MANILA (Arrahmah.com) – Presiden Filipina Rodrigo Duterte menghidupkan kembali perang kata-kata dengan Amerika Serikat pada Selasa (25/10/2016). Dia marah kepada Duta Besar AS untuk Filipina, Philip Goldberg yang terus mengusik Filipina dengan masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Saat memberikan sambutan di bandara Manila sebelum ia berangkat untuk kunjungan resmi ke Jepang, Selasa (25/10), Duterte kembali membidik AS. Dia mengomentari pidatonya yang diucapkan seminggu yang lalu di Beijing, yang mana ia menyatakan akan menghakhiri hubungan dengan AS. Duterte mengatakan “Amerika telah kalah”.
Dalam sambutannya itu, Duterte menegaskan akan memenuhi janjinya saat kampanye Pemilu bahwa dia akan menindak kejahatan, khususnya kejahatan narkoba di Filipina.
“Anda tahu, saya tidak memulai perseteruan ini. Mereka yang memulainya,” katanya, mengacu pada komentar tentang catatan HAM-nya, yang dibuat oleh Duta Besar AS untuk Filipina, Philip Goldberg.
“Mereka yang memulainya, kemudian memunculkan masalah hak asasi manusia, Departemen Luar Negeri, Obama, Uni Eropa. Mereka melakukan ini padaku. Lalu mereka berkata, kami akan memotong bantuan kami. Jadi saya berkata kepada mereka, ‘bangsat, jangan menjadikan kami anjingmu, seolah-olah saya ini anjing yang diikat tali, dan Anda melemparkan beberapa roti, di mana saya tidak bisa mencapainya,” ungkap Duterte kesal.
“Duta Besar mengatakan sesuatu yang sangat tidak mengenakkan. Anda tidak seharusnya melakukan itu karena dalam pemilihan umum di negara lain, Anda harus berhati-hati dengan mulut Anda.”
Duterte mengatakan, bahwa Washington harus melupakan semua penawaran bantuan militer untuk Filipina selama dia tetap berkuasa.
Duterte akan menghapuskan kerja sama militer dengan AS, termasuk latihan gabungan yang rutin digelar setiap tahun.
Duterte juga mengecam kehadiran tentara AS di Filipina dan mengancam akan membatalkan kesepakatan kerja sama pertahanan kedua negara.
Salah satu kesepakatan pertahanan kedua negara adalah Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA) yang telah disepakati Presiden AS Barack Obama dan mantan Presiden Filipina benigno Aquino pada April 2014 lalu. Pakta pertahanan ini memungkinkan peningkatan kehadiran tentara AS di Filipina..
“Saya tidak ingin melihat seorang militer pun dari negara lain (di Filipina), kecuali tentara Filipina,” tegasnya.
“Cepat atau lambat, saya ingin sebuah kebijakan yang independen di mana saya tidak perlu menyetujui orang lain,” lanjutnya.
(ameera/arrahmah.com)