Sekelompok anak Suriah bertepuk tangan saat sebuah bis yang membawa jurnalis tiba di sekitar kamp Azraq, di mana ribuan shelter yang terlihat seperti sebuah cottage terbuat dari potongan lego, berbaris rapi, baris demi baris.
Kamp Azraq, yang dibuka secara resmi oleh otoritas Yordania pada Rabu lalu, terletak 100 km dari sebelah timur ibukota, adalah kamp keenam di Yordania untuk pengungsi Suriah.
Dengan menggunakan tanah yang luas, kamp tersebut siap menjadi tuan rumah bagi 25.000 pengungsi dan memiliki infrastruktur yang bisa menampung hingga lebih dari 51.000 orang.
Sejak Senin, 470 pengungsi telah pindah ke kamp itu. Para pekerja bantuan mengatakan kamp tersebut merupakan yang terbesar kedua setelah kamp Zaatari.
Persiapan dan perencanaan dimulai setahun yang lalu, dibangun dengan biaya 45 juta USD dan mungkin ini adalah kamp paling terencana di dunia.
“Apa yang kalian lihat ketika berkendara di sekitar kamp adalah salah satu kamp pengungsi terbaik yang direncanakan di dunia dan mungkin akan menadi salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia,” ujar Andrew Harper, perwakilan UNHCR Yordania pada upacara pembukaan kamp.
Para pekerja bantuan dan otoritas berharap dengan rencana yang matang, mereka bisa terhindar dari apa yang terjadi di kamp Zaatari, yang dibangun terburu-buru di tengah masuknya gelombang pengungsi pada tahun 2012. Kamp Zaatari menjadi terkenal dengan kondisi kehidupan yang keras, miskin infrastruktur dan adanya gangguan keamanan yang sering menimbulkan protes.
“Kami melakukan yang terbaik untuk berbicara dengan masyarakat lokal di Zaatari untuk memahami apa yang harus dikerjakan untuk pengungsi,” ujar Bernadette Castel, yang mengurus kamp Azraq atas nama UNHCR kepada Al Jazeera.
Dengan langkah-langkah keamanan yang kuat, tempat penampungan yang berkualitas dan pelayanan yang baik, para pekerja bantuan mengatakan gurun Azraq bisa menjadi tempat yang lebih baik bagi pengungsi yang melarikan diri dari perang.
Kamp dirancang untuk telihat sebagai kota yang nyata. Jalan-jalan beraspal dengan marka jalan yang menghubungkan apa yang disebut dengan desa oleh para pekerja bantuan. Unit shelter bisa menampung 10.000 hingga 15.000 pengungsi. Setiap desa memiliki sekolah, klinik dan taman bermain. Salah satu rumah sakit besar juga tersedia untuk melayani “kota”.
“Layanan desentralisasi telah menjadi salah satu prioritas kami,” kata Castel. Salah satu supermarket besar menerima voucher yang diberikan oleh Program Pangan Dunia, sehingga pengungsi dapat berbelanja untuk perlengkapan yang mereka butuhkan.
Sementara itu tenda yang digunakan telah di desain terutama dengan seng dan baja agar mampu bertahan di lingkungan padang pasir yang keras.
“Di tempat ini sering terjadi cuaca ekstrim,” ungkap Robert Beer, direktur NRC.
“Bisa terjadi banjir selama musim dingin, angin kencang di musim semi dan suhu yang tinggi selama periode musim panas, hingga 40 derajat celcius,” jelasnya.
Tempat pengampungan memiliki langit-langit yang tinggi dengan isolasi dan partisi privasi untuk anggota keluarga yang tinggal di sana.
Tidak seperti kamp Zaatari, polisi hadir di kamp 24 jam sehari dan Pasukan Pertahanan Sipil siap untuk digunakan jika diperlukan.
“Akan ada satu kantor polisi utama dan dua sub stasiun,” ujar Wedahal-Hamoud, manajer Urusan Kamp Pengungsi Suriah di Yordania.
Azraq sebelumnya pernah dibangun kamp pengungsi singkat di awal tahun 1990-an, bagi warga negara yang melarikan diri dari Perang Teluk Kuwait dan Irak. Tapi selama tahun lalu, pekerjaan telah dilakukan untuk merancang seolah kamp tersebut merupakan kota nyata.
“Kamp baru hanya merupaka indikasi bahwa masyarakat internasional telah gagal untuk memecahkan krisis Suriah,” ujar Fahad Khaitan, komentator politik dan kolumnis untuk surat kabar al-Ghad.
Dengan perang di Suriah yang tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, kamp dapat dibangun lebih lanjut untuk akhirnya bisa menampung sebanyak 130.000 pengungsi. (haninmazaya/arrahmah.com)