MAKASSAR (Arrahmah.com) – Pendeta syiah Indonesia Jalaluddin Rakhmat, dalam disertasi doktoralnya yang penuh kecurangan, hendak menggiring opini bahwa sahabat nabi yang mulia Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma kafir dan halal darahnya.
Hal ini merupakan komentar dari salah seorang anggota tim penguji disertasi Jalal, Dr Hamzah Harun. Dia mengatakan Jalal telah bersikap tidak ilmiah dengan menggiring sebuah teks kutipan langsung pada yang bukan maksudnya. Dampak dari sikap tidak ilmiahnya itu, Jalal hendak mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah kafir dan halal darahnya.
“Terjadi tahmilun nash lima la yahtamil, menggiring teks pada yang bukan maksudnya,” kata Dr Hamzah.
Dia juga memaparkan contoh sikap tidak ilmiahnya Jalal dengan memotong sebuah teks ulama Ibn Hazm, yang berujung pada pengkafiran dua sahabat nabi dan penghalalan darahnya.
Berikut ini isi komentar Dr. Hamzah Harun (salah satu Tim Penguji) atas disertasi Jalaluddin Rakhmat yang dikutip dari situs LPPIMAKASSAR.COM, Senin (16/12/2013).
Kemudian saya sebutkan tadi terjadi tahmilun nash lima la yahtamil (menggiring teks pada yang bukan maksudnya). Apa kesimpulannya setelah mengemukakan itu semua? Disini dikatakan, “Apa yang dilakukan sahabat besar itu, membakar kitab-kitab sunnah dan melarang meriwayatkan sunnah sangat sulit untuk kita fahami apapun alasan yang mereka kemukakan. Bisakah kita membenarkan tindakan mereka? betulkah cukup bagi kita untuk menggunakan Al-Qur’an saja?” saya kira itu kesimpulan yang sangat lain. karena seperti yang saya katakan tadi, hadis-hadis itu tidak bisa dibawa pada pemahaman seperti itu.
Pada halaman tujuh, untuk memperkuat hasil analisisnya itu Kang Jalal mengutip, 400 tahun kemudian Ibnu Hazm menjawab pertanyaan itu,
ولو أن امرأ قال لا نأخذ إلا ما وجدنا في القرآن لكان كافرا بإجماع الأمة وقائل هذا كافر مشرك حلال الدم والمال
(Jika ada seseorang yang mengatakan kami tidak mengambil kecuali apa yang kami dapati dalam Al-Quran, maka ia telah kafir dengan ijma’ umat. Dan seorang berkata ini kafir, musyrik, halal darah dan hartanya)
Nah, saya sebenarnya setelah membuka, ternyata apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm disini sebenarnya tidak seperti apa yang difahami oleh Kang jalal. Bahkan Kang Jalal membuang beberapa redaksi untuk menggiring pemahamannya seperti itu
ولو أن امرأ قال لا نأخذ إلا ما وجدنا في القرآن لكان كافرا بإجماع الأمة
ada sambungannya
ولكان لا يلزمه إلا ركعة ما بين دلوك الشمس إلى غسق الليل وأخرى عند الفجر لأن ذلك هو أقل ما يقع عليه اسم صلاة ولا حد للأكثر في ذلك
(Dan tidak mengharuskannya kecuali satu rakaat antara tergelincirnya matahari sampai gelapnya malam dan waktu lain saat fajar karena itulah arti shalat yang paling minimal dan tidak ada batasan untuk banyaknya)
baru sampai kepada
وقائل هذا كافر مشرك حلال الدم والمال
dipotong lagi
وإنما ذهب إلى هذا بعض غالية الرافضة ممن قد اجتمعت الأمة على كفرهم
(Dan yang berpendapat seperti ini adalah sebagian Ghulat Rafidhah dimana umat telah bersepakat atas kekafiran mereka)
*teks arab yang digaris bawahi adalah redaksi yang dipotong oleh Jalaluddin Rakhmat, bisa dilihat pada Kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Ibnu Hazm, Juz 2, hal. 80, Dar al-Afaaq al-Jadidah, Beirut. Bisa juga dilihat di Maktabah Syamilah.
Jadi sebenarnya perkataan Ibnu Hazm ini bukan tentang Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma, tapi sebenarnya yang dimaksud disini adalah inkarus sunnah (golongan penolak sunnah Nabi) seperti yang dikatakan tadi bahwa ketika ada orang yang hanya mengambil Al-Qur’an dan menafikan hadis, itu tidak masuk akal. Kenapa tidak masuk akal? Karena kalau Al-Qur’an saja, kita hanya bisa shalat dua kali sehari, waktu pagi dan petang. Karena tidak ada itu dalam Al-Qur’an Kaifiyyat Ash-Shalah (tata cara shalat) dan seterusnya dan seterusnya.
Jadi yang dikatakan disini
وقائل هذا كافر مشرك حلال الدم والمال
(dan seorang berkata ini kafir, musyrik, halal darah dan hartanya)
Tidak bisa dibawa bahwa sebenarnya Abu Bakar dan Umar itu halal darahnya. Tapi kalau dibaca disini (disertasi Jalal) seolah-olah seperti itu.
Saya harapkan kepada promotor untuk membaca sekali lagi disertasi ini supaya bisa obyektif, karena kang Jalal sendiri mengatakan bahwa metodologi Kang Jalal itu harus obyektif.
Wahai manusia inilah kwalitas Jalal dalam disertasi doktornya, sangat jauh dari akhlak seorang intelektual. Penguji mendapatinya memotong perkataan seorang ulama sampai dua kali. Dan itu terjadi di hadapan forum akademik yang sangat terhormat. Sungguh amat memalukan dan sangat hina. (azm/arrahmah.com)