WASHINGTON (Arrahmah.com) – Kebocoran sejumlah besar isi telegram diplomatis telah sedikit membekukan upaya diplomatis AS di tengah usaha keras pemerintahan Presiden Barack Obama untuk membangun kembali kepercayaan dunia dalam kebijakan luar negerinya, kata para ahli, dikutip AFP pada Selasa (30/11/2010).
Menteri luar negeri Hillary Clinton, Senator John Kerry, dan sejumlah mantan pejabat Departemen Luar Negeri, semua menekankan perlunya para diplomat AS untuk melakukan percakapan dengan rekan-rekan diplomatnya tanpa harus takut dengan publik.
“Setiap negara, termasuk Amerika Serikat, harus mampu memiliki dialog yang jujur dengan negara-negara lain tentang isu-isu yang menjadi perhatian bersama,” kata Clinton pada wartawan.
Kepala diplomat AS juga mengatakan dia yakin “pemerintahan Obama telah bekerja sangat keras untuk membangun kemitraan yang siap menghadapi tantangan”, terutama setelah bocornya sejumlah besar dokumen oleh WikiLeaks.
Namun, James Collins, mantan duta besar AS untuk Moskow, tidak begitu yakin akan hal itu.
“Ini pasti akan menyulitkan kemampuan untuk membangun kepercayaan,” kata Collins pada AFP.
“Sulit untuk mengatakan belum apakah insiden ini akan merusak atau tidak. Tapi hal itu sudah bisa dipastikan akan mengurangi kepercayaan orang-orang,” katanya.
Collins, yang mengetuai program Carnegie Endowment for International Peace Rusia dan Eurasia, mengatakan kebocoran itu akan membekukan upaya diplomatis AS dengan kekuatan luar negeri dan menyangkal Washington sumber informasi tersebut bisa digunakan untuk membangun kebijakan.
“Ini juga akan menghalangi mereka (para pembuat kebijakan luar negeri) memperoleh saran yang jujur dari orang-orang kami di lapangan,” tambahnya.
Dia mengatakan insiden itu akan menyulitkan AS untuk melakukan negosiasi multi-partai pada topik-topik sensitif, seperti upaya untuk mengekang ambisi nuklir Iran dan Korea Utara atau untuk menstabilkan Afghanistan.
Collins mengklaim tidak mengetahui apakah kebocoran akan melemahkan kebijakan pemerintahan Obama untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia yang mencapai titik terendah selama pemerintahan mantan presiden George W. Bush.
Sementara itu, Wendy Chamberlin, mantan duta besar AS untuk Pakistan, kepada AFP mengatakan bahwa “banyak kerusakan” telah dilakukan dalam pelaksanaan diplomasi. Ia pun menambahkan bahwa rekan negosiasinya “akan membatasi pembicaraan jika mereka tahu bahwa hal itu hanya akan menjadi tekanan bagi mereka.”
Richard Haas, mantan direktur perencanaan kebijakan di Departemen Luar Negeri AS, mengatakan kebocoran besar itu “tidak muncul untuk membentuk suatu krisis keamanan nasional,” tapi menyebabkan masalah langsung dan jangka panjang bagi Amerika Serikat dan mitra-mitranya.
“Kerusakan jangka panjang mungkin lebih nyata,” tulis Haas.
“Pemerintah asing mungkin berpikir dua kali sebelum berbagi rahasia mereka,” katanya.
Haas mengatakan dokumen-dokumen yang dibocorkan WikiLeaks juga bisa menciptakan beberapa masalah keamanan dalam waktu dekat.
“Upaya kontra terorisme di Yaman juga mungkin akan diatur kembali karena pemerintah Yaman memiliki ketakutan sehingga mereka merasa perlu untuk menjauhkan diri dari Amerika Serikat,” katanya.
Dalam pembicaraan Januari dengan AS Jenderal David Petraeus dan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mengaku berbohong kepada rakyatnya sendiri dengan berpura-pura bahwa serangan militer AS melawan Al-Qaeda dilakukan oleh pasukan Yaman, menurut dokumen yang dibocorkan Wikileaks.
“Jika anda melihat negara seperti Yaman, mungkin saja insiden ini membuat mereka tidak mau bekerja sama lagi terutama terkait dengan agenda perang melawan terorisme,” kata Senator AS John Kerry, ketua Komite Hubungan Luar Negeri pada wartawan.
“Ini merupakan upaya yang sangat kontra produktif dan saya pikir kita harus segera melakukan penuntutan,” katanya. (althaf/arrahmah.com)