JAKARTA (Arrahmah.com) – Dokter spesialis anak dr Arifianto SpA mengatakan masyarakat perlu melaporkan dugaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) jika mendapati ada anak yang mengalami gejala tidak wajar selepas mendapatkan vaksin measles-rubella (MR).
“Misalnya jika anak kemudian mengalami kelumpuhan,” ujar Arifianto saat dikutip Republika.co.id, Kamis (24/8/2017).
Pelaporan penting untuk dilakukan. Dengan adanya laporan, petugas yang berwenang dapat menindaklanjutinya. “Dugaan KIPI wajib diinvestigasi,” ungkap Arifianto yang juga penulis buku Pro Kontra Imunisasi.
Hasil investigasi akan mengungkap ada atau tidaknya hubungan kausalitas antara pemberian vaksin dengan kondisi anak setelah diimunisasi. “Masalah tersebut tidak boleh dikembangkan berdasarkan asumsi, tetapi harus melalui investigasi,” kata dokter anak yang praktik di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur ini.
Bagaimana mekanisme pelaporannya? Arifianto menjelaskan masyarakat dapat melaporkan kasus dugaan KIPI melalui sekolah anak. Nantinya, laporan tersebut akan diteruskan ke Puskesmas. “Dari situ akan dibuat laporannya dan diinvestigasi apakah ada hubunganya atau semata kebetulan.”
Arifianto mengimbau masyarakat agar memerika kesehatan buah hatinya sebelum pemberian vaksin MR. Imunisasi diberikan kepada anak yang sehat agar tidak sakit. “Untuk itu, sebelum imunisasi harus ada pemeriksaan kesehatan untuk memastikan anak berada dalam kondisi sehat,” jelasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menggulirkan fase pertama pemberian vaksinasi MR mulai bulan Agustus dan September 2017 untuk seluruh provinsi di Pulau Jawa. Program tersebut menyasar sekitar 36.776.100 atau 55 persen dari populasi Indonesia usia 9 bulan sampai dengan 15 tahun.
Sampai Senin (14/8) pukul 18.00, Kemenkes mengklaim cakupan imunisasi mencapai 38,5 persen dari target 35 persen untuk bulan Agustus 2017 “Alhamdulilah animo masyarakat untuk imunisasi cukup besar. Tetapi yang harus terus kita pantau adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang sifatnya penolakan,” ungkap Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, dr Mohamad Subuh, MPPM.
Kasus dugaan KIPI
Diketahui ada sejumlah kasus dugaan KIPI, diantaranya Dimas, balita berusia 4 tahun warga Dusun Besole Desa RT 1 RW 3 Desa Darungan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar meninggal pasca diimunisasi MR.
Kepala Desa Darungan, Shokib Adiputra membenarkan informasi tersebut. “Iya benar ada balita yang meninggal atas nama Dimas berusia empat tahun. Tapi penyebab meninggalnya, bukan kapasitas saya yang menjelaskan,” kata Shokib saat ditemui di kantornya, Rabu (23/8/2017), dikutip Detik.
Sementara di Sentul, Bogor, satu pecan setelah mendapat suntikan imunisasi campak dan rubella di SDN Sentul 1, Gina Naziba Yasmin (11) anak pasangan Mimi Dahlia dengan Iwa Kartiwan, dilarikan ke Rumah Sakit Sentre Cibinong untuk mendapat perawatan intensif karena kondisi kesehatannya menurun.
Orang tua korban, Mimi Dahlia mengatakan, pada 9 Agustus 2017 anaknya mendapat suntikan vaksin campak dan rubella di sekolahnya. Tiga hari pasca diimunisasi, anaknya mengalami diare selama dua hari. “Setelah itu anak saya kembali sekolah seperti biasa. Namun saat jalan, kakinya diseret, dia bilang sakit,” katanya.
Dia menjelaskan, mendiang anaknya merasakan sakit dan kesemutan pada kaki dan tangannya pada 16 Agustus. Pada 17 Agustus, kaki dan tangan Yasmin kaku tak bisa digerakkan. “Saya bergegas membawa anak saya ke Rumah Sakit (RS) Anisa. Karena tidak ada alat, RS Anisa pun merujuk anak saya ke RS Trimitra,” jelasnya.
Namun dengan alasan yang sama, sambungnya, RS Trimitra merujuk Yasmin ke RSUD Cibinong. RSUD Cibinong pun bahkan menolak dengan alasan ruangan penuh. Akhirnya Yasmin dirujuk ke RS Sentra Medika Cibinong untuk mendapat pertolongan medis. “Kasihan sekali saya melihat anak saya saat itu, sampai ditolak beberapa rumah sakit. Bahkan RDUD Cibinong pun menolaknya,” tuturnya.
Mimi menerangkan, setelah tiga hari mendapat perawatan di RS Sentra Medika Cibinong, buah hatinya tak dapat ditolong lagi hingga mengembuskan napas terakhirnya. Selama dirawat, dokter tak menjelaskan tentang penyakit yang diderita anaknya ini.
“Bahkan setelah anak saya tidak ada, saya diminta tutup mulut oleh pihak rumah sakit,” terangnya.
Dirinya sangat menyesalkan pihak rumah sakit yang tak memberitahukan penyebab kematian anaknya tersebut. Bahkan, dirinya pun sangat kecewa pada pihak guru di SDN Sentul 1 yang tak memberi kabar saat anaknya akan disuntik vaksin campak dan rubella. “Guru itu kan tidak tahu kondisi anak saya, kok berani-beraninya mengambil keputusan dan memperbolehkan anak saya disuntik,” sesalnya, dikutip Bogordaily
(azm/arrahmah.com)