MAUNGDAW (Arrahmah.com) – Otoritas Arakan di kota Maungdaw telah mengerahkan tentara untuk menjaga agar tidak terjadi kekerasan di kota itu sejak Jum’at (27/7/2012), menurut seorang tetua kota Maungdaw kepada Kaladan News. Tentara mulai membiarkan rakyat Muslim Rohingya untuk membeli beras ke pasar, para tentara di tempatkan di pasar Maungdaw dan daerah lainnya, setelah lama mereka dibiarkan kesulitan mendapatkan makanan.
Melihat situasi kota diamankan oleh tentara, sebagian Muslim Rohingya berani pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan mereka. Tentara juga menjual beras kepada warga Rohingya di Maungdaw, namun polisi meminta uang pajak untuk setiap karung beras yang mereka beli, setiap karung dikenakan pajak sebesar 1000 Kyat. Meskipun demikian, terkadang warga Rohingya yang memiliki uang dan barang-barang lainnya masih saja menjadi target perampokan ketika dalam perjalanan dari atau ke pasar.
Langkah otoritas Arakan ini tiba-tiba berubah menjelang kedatangan Pelapor Khusus PBB Tomas Ojea Quintana dari Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang akan melakukan investigasi selama enam hari di Burma. Karena jika terlihat tidak ada makanan untuk Muslim Rohingya, maka hal ini akan menjadi salah satu bukti kekejaman pemerintah Burma terhadap Muslim Rohingya.
Di sisi lain, otoritas Buddhis mempersiapkan para pengungsi palsu etnis Buddha Rakhine di pusat ‘pengungsian’ di Maungdaw untuk menunjukkan kepada delegasi PBB bahwa masyarakat Rakhine menderita di Maungdaw. Padahal sebenarnya masyarakat Rohingya yang menjadi pengungsi di desa mereka sendiri tanpa mendapatkan bantuan makanan dan medis, menurut tetua suku Maungdaw itu.
Tetua yang tak disebutkan namanya itu juga mengatakan bahwa Quintana berharap dapat menemukan fakta sebenarnya terkait tragedi berdarah yang menimpa Muslim Rohingya, dan dia harus bertemu dengan warga Rohingya di desa-desa, dia menambahkan namun otoritas akan mempertemukan Quintana dengan warga Rohingya yang telah menjadi boneka otoritas.
“Otoritas akan mempertemukannya dengan beberapa warga Rohingya yang menjadi boneka otoritas,” katanya.
Sebelumnya, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Navi Pillay mengatakan, “Kami telah menerima aliran laporan dari sumber-sumber independen yang menduga ada respon diskriminatif dan sewenang-wenang oleh pasukan keamanan, dan bahkan hasutan mereka dan keterlibatan mereka dalam bentrokan,” dikutip UN.org.
“Laporan menunjukkan bahwa respon cepat tanggap otoritas kepada kekerasan komunal mungkin telah berubah menjadi tindakan kekerasan yang menargetkan Muslim, khususnya anggota komunitas (Muslim) Rohingya,” tambahnya.
Pillay juga mengatakan ketika pelapor khusus tersebut dapat membuat penilaian awal selama satu hari kunjungan, tidak akan menjadi pengganti laporan lengkap yang didapat dari investigasi independen.
Sementara itu Quintana dilaporkan telah tiba di Yangon pada Ahad (29/7) kemarin. Quintana juga dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Myanmar Thein Sein pada saat kunjungannya ini. (siraaj/arrahmah.com)