Irak makin tidak aman. Di kota Mosul, kaum perempuan mulai menjadi sasaran pembunuhan. Akibatnya, mereka lebih memilih diam di rumah atau jika harus bepergian, ditemani dengan kerabat dengan bekal senjata atau aparat keamanan dari suku mereka masing-masing.
Dalam beberapa minggu ini, warga kota Mosul menyaksikan penemuan mayat-mayat perempuan yang jumlahnya terus bertambah.
Seorang warga bernama Alaa al-Badrani bercerita, sahabatnya, seorang kepala sekolah diculik dari rumahnya di distrik Bakr oleh sekelompok orang bersenjata. Kemudian dia ditemukan sudah menjadi mayat dengan kondisi leher digorok, di sebuah bangunan masih di kota yang sama.
Tetangga-tetangganya yang tidak mau disebut namanya pada situs Aljazeera mengungkapkan, korban pernah menerima ancaman pada tanggal 20 September dan diminta untuk membayar ‘uang perlindungan.’
“Tapi mereka tidak menunggu lebih dari dua jam, sebelum menculiknya. Dia adalah perempuan yang mengagumkan dan sangat relijius, kami tidak tahu mengapa ini semua terjadi padanya,” kata seorang tetangga korban.
Korban pembunuhan lainnya adalah seorang ibu rumah tangga bernama Zuheira. Ia ditemukan tewas pada 28 September kemarin di daerah pinggiran Gogaly, sebelah timur laut kota Mosul.
“Mereka tidak bisa membunuh suaminya, seorang polisi. Sehingga mereka mengambil isterinya…. sungguh tragis,” ujar Salim Zaho, tetangga Zuheira.
Kekerasan di Irak belakangan ini, bukan hanya menjadikan aparat polisi dan tentara sebagai target pembunuhan, tapi juga keluarga mereka.
“Tak seorangpung dari kaum perempuan kami yang aman. Kami harus memiliki pengawal dari keluarga kami yang bisa bersama mereka sepanjang waktu,” sambung Zaho.
Sehari kemudian, polisi kembali menemukam mayat perempuan yang diduga tewas karena dicekik. Polisi belum bisa mengindentifikasi mayat yang juga ditemukan di distrik yang sama.
Awal minggu ini, seorang perempuan bersama dengan anak perempuannya yang masih berusia empat tahun, dilaporkan diculik dari rumahnya di distrik Saa. Mayat perempuan itu ditemukan beberapa jam kemudian di jalan, sementara anak perempuannya masih hidup dan menangis di samping mayat ibunya.
Menurut aparat keamanan di Irak, selain serangan-serangan terhadap kaum perempuan, ancaman-ancaman terhadap kaum perempuan juga meningkat terutama terhadap para pemilik usaha pakaian dan butik.
Di Distrik Sarj Khanah, di mana banyak terdapat butik-butik yang menjual pakaian ala Barat, para pemiliknya kerap mendapatkan pesan-pesan berisi ancaman yang ditempel di depan pintu butik mereka.
Salah satu ancaman itu berisi kecaman terhadap pakaian-pakaian yang dianggap melanggar susila, membiarkan kaum perempuan mengenakan pakaian yang memperlihatkan bahu dan lutut mereka. Ancaman itu juga meminta agar semua patung-patung yang digunakan untuk memajang pakaian, harus ditutup dengan pakaian yang Islami.
Sejumlah ancaman disertai dengan ayat-ayat Al-Quran dan Hadist dan tak jarang disertai dengan ancaman pembunuhan. (ln/aljz)
eramuslim.com