JAKARTA (Arrahmah.com) – Di saat bencana datang bertubi-tubi menimpa negeri dan umat Islam mulai intropeksi diri atas teguran Ilahi, kaum liberal malah menolak mengaitkan bencana dengan adzab Allah SWT. Menurut mereka seluruh bencana alam yang terjadi hanyalah proses alam saja. Masya Allah, keterlaluan…!
Kaum Liberal Tak Percaya Bencana Adalah Adzab Allah SWT
Dalam diskusi bertajuk “Politisasi Bencana” yang digelar oleh Serikat Jaringan untuk Keberagaman (Sejuk) di Jakarta, Jumat (5/11/2010), Ulil Abshar abdalla, tokoh kaum liberal menolak jika bencana yang terjadi adalah adzab dari Allah SWT. Menurutnya telah terjadi salah penafsiran terhadap kitab suci.
“Ada semacam template di kitab suci tentang bencana. Misalnya, ada cerita saat manusia membangkang kepada Tuhan kemudian Tuhan menghancurkan seluruh muka bumi. Nah, waktu sekarang ada bencana, para tokoh ini langsung mengambil template itu. Menurut saya, jangan dihubung-hubungkan, ini proses alam saja.”
“Apa salah Yogyakarta, di sana ada keraton, Muhamadiyah, pesantren juga banyak. Masyarakat Yogya sangat beragama, tetapi dibilang kena azab Tuhan. Ini, kan menyakiti para korban. Mereka sudah tertimpa bencana malah dituduh menerima azab pula.”
Tidak jauh berbeda dengan Ulil, politikus PDI-P, Budiman Sudjatmiko, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu, berharap agar masyarakat termasuk pejabat melihat suatu bencana dengan rasio. Menurutnya, bencana hanya merupakan proses alam, tidak berhubungan dengan azab Tuhan.
“Ini hanya proses yang dialami bumi saja, seperti manusia yang tumbuh, kena sakit kepala atau flu. Hanya seperti itu saja. Maka jadikan manusia sebagai subyek bencana, bukan obyek yang berdosa kemudian diazabkan,” ungkapnya.
Adzab Umum Tidak Hanya Menimpa Orang Dzalim
Tidak aneh jika kaum liberal menolak bencana dikaitkan dengan adzab Allah SWT, itulah kekhasan pola pandang dan fikir mereka tentang kehidupan, yakni sekuler atau berusaha memisahkan antara dunia dan akhirat. Dengan demikian, mereka selalu melepaskan dan meninggalkan ayat-ayat Allah SWT baik Al Qur’an maupun hadits-hadits di dalam berkehidupan dan selalu mengedepankan rasio atau akal sehat semata.
Mereka lupa jika kemaksiatan telah merajalela dan amar ma’ruf nahi munkar tidak lagi dijalankan, maka Allah SWT akan menurunkan siksa atau adzabnya tidak hanya kepada orang-orang yang melakukan kedzoliman saja diantara mereka, akan tetapi secara umum, tidak lagi pilih-pilih.
Allah SWT berfirman:
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal (8) : 25)
Gempa Di Masa Nabi SAW & Sahabat
Ustadz Ahmad Syahirul Alim, Lc menulis :
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”
Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”
Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.
Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, “Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian’.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya.”
“Allah berfirman, ‘Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan tobat ataupun zakat). Lalu, dia mengingat nama Tuhannya, lalu ia sembahyang.” (QS Al-A’laa [87]:14-15). Lalu katakanlah apa yang diucapkan Adam AS (saat terusir dari surga), ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak jua ampuni dan menyayangi kami, niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi.”
“Dan katakan (pula) apa yang dikatakan Nuh AS, ‘Jika Engkau tak mengampuniku dan merahmatiku, aku sungguh orang yang merugi’. Dan katakanlah doa Yunus AS, ‘La ilaha illa anta, Subhanaka, Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim’.”
Jika saja kedua Umar ada bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena rentetan “teguran” Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung diabaikan. Maka, sebelum Allah menegur kita lebih keras, inilah saatnya kita menjawab teguran-Nya. Labbaika Ya Allah, kami kembali kepada-Mu.
Jadi, masihkah menolak untuk tobat dan kembali kepangkuan syariat Islam?
Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)