SINAI (Arrahmah.com) – Pasukan Mesir di Semenanjung Sinai disebut bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan, menurut laporan kelompok hak asasi manusia.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan pemerintah Mesir telah melakukan penghilangan paksa, pembunuhan, penyiksaan dan tindakan ilegal lainnya, lansir BBC (28/5/2019).
HRW juga menuduh militan yang diperangi pemerintah telah menculik, menyiksa, dan membunuh ratusan warga Sinai.
Kedua pihak telah lama bertempur di bagian utara semenanjung.
Rezim Mesir telah menyatakan Sinai Utara sebagai zona militer tertutup, yang berarti pelaporan independen tidak dimungkinkan dari sana.
Seorang juru bicara militer, Kolonel Tamer Al-Rifai, menolak laporan HRW dan mengatakannya sebagai bias.
“Ini didasarkan pada sumber yang tidak diverifikasi,” klaimnya kepada kantor berita AFP, menambahkan bahwa “beberapa organisasi yang dipolitisasi berniat menodai citra Mesir dan angkatan bersenjatanya dengan klaim yang tidak berdasar”.
Kejahatan mengerikan
Menurut laporan HRW, orang dewasa dan anak-anak berusia 12-an telah ditahan di penjara rahasia, kadang-kadang selama berbulan-bulan.
Mereka mendokumentasikan kasus-kasus di mana tahanan dikatakan telah dilecehkan secara fisik oleh tentara, termasuk pemukulan dan disetrum.
Tiga dari mereka yang ditahan meninggal karena perlakuan buruk, kata laporan itu mengutip mantan tahanan.
Sejak konflik meningkat pada tahun 2013, puluhan ribu penduduk secara paksa diusir dari rumah mereka atau melarikan diri karena pertempuran.
Laporan itu juga mengatakan rezim telah melakukan serangan udara dan darat yang mungkin telah menewaskan sejumlah warga sipil yang tidak diketahui jumlahnya.
“Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan pemerintah dan militan,” kata laporan itu, “adalah kejahatan perang, dan sifatnya yang meluas dan sistematis dapat menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak tunduk pada undang-undang pembatasan, dan yang terakhir dapat dituntut di hadapan pengadilan internasional.”
Sinai Utara, yang merupakan rumah bagi sekitar setengah juta orang. Kekerasan meningkat setelah penggulingan Presiden Muhammad Mursi. (haninmazaya/arrahmah.com)