LONDON (Arrahmah.com) – Sentimen pemerintah terhadap etnis dan agama minoritas di seluruh Eropa terus meningkat. Fenomena ini dinilai sejumlah pengamat sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai yang dalam Piagam Hak Fundamental Uni Eropa dijadikan landasan berdirinya persekutuan negara-negara Eropa tersebut, yakni martabat manusia, kebebasan, kesetaraan, dan solidaritas, PressTV melaporkan pada Selasa (24/8/2010).
Di Britania Raya, di bawah Undang-Undang Penangkapan Eropa 2003, orang bisa diadakan dan diekstradisi atas tuduhan apapun, bahkan tuduhan yang tidak didasarkan pada tindak kejahatan. Surat perintah tersebut dapat dikeluarkan terhadap siapa pun oleh otoritas setiap negara Uni Eropa.
Kantor Departemen Dalam Negeri Inggris memperkirakan jumlah orang Eropa yang menentang oleh polisi Inggris kemungkinan akan naik hingga 70 persen pada tahun 2011.
Di Italia, dari perdana menteri hingga ke bawahannya, semua politisi bersatu untuk menolak warga negara dunia ketiga yang tidak teratur dan nomaden. Otoritas Italia mencoba untuk meligitimasi tindakan diskriminasi dan kekerasan.
Pada bulan Juli, Perdana Menteri Italia, Silvio Berlusconi, mendeklarasikan kondisi darurat bagi negaranya dan membuat kebijakan untuk memeriksa sidik jari dan memotret orang-orang Roma dan imigran lainnya, termasuk anak-anak.
Di Perancis, kritik terus berdatangan terhadap rencana Presiden Nicolas Sarkozy untuk mengusir ratusan gipsi Roma dan menutup sekitar 300 kamp Roma di negara itu dalam waktu beberapa bulan ke depan.
Sebagian besar pendatang baru di Perancis berasal dari Rumania dan Bulgaria, dua negara yang juga merupakan anggota Uni Eropa yang seharusnya diberi hak untuk tinggal dimana pun di negara Eropa yang mereka inginkan. Namun kenyataannya, orang-orang Roma yang ada di Perancis tinggal di pinggiran serta memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah.
Gelombang sentimen pemerintah anti-Islam pun serupa di seluruh Uni Eropa. Sebelumnya musim panas ini, dengan suara perolehan suara 335 banding 1, parlemen Perancis mensahkan larangan penggunaan niqab di lingkungan publik. Larangan yang sama juga berlaku di Belgia dan Spanyol.
Uni Eropa pun telah memberi restu pada Perancis dan negara lainnya untuk mengeluarkan pelarangan niqab di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
Fenomena sentimentalitas ini pun muncul di Swiss. Negara yang telah lama membanggakan diri sebagai surga para pengungsi itu melegalkan larangan pembangunan menara masjid pada bulan November lalu.
Gelombang sentimen anti Islam yang marak di negara-negara Uni Eropa ini semakin memperlihatkan bahwa telah muncul ketakutan di tengah-tengah negara Barat terhadap kebangkitan Islam yang kian hari kian menggeliat. (althaf/arrahmah.com)