JAKARTA (Arrahmah.id) – Pemerintah Indonesia secara tegas mengecam keras aksi pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai politik ekstremis sayap kanan Denmark Garis Keras.
Pemerintah Indonesia menilai bahwa tindakan tersebut telah melukai dan menodai toleransi umat beragama.
“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al-Qur’an oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm (21/1),” tulis Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di akun Twitter resminya, pada Ahad (22/1/2023).
Kementerian Luar Negeri menyebut kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab.
“Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab,” tulisnya.
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid (HNW), juga mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Al-Qur’an di Swedia tersebut.
Ia berharap bahwa Kementerian Luar Negeri RI dapat membawa kasus ini ke forum Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
“Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, yang demokratis dan menghormati HAM, sudah seharusnya Kementerian Luar Negeri RI mewakili pemerintah Indonesia tidak berhenti hanya dengan mengutuk aksi pembakaran Al-Quran yang merupakan tindakan ekstrim, intoleran, radikal dan bentuk nyata dari Islamofobia yang dapat menciptakan kegaduhan. Aksi pembakaran Al-Quran itu bisa mengganggu hubungan di banyak negara. Bisa mengganggu hubungan timbal balik Swedia dengan negara-negara OKI maupun komunitas umat Islam,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (23/1).
“Al-Quran adalah kitab yang disucikan oleh seluruh Umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, Pemerintah RI perlu lebih serius lagi menggalang sikap kebersamaan di forum OKI, agar gelombang penolakan terhadap tindakan intoleran, ekstrim dan islamofobia tersebut semakin besar dan semakin dapat mengkoreksi dan menghentikan,” sambungnya.
HNW juga mendesak agar Kemenlu Indonesia lebih konkret menggalang kekuatan bersama lembaga internasional lainnya untuk membela Al-Qur’an dan mencegah tindakan Islamofobia.
“Aksi membakar Al-Quran ini merupakan wujud nyata dari islamofobia ekstrem yang harus ditolak, tangkal dan perangi bersama-sama masyarakat Internasional. Oleh karenanya, Kemenlu Indonesia perlu bergerak lebih konkret dengan menggalang kekuatan di OKI dan PBB juga lembaga keislaman internasional lainnya untuk membela Al-Quran dari segala teror dan tindakan yang intoleran, islamofobia seperti pembakaran Al-Quran ini,” papar HNW.
Tidak hanya Indonesia, negara-negara lain seperti Arab Saudi, Turki dan Uni Emirat Arab juga mengutuk aksi itu. Begitu pula Dewan Kerjasama Teluk dan Organisasi Kerjasama Islam.
“Arab Saudi menyerukan untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan hidup berdampingan, serta menolak kebencian dan ekstremisme,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan.
“Kami mengutuk sekeras mungkin serangan keji terhadap kitab suci kami. Mengizinkan tindakan anti-Islam ini, yang menargetkan umat Islam dan menghina nilai-nilai suci kami, dengan kedok kebebasan berekspresi sama sekali tidak dapat diterima,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dilansir Reuters, pada Ahad (22/1).
Kementerian Luar Negeri Turki mendesak Swedia untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap para pelaku dan mengundang semua negara untuk mengambil langkah nyata melawan Islamofobia.
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom mengatakan bahwa provokasi Islamofobia sangat mengerikan.
“Swedia memiliki kebebasan berekspresi yang luas, tetapi itu tidak berarti bahwa Pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan,” kata Billstrom di Twitter.
Sebagaimana diketahui, pembakaran Al-Qur’an dilakukan oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Garis Keras. Paludan, yang juga berkewarganegaraan Swedia, pernah menggelar sejumlah demonstrasi di masa lalu, ketika dia membakar Al-Qur’an. Pembakaran Al-Qur’an itu terjadi saat demonstrasi anti-Turki dan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO yang terjadi di Stockholm.
Paludan tidak dapat dihubungi melalui surat elektronik atau email untuk dimintai komentar. Dalam izin yang diperolehnya dari polisi, dikatakan protesnya dilakukan terhadap Islam dan apa yang disebut upaya Presiden Turki Tayyip Erdogan untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. (rafa/arrahmah.id)