kekaisaran Mali, berbagai klan di bawah pemerintahannya memiliki perwakilan. Permusyawaratan ini memberi pertimbangan kepada raja untuk menghadapi permasalahan negara.
Dengan kata lain, Kekaisaran Mali yang didirkan Sundiata Keita bukan monarki aboslut, tetapi monarki konstitusional. Pemikiran ini lebih maju daripada konsep politik serupa yang baru tercetuskan pada abad ke-18 di Eropa.
Meski demikian, Sundiata tidak memperkirakan bahwa pada masa selanjutnya, Kekaisaran Mali akan sangat luas. Pada masa pemerintahannya, Mali belum berbentuk kerajaan besar.
Berbagai raja penerus, terutama satu abad setelahnya, Kekaisaran Mali memperluas kekuasaannya ke negeri-negeri tetangga dan berbagai bangsa. kekuasaannya termasuk ke Bamana, Tuarge, dan Wolof yang kemudian di bawah kekuasaan Kekaisaran Mali.
Kekaisaran Mali bertumpu pada perekonomiannya. Perdagangan ekspor mereka terus bertumbuh signifikan sejak Sundiata. Komoditas terpenting Kekaisaran Mali antara lain emas, garam, dan tembaga. Rute perdagangan ke berbagai negeri di Afrika pun terbentuk dengan jelas pada masa ini.
Tibalah kita pada masa pemerintahan Mansa Musa di Kekaisaran Mali. Kekayaannya tersohor dengan ziarahnya ke Mekkah melewati Mesir. Namun, perjalanan jangka panjang ini penuh dengan pemborosan uang kekaisaraannya. Dia menghabiskan uang untuk membeli budak perempuan, gadis penghibur, dan pakaian.
Bahkan diketahui, pemberosannya menyebabkan penurunan harga mata uang. Pada akhirnya, setelah ia berziarah ke Mekah, uangnya telah habis dan harus mengambil pinjaman untuk perjalanan pulang.
Melimpahnya harta Mansa Musa membawa petaka pada politik dunia pada saat itu. Dunia Kristen dan Islam menyoroti Kekaisaran Mali yang begitu kaya, tetapi selama ini terabaikan.
Kefoya-foyaan Mansa Musa justru terwariskan oleh anaknya yang menjad raja Kekaisaran Mali, Mansa Maghan I. Tidak hanya boros, tetapi juga ia adalah penguasa yang lemah dalam menjalankan politik.
Mansa Souleyman melakukan kudeta terhadap Mansa Maghan I. Dia adalah adik dari Mansa Musa. Melihat pemerintahan di bawah keponakannya tidak stabil dan perekonomian memburuk, pemindahan kekuasaan secara politik berhasil dilakukan.
Mansa Souleyman mengatasi masalah perekonomian Mansa Maghan dengan mengurangi kesalahan keuangan, dan peraturan yang cacat. Akan tetapi, situasi Kekaisaran Mali tidak mereda. Ia harus menghadapi serbuan militer dan masalah internal Kekaisaran yang berhasil ia tangani.
Perlahan-lahan, Kekaisaran Mali meredup. Raja terakhirnya adalah Mansa Mahmud IV. Pelemahan ini dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga untuk memperluas kerajaan.
Tahun 1610, Mansa Mahmud IV meninggal dan mewariskan Kekaisaran Mali menjadi tiga bagian untuk putra-putranya.
Sayangnya, ketiga anaknya ini dalam masing-masing pemerintahannya tidak hanya berperang melawan negara tetangga, tetapi juga antara mereka sendiri. Kerajaan-kerajaan kecil sisa Kekaisaran Mali pun jatuh pada 1650. (hanoum/arrahmah.id)