Oleh: Ustadz Farid Achmad Okbah
(Arrahmah.com) – Kata ‘adil’ bermakna tidak zalim. Tegak di atas kebenaran tidak kendor juga tidak ekstrem. Menunaikan kewajiban dan mengambil hak. Firman Allah itu adalah kebenaran dan keadilan:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَّعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’aam, 6: 115)
Menurut sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa isi ajaran Islam itu bermuara pada ayat 90 surat An-Nahl:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Yang pertama, menegakkan keadilan. Tidak boleh karena kebencian kepada suatu kaum, berbuat tidak adil.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى وَاتَّقُوا اللّٰهَ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah, 5: 8)
Dalam keterangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa nanti di hari kiamat hanya 7 orang yang akan dapat naungan-Nya, yang pertama adalah: “Pemimpin yang adil.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama menjelaskan, keadilan itu ada 3 jenisnya: Pertama, bersikap adil kepada Sang Pencipta Allah subhanahu wa ta’ala dengan mentauhidkan-Nya. Kedua, bersikap adil kepada diri sendiri dengan meraih maslahat dan menghindari bahaya. Ketiga, bersikap adil kepada pihak lain dengan tidak menzaliminya.
Dalam butir-butir Pancasila kata adil diulang dua kali. Butir kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan butir ke lima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap rezim perlu mengartikulasikan bagi rakyat “Adil dan Makmur”. Karena di akhirat,
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ، وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ.
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai dan dekat kepada Allah adalah pemimpin yang adil. Sebaliknya yang paling dibenci dan dijauhi Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR. At-Turmudzi, hasan)
Atas dasar itu, kita sebagai manusia harus menyadari perannya agar selalu berbuat adil. Sebagai suami kepada para istrinya. Sebagai orang tua kepada para anaknya. Sebagai pimpinan kepada bawahannya. Sebagai kawan kepada teman-temannya. Sebagai guru kepada murid-muridnya. Sebagai pemimpin kepada rakyatnya. Sebagai hakim kepada para terdakwa di pengadilan. Dalam rangka masyarakat nasional dan dunia melihat kasus Habib Rizieq Shihab yang sedang bergulir di pengadilan dan akan diputus tanggal 24 Juni, maka semua mata memandang agar putusan hakim seadil-adilnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,
القُضَاةُ ثَلاَثَةٌ: قَاضٍ فِى الْجَنَّةِ وَقَاضِيَانِ فِى النَّارِ. قَاضٍ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِى الْجَنَّةِ، وَقَاضٍ عَرَفَ الحَقَّ فَحَكَمَ بِخِلاَفِهِ فَهُوَ فِى النَّارِ، وَقَاضٍ قَضَى عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِى النَّارِ.
“Hakim itu ada 3 macam, satu di surga dan dua di neraka. Pertama, hakim yang memutuskan perkara dengan kebenaran maka dia di surga. Kedua, hakim yang memutuskan perkara dengan ketidakbenaran, maka di neraka. Ketiga, hakim yang memutuskan perkara dengan kebodohan, maka dia di neraka.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim, shahih)
Berharap pak hakim pemutus perkara HRS dari jenis pertama sehingga lepas dari belenggu akhirat. Tapi kalau dari jenis kedua atas pesanan dan tekanan, maka bisa celaka. Apalagi jenis ketiga. Sekalian itu peringatan bagi siapa saja yang merekayasa kasus hukum seperti yang sedang terjadi dengan penangkapan banyak aktivis semoga segera sadar agar tidak bertindak zalim dan melampaui batas karena itu berimplikasi negatif kepada kehidupan di dunia dan akhirat.
Ketika utusan Romawi datang ke Madinah bertanya: Di mana istana Umar? Dijawab, “Umar tidak punya istana. Itu beliau sedang tidur di bawah pohon.” Maka, delegasi itu berkomentar yang sangat fenomenal “Kamu telah berbuat adil wahai Umar, maka kamu tidur nyenyak”.
Kewajiban kita saling mengingatkan agar bangsa ini maju menuju adil dan makmur. Wallahu a’lam.
(ameera/arrahmah.com)