Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis, Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan)
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) ramai menjadi perbincangan publik pasca viralnya video CCTV seorang selebgram yang menjadi korban KDRT oleh suaminya sendiri. Video tersebut diunggahnya ke akun Instagram pribadinya karena sang selebgram merasa tak kuat lagi dengan perlakuan suaminya itu. Singkat cerita, kini sang suami sudah diproses secara hukum oleh pihak terkait. Netizen pun beramai-ramai bersuara atas kasus tersebut dan menyerukan kepada kaum perempuan agar berani speak up jika terjadi kasus serupa.
Sebenarnya, KDRT bukanlah berita baru, sudah banyak kasus-kasus serupa yang terjadi. Sebagaimana yang juga terjadi pasca viralnya video KDRT sang selebram, muncul kasus serupa yakni penyiksaan suami terhadap istrinya di Cipondoh, Kota Tangerang. Dalam rekaman video CCTV, seorang suami tega menyiksa istrinya dengan menjambak dan memukul bagian perut istrinya. Tak hanya itu, sang suami juga memengang sebuah pisau kecil di tangannya. Berdasarkan pemeriksaan polisi, terdapat luka di bagian wajah serta tangan sang istri. (tempo.co/21-08-2024)
Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia angkanya memang masih tinggi. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023 yang dirilis pada 7 Maret 2024, mereka mencatat bahwa di ranah personal, tindak kekerasan yang paling banyak diadukan ke Komnas Perempuan adalah kekerasan terhadap istri (KTI). CATAHU mencatat, sebanyak 674 kasus KTI dilaporkan sepanjang 2023. (Kumparan.com/15-06-2024)
KDRT dan Rapuhnya Fondasi Rumah Tangga
Sejatinya, salah satu fondasi yang mampu menguatkan dan mampu menopang bangunan rumah tangga adalah visi misi yang sahih di antara pasangan suami istri. Visi misi tersebut jelas memancar dari ideologi yang diemban oleh pasangan suami istri tersebut. Jika ingin memancarkan visi misi yang benar tentu saja ideologinya haruslah Islam. Visi keluarga muslim hakikatnya adalah mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah dan mencetak generasi pejuang Islam. Sedangnya misinya adalah saling mengisi dan menegakkan hak dan kewajiban di antara keduanya sesuai dengan yang telah digariskan Islam.
Islam mewajibkan para suami untuk memperlakukan istrinya secara makruf, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR at-Tirmizi)
Oleh karena itu, para suami tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap istrinya dengan dalih bahwa ia adalah pemimpin. Jelas itu penyalahgunaan status yang diberikan Allah kepada kaum laki-laki. Justru kepemimpinan seorang laki-laki di dalam rumah tangganya menuntutnya untuk senantiasa memberikan keteladanan yang baik kepada istri dan anak-anaknya, baik dalam berbuat maupun bertutur kata. Apa jadinya karakter anak-anaknya ke depan jika seorang ayah amat mudah melempar cacian dan kata-kata kotor kepada istrinya sendiri? Apa lagi sampai mempertontonkan kekerasan di hadapan anak-anaknya. Naudzubillah…..
Dari sisi istri, Islam juga mewajibkan para istri untuk taat kepada suaminya selama sang suami tidak memerintahkan maksiat kepada Allah. Istri wajib melayani suaminya dengan pelayanan terbaik, karena disitulah ladang pahala baginya. Maka, jika suami dan istri sama-sama menjalankan kemakrufan dalam rumah tangganya, niscaya ketentraman dan kebahagiaan pun tercipta.
Dengan demikian, jika kita menilik kekerasan suami kepada istrinya sebagaimana fakta yang terjadi, menunjukkan adanya krisis kepemimpinan dalam diri seorang suami. Tak hanya itu, kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan sebuah cermin atas rapuhnya fondasi bangunan rumah tangga. Mengapa? sebab jika visi misi yang tertancap kuat dalam membangun rumah tangga adalah ingin menggapai rida Allah Swt, sudah tentu suami takkan berani bermaksiat sekecil apapun itu, termasuk menyakiti istrinya. Begitu pun sebaliknya, istri takkan mudah melawan suami karena paham bahwa rida Allah adalah rida suaminya.
Inilah pentingnya sejak awal memilih pasangan dalam berumah tangga, kebaikan agamalah yang wajib menjadi prioritas. Karena kebaikan agama seseorang akan menentukan kebaikan dunia dan akhiratnya. Namun sayangnya, di sistem kapitalistik hari ini, banyak orang yang lebih utama menjadikan aspek kekayaan sebagai pertimbangan dalam memilih pasangan hidup. Begitulah ketika ideologi kapitalisme mengisi benak-benak kaum muslimin hari ini, menjadikan orientasi materi sebagai penentu atas segala sesuatu. Miris!
Sistem Islam Penopang Ketahanan Rumah Tangga
Rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah tentu menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Oleh karena itu, selain dibutuhkan pemahaman Islam pada diri suami dan istri, juga dibutuhkan sistem kehidupan yang mampu menopang ketahanan rumah tangga, yakni sistem Islam. Karena tak bisa dimungkiri, bahwa keharmonisan sebuah keluarga juga ditentukan oleh faktor eksternal. Misalnya saja, KDRT yang dilakukan suami atas istrinya bisa jadi dilakukan karena dipicu oleh persoalan ekonomi. Di sinilah peran negara sebagai pemelihara urusan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan atas setiap individu rakyatnya. Negara wajib menjamin setiap individu rakyatnya mampu memenuhi kebutuhan pokoknya secara layak, yakni mencakup sandang, pangan, papan, serta kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan terwujudnya kesejahteraan, maka tentu saja suasana tentram akan terwujud di dalamnya dan KDRT pun dapat diminimalisasi bahkan dihilangkan sama sekali.
Misalnya lagi, yang saat ini banyak terjadi KDRT dipicu oleh perselingkuhan, maka negara wajib menjamin tatanan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang sesuai syariat, sehingga tidak ada celah sedikit pun untuk bermaksiat apalagi sampai berzina. Negara akan membatasi interaksi laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, kecuali dalam urusan yang dibolehkan syariat. Negara juga wajib menjatuhkan sanksi tegas atas pelaku perzinaan, hal itu demi terjaganya kehormatan laki-laki maupun perempuan dan terjaganya institusi pernikahan dari perselingkuhan.
Dengan demikian, untuk itu semua dibutuhkan tegaknya Khilafah Islamiah yang akan menjadi institusi penerap Islam kaffah. Tanpa Khilafah, Islam hanya sebatas agama ruhiyah yang diadopsi dalam hal peribadatannya semata, tidak menjadi pengatur kehidupan dalam semua aspeknya. Wallahu’alam bis shawwab