(Arrahmah.com) – Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Kemu’jizatan Al-Qur’an tidak berakhir dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Kemu’jizatan Al-Qur’an tetap bisa dirasakan, dipelajari, digali dan diambil faedahnya oleh umat Islam sampai hari kiamat kelak.
Al-Qur’an memiliki berbagai aspek kemukjizatan. Susunan huruf, kata, kalimat dan ayat-ayat Al-Qur’an mengandung kemukjizatan bahasa dan sastra yang diakui oleh para sastrawan. Kesempurnaan dan keserasian aturan, hukum, perintah, larangan, undang-undang, adab dan nilai-nilai yang dikandung Al-Qur’an merupakan sebuah mukjizat tersendiri. Demikian pula pemberdayaan akal, panca indera dan ilmu pengetahuan yang dikandung oleh Al-Qur’an merupakan sebuah mukjizat yang akan membawa umat manusia kepada kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak aspek kemukjizatan lainnya yang digali oleh para ulama Islam dari Al-Qur’an.
Salah satu kemukjizatan yang disimpulkan ulama dari Al-Qur’an adalah keindahan dan keserasian susunan ayat-ayat dan surat-suratnya. Di antara contohnya adalah apa yang diuraikan oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi (wafat tahun 911 H) dalam kitabnya Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, tentang betapa Allah Ta’ala memulai permulaan surat-surat dalam Al-Qur’an dengan beraneka macam cara yang sangat indah dan menakjubkan.
Salah satu cara Allah Ta’ala memulai permulaan surat-surat dalam Al-Qur’an adalah dengan kalimat pujian bagi dzat Allah Ta’ala. Pujian kepada Allah Ta’ala tersebut diungkapkan dengan dua cara:
Pertama, mensucikan Allah Ta’ala dengan menetapkan sifat-sifat pujian bagi Allah
Cara ini bisa ditemukan dalam dua lafal, yaitu lafal tahmid dan lafal tabaaraka. Di dalam Al-Qur’an terdapat lima surat yang diawali dengan lafal tahmid bagi Allah Ta’ala dan dua surat yang diawali dengan lafal tabaaraka bagi Allah. Kelima surat yang diawali dengan tahmid tersebut adalah:
Surat 1:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.” (QS. Al-Fatihah [1]: 1)
Catatan:
Para ulama Islam sepakat menyatakan bahwa surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Namun mereka berbeda pendapat mengenai ayat pertama dan ayat terakhir dari surat Al-Fatihah.
Imam Abu Hanifah dan Malik berpendapat basmalah [bismillahir rahmaanir rahiim] tidak termasuk bagian dari surat Al-Fatihah. Menurut mereka ayat pertama dari surat Al-Fatihah adalah alhamdulillah rabbil ‘alamin. Adapun ayat ketujuh dari surat Al-Fatihah adalah ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laa adh-dhaaliin. Pendapat ini didasarkan kepada hadits-hadits shahih, antara lain adalah:
عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَكُنْتُ أُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي فَقَالَ أَلَمْ يَقُلْ اللَّهُ { اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ } ثُمَّ قَالَ لِي لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ الْمَسْجِدِ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ قُلْتُ لَهُ أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ
Dari Abu Sa’id bin Mu’alla radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya sedang melaksanakan shalat di dalam masjid, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memanggilku, maka aku tidak menjawab panggilan beliau. Setelah shalat, saya mendatangi beliau dan mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, saya tadi sedang shalat sehingga saya tidak memenuhi panggilan Anda.’ Maka beliau bertanya: “Bukankah Allah telah berfirman ‘Penuhilah panggilan Allah dan rasul-Nya jika Dia memanggil kalian kepada perkara yang memberikan kehidupan kepada kalian?’ [QS. Al-Anfal [8]: 24]
Beliau kemudian bersabda kepadaku: “Sungguh saya akan mengajarkan kepadamu satu surat yang merupakan surat paling agung di dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari dalam masjid ini.” Beliau lantas mengandeng tanganku. Ketika beliau hendak keluar dari masjid, saya pun bertanya kepada beliau: ‘Wahai Rasululullah, bukankah Anda tadi bersabda sungguh saya akan mengajarkan kepadamu satu surat yang merupakan surat paling agung di dalam Al-Qur’an?’
Maka beliau menjawab: “Itu adalah alhamdu lillahi rabbil ‘alamiin [surat Al-Fatihah], yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang [as-sab’u al-matsani] dan [surat] Al-Qur’an yang agung yang dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari no. 4474, Abu Daud no. 1457, Nasai no. 913, Ibnu Majah no. 3785 dan Ahmad no. 17905)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ }قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ }قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ{ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ }قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an [surat Al-Fatihah] niscaya shalatnya cedera [tidak sah] yaitu tidak sempurna.” Beliau mengulang sabdanya tersebut tiga kali.
Ada orang bertanya kepada Abu Hurairah: “Bagaimana jika kami shalat sebagai ma’mum di belakang imam?”
Abu Hurairah berkata: “Bacalah Ummul Qur’an di dalam dirimu sendiri, karena saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku membagi shalat [yaitu surat Al-Fatihah] menjadi dua, bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Jika seorang hamba membaca al-hamdu lillahi rabbil ‘alamiin, maka Allah menjawab: “Hamba-Ku memuji-Ku.”
Jika seorang hamba membaca ar-rahmaanir rahiim, maka Allah menjawab: “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”
Jika seorang hamba membaca maaliki yaumid diin, maka Allah menjawab: “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” [Dalam riwayat yang lain: Hamba-Ku menyerahkan urusannya kepada-Ku]
Jika seorang hamba membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin, maka Allah menjawab: “Ini untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”
Jika seorang hamba membaca ihdina ash-shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim, ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laa adh-dhaaliin, maka Allah menjawab: “Ini untuk untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (HR. Muslim no. 395, Abu Daud no. 821, Tirmidzi no. 2953, Nasai no. 909, Ibnu Majah no. 3784 dan Ahmad no. 7289)
Adapun imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih dan Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam berpendapat bahwa ayat pertama dari surat Al-Fatihah adalah bismillahir rahmaanir rahiim, sedangkan ayat terakhir dari surat Al-Fatihah adalah shirathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laa adh-dhaaliin. Pendapat ini didasarkan kepada beberapa hadits shahih, antara lain:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَاسُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً{ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ }
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa ia ditanya tentang cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam membaca, maka ia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menghentikan bacaannya pada tiap-tiap ayat. Beliau membaca bismillahir rahmaanir rahiim [lalu berhenti, kemudian membaca], al-hamdu lillahi rabbil ‘alamiin, [lalu berhenti, kemudian membaca] ar-rahmaanir rahiim, [lalu berhenti, kemudian membaca] maaliki yaumid diin.” (HR. Abu Daud no. 401, Tirmidzi no. 2927, dan Ahmad no. 26692)
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ{ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ وَيَمُدُّ بِالرَّحِيمِ
Dari Qatadah berkata: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang bagaimana cara bacaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, maka Anas menjawab: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam membaca dengan memanjangkan bacaaan [pada bagian-bagian mad], lalu Anas membaca bismillahir rahmaanir rahiim, denganmemanjangkan bacaaan bismillah, memanjangkan bacaan ar-rahmaan, dan memanjangkan bacaan ar-rahiim.” (HR. Bukhari no. 5046 dan Al-Hakim no. 852)
Pembahasan selengkapnya tentang ayat pertama surat Al-Fatihah bisa dilihat dalam kitab-kitab tafsir.
Surat 2:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka. (QS. Al-An’am [6]: 1)
Surat 3:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. (QS. Al-Kahfi [18]: 1)
Surat 4:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآَخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS. Saba’ [34]: 1)
Surat 5:
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang memiliki) dua sayap, tiga sayap dan empat sayap. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fathir [35]: 1)
Adapun dua surat yang diawali dengan lafal tabaaraka untuk Allah Ta’ala adalah:
Surat 6:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam [maksudnya jin dan manusia]. (QS. Al-Furqan [25]: 1)
Surat 7:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Mulk [67]: 1)
Kedua, mensucikan Allah Ta’ala dengan meniadakan sifat-sifat aib dan kekurangan dari Allah Ta’ala
Cara ini dipergunakan dalam tujuh buah surat yang diawali dengan tasbih kepada Allah Ta’ala.
Surat 1:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi negeri sekelilingnya, agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Isra’ [17]: 1)
Surat 2:
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit dan yang berada di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hadid [57]: 1)
Surat 3:
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit dan yang berada di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr [59]: 1)
Surat 4:
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit dan yang berada di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. As-Shaf [61]: 1)
Surat 5:
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, yang Maha Suci, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 1)
Surat 6:
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taghabun [64]: 1)
Surat 7:
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi! (QS. Al-A’la [87]: 1)
Tajul Qurra’ imam Abul Qasim Burhanuddin Mahmud bin Hamzah Al-Kirmani (wafat tahun 505 H) dalam kitabnya Al-Burhan fi Taujih Mutasyabih Al-Qur’an menjelaskan keindahan lain dari ketujuh surat yang diawali dengan lafal tasbih di atas.
Lafal tasbih dalam awal surat Al-Isra’ hadir dalam bentuk isim mashdar [kata benda dasar atau asal semua bentuk pecahan kata]. Lafal tasbih dalam awal surat Al-Hadid dan Al-Hasyr hadir dalam bentuk fi’il madhi [kata kerja bentuk lampau]. Lafal tasbih dalam awal surat Al-Jumu’ah dan At-Taghabun hadir dalam bentuk fi’il mudhari’ [kata kerja bentuk sekarang dan akan datang]. Sedangkan lafal tasbih dalam awal surat Al-Isra’ hadir dalam bentuk fi’il amr [kata kerja perintah].
Subhanallah, beragam cara dan gaya Allah hadirkan untuk mengawali beberapa surat Al-Qur’an di atas dengan pujian kepada-Nya. Maha Suci dan Maha Indah Allah Ta’ala. Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)