(Arrahmah.com) – Pada bulan yang mulia ini, perasaan kaum muslimin kembali teraduk-aduk dengan berbagai kasus yang menimpa mereka. Bulan yang seharusnya menjadi bulan penuh berkah, ketenangan dan semangat tinggi untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta, harus diwarnai dengan berbagai kasus yang membuat kaum muslimin harus berbagi perhatian. Ramainya kasus ibu Saeni, kampanye buka bersama atas nama toleransi yang membawa salah satu nama bu nyai besar di Indonesia, dan sekarang kasus vaksin palsu.
Dari berbagai sumber diberitakan bahwa vaksin palsu telah beredar sejak tahun 2003. Tiga belas tahun berdagang vaksin palsu dan baru ketahuan sekarang menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah dalam menjamin kualitas dan Keamanan barang konsumsi konsumen dalam hal ini vaksin. Hal ini justru berbanding terbalik dengan gencarnya kampanye penggunaan vaksin yang pemerintah lakukan bahkan terkesan di “wajibkan” dengan cara memberikan tekanan bagi siapa saja yang memilih tidak memvaksin anaknya. Meski vaksin mengalami pro dan kontra dikalangan masyarakat, namun disini seharusnya ada upaya pemerintah untuk mendukung kampanye vaksinnya dengan pengawasan yang ketat terhadap keasliannya, bahkan di negeri mayoritas muslim ini, tentunya kehalalannya juga. Seandainya dikatakan, kasus ini adalah bentuk operasi pasar oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab atau kelalaian oknum nakes, tentu menjadi janggal. Karena operasi ini terbungkus rapi selama tiga belas tahun. waktu selama itu, menegaskan bahwa ada kondisi di mana bangsa ini belum terurus optimal dalam segala aspek kehidupan, termasuk keselamatan.
Sebenarnya kalau kita amati, kasus vaksin palsu ini hanya satu dari sekian banyak kasus pemalsuan barang konsumsi di negara kita ini.Masih terus lakunya barang palsu ini, sering dikarenakan iming iming kemiringan harga yang ditawarkan. Jadi kasus seperti vaksin palsu ini, jika ditelisik lebih dalam adalah permasalah sistemik, yang tidak berdiri sendiri. Adanya keterkaitan dengan aspek lain, menyebabkan penyelesaiannya juga membutuhkan penyelesaian sistemik. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah, tenaga Nakes yang kualitasnya perlu untuk ditingkatkan, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, juga biaya kesehatan yang terkadang tidak terjangkau, adalah perpaduan dari faktor penyebab beredarnya vaksin palsu. dan yang paling utama adalah paham sekulerisme kapitalisme yang diadopsi negeri ini,bagi orang – orang yang gelap mata, akan terus berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menghalalkan segala macam cara. tidak peduli jika harus mengancam nyawa manusia. Apalagi pertimbangan aspek pahala dan dosa, karena urusan dunia akan dijauhkan sejauh jauhnya dari agama.
Dari sini kita perlu berpikir ulang, mengenai rapuhnya pondasi yang dipakai negeri ini. mungkin sekian banyak kasus yang terjadi, merupakan bahan evaluasi untuk semakin yakin akan sistem yang ditawarkan islam. Aturan yang datang dari sang maha pencipta. Wallahu a’lam.
Ririn umi Hanif, Pemerhati Ibu dan Anak , Gresik
(*/arrahmah.com)