BEIRUT (Arrahmah.id) — Menteri Dalam Negeri Libanon awal tahun ini melarang pertemuan dan acara LGBT+. Tetapi kemudian, larangan itu ditangguhkan atas keputusan Pengadilan Tinggi Administrasi karena desakan-desakan dari kelompok lain.
Dilansir dari Alaraby (16/11/2022), Pengadilan Administratif Tertinggi Libanon, Dewan Syura Negara itu telah menangguhkan penerapan keputusan awal tahun ini untuk melarang pertemuan LGBT+ di negara tersebut.
Menteri Dalam Negeri Bassam al-Mawlawi telah menginstruksikan Pasukan Keamanan Dalam Negeri untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah segala jenis perayaan, pertemuan, atau pertemuan oleh komunitas LGBT+ pada Juni lalu.
Keputusannya datang sebagai tanggapan atas tekanan dari lembaga-lembaga keagamaan, khususnya otoritas Islam tertinggi di negara itu, Dar al-Fatwa.
Langkah tersebut memicu kemarahan dan kecaman yang meluas dari banyak orang tetapi mendapat tepuk tangan dari yang lain.
Langkah Dewan Syura untuk membatalkan keputusan tersebut muncul setelah banding yang diajukan pada Agustus oleh kelompok nirlaba Helem yang berbasis di Beirut, yang mengadvokasi hak-hak LGBT+, dan The Legal Agenda, sebuah organisasi penelitian dan advokasi.
Menurut keputusan dewan, pasukan keamanan tidak akan memiliki dasar hukum atau konstitusional untuk melarang atau membubarkan pertemuan semacam itu.
Helem mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penangguhan larangan itu adalah “langkah positif untuk melindungi komunitas yang terpinggirkan di Lebanon ,” tetapi menambahkan bahwa itu adalah penangguhan sementara, hanya berlaku sampai Dewan mengeluarkan keputusan akhir.
Helem mengatakan seruan bersama dengan The Legal Agenda menentang keputusan menteri dengan alasan melanggar hak konstitusional dan menghasut kekerasan dan kebencian terhadap masyarakat yang terpinggirkan, yang seharusnya dilindungi Negara.
“Langkah ini memperkuat posisi hukum kaum LGBTQ di Libanon,” tambah Helem.
Anggota komunitas LGBT+ menikmati lebih banyak kebebasan di Libanon daripada di negara-negara Arab lainnya, tetapi masih kekurangan hak yang sama dan sering menghadapi pelecehan. (hanoum/arrahmah.id)