MONROVIA (Arrahmah.com) – Kebakaran dahsyat melahap sebuah pesantren pada Rabu (18/9/2019) di negara Liberia, Afrika Barat, menewaskan sedikitnya 28 santri dan yang lainnya terperangkap di reruntuhan.
Para santri sedang tidur di asrama yang terhubung ke sebuah masjid ketika terjadi masalah listrik yang diduga telah memicu kebakaran, kata seorang juru bicara kepolisian, lansir Washington Post.
Menjelang tengah hari, petugas masih mencari mereka yang hilang di Kota Paynesville, pinggiran ibukota Liberia, Monrovia, ketika ambulans Palang Merah bergegas untuk merawat yang terluka.
Para korban adalah anak laki-laki berusia 10 hingga 20 tahun yang sedang mempelajari Al-Qur’an.
“Doa saya ditujukan kepada keluarga anak-anak yang meninggal semalam di Kota Paynesville; sebagai akibat dari kebakaran mematikan yang melanda gedung sekolah mereka,” kata Presiden Liberia George Weah dalam sebuah tweet.
“Ini adalah masa yang sulit bagi keluarga para korban dan semua warga Liberia. Belasungkawa terdalam bagi yang berduka,” lanjutnya.
Gaylor Mulbah, yang tinggal di sebelah pesantren, mengatakan dia bangun Rabu pagi karena suara kekacauan.
“Saya keluar karena mengira ada perampok bersenjata,” katanya, “tetapi semuanya menyala-nyala. Orang-orang berlari, berteriak, meminta tolong.”
Mulbah mengatakan, ia mencoba mendekati anak-anak itu tetapi panasnya terlalu kuat untuk mendekati gedung itu. Batang pengaman baja menutupi jendela.
Rumah-rumah yang berada di gang-gang di sekitar sekolah juga terbakar, menghambat para penyelamat.
“Butuh dua, tiga jam bagi brigade pemadam kebakaran untuk bisa masuk,” kata Mulbah.
Anak-anak lelaki yang mondok di pesantren Qur’an tersebut dikenal di lingkungan itu sebagai anak-anak yang tenang dan penuh hormat. Mereka sering begadang mengaji, kata Mulbah.
Tidak jelas berapa banyak siswa yang tinggal di asrama, tetapi pihak berwenang mengatakan hanya sedikit yang bisa selamat dari kebakaran.
B. Abel Learwellie, direktur eksekutif Camp for Peace Liberia, sebuah organisasi nirlaba di Kota Paynesville, mengatakan ia tidak dapat menyebut bencana yang begitu mematikan di negara berpenduduk sekitar 4,8 juta itu sejak tanah longsor menewaskan ratusan penambang hampir empat dekade lalu.
“Polisi masih mencari mayat. Kami berdoa agar jiwa anak-anak tak berdosa ini beristirahat dengan tenang,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)