RAFAH (Arrahmah.id) — Para dokter di Gaza secara mengejutkan berhasil menyelamatkan bayi dari rahim ibunya, seorang wanita Palestina yang tewas oleh serangan rudal Israel di Rafah pada Sabtu (20/4/2024) pekan lalu.
Dalam video yang dibagikan secara daring, seperti dilansir NBC News (22/4), staf medis terlihat melakukan operasi caesar darurat pada wanita hamil yang telah meninggal tersebut. Itu diikuti dengan prosedur resusitasi setelah bayi tersebut diselamatkan dari rahim ibunya di Rumah Sakit Kuwait di Rafah.
Wanita tersebut, yang diidentifikasi sebagai Sabreen Al-Sakani, beserta suaminya; Shoukri Ahmed Joudeh, dan putri mereka yang berusia tiga tahun; Malak, tewas dalam serangan rudal Israel yang menargetkan sebuah rumah di Rafah.
Serangan itu meninggalkan janin di kandungan Al-Sakani tanpa keluarga dekat.
Dokter Mohammed Salama, seperti dikutip Reuters (22/4), mengatakan bayi dengan berat 1,4 kilogram itu stabil dan membaik secara bertahap. Dia ditempatkan di inkubator di rumah sakit di Rafah bersama bayi lainnya, dengan tulisan “Bayi syahid Sabreen Al-Sakani” tercantum pada pita di dadanya.
Serangan Israel pada Sabtu pekan lalu menewaskan 22 orang di Rafah, tempat sebagian besar penduduk Jalur Gaza mengungsi, termasuk 18 anak-anak.
Israel memulai serangan militernya di Jalur Gaza lebih dari enam bulan lalu, menewaskan 34.097 warga Palestina—kebanyakan wanita dan anak-anak.
Rafah adalah kota paling selatan di Gaza, dan sekarang menampung 1,4 juta pengungsi Palestina, yang melarikan diri dari kematian dan kehancuran di bagian lain wilayah tersebut.
Invasi darat Israel ke kota tersebut, yang berbatasan dengan Mesir, telah terjadi, meskipun ada peringatan internasional terhadap tindakan tersebut.
Beberapa badan PBB, LSM, dan pemimpin dunia—termasuk Presiden AS Joe Biden—memperingatkan bahwa serangan terhadap Rafah akan menimbulkan konsekuensi bencana.
Israel bersikeras bahwa invasi darat akan terus dilakukan, dan mengeklaim bahwa kota tersebut adalah “benteng terakhir Hamas” di Jalur Gaza.
Wanita hamil di Gaza dihadapkan pada berbagai bahaya. Ribuan orang berisiko mengalami kekurangan gizi, yang membahayakan pertumbuhan janin dan kesehatan ibu hamil.
Wanita hamil juga terpaksa melahirkan dalam kondisi yang sangat buruk, baik di kamp yang penuh sesak atau di rumah sakit, di mana peralatan medis semakin langka—sementara bom Israel menghujani wilayah tersebut.
Januari lalu, UNICEF menggambarkan melahirkan di Gaza sebagai “neraka”.
Pada bulan Maret, Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sekitar 24.000 bayi telah lahir di wilayah tersebut sejak 7 Oktober 2023. (hanoum/arrahmah.id)