JAKARTA (Arrahmah.com) – Kasus kematian Siyono akibat penyiksaan aparat Densus 88 mengungkap sejumlah borok aparat kepolisian Republik Indonesia. Selain penyiksaan, uang sogok untuk keluarga Siyono mengembuskan aroma korupsi sebagaimana pernah terungkap pada waktu lalu rekening gendut sejumlah petinggi Polri.
Dalam konferensi pers hasil autopsi kematian Siyono di kantor Komnas HAM Jakarta, Senin (11/4/2016). Koordinator badan pengurus KontraS meminta pertanggung jawaban hukum Polri atas kematian Siyono diluar sidang kode etik dan disiplin internal Polri.
Dia juga meminta Polri diaudit terkait sumber dananya yang berasal dari 30 negara, sembari mengutip sebuah situs yang menginformasikan hal itu.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mempertanyakan kasus Siyono. Termasuk soal dugaan Siyono sebagai teroris.
“Apakah betul Siyono seorang teroris, sehingga harus ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror,” ujar Desmond mempertanyakannya, dalam rapat dengar pendapat Komisi III terkait kematian Siyono, di Jakarta, Selasa (12/4/2016), lansir Antara.
Dia menyebutkan catatan berikutnya apakah betul Siyono tewas karena berkelahi melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat ditangkap dan diperiksa. Komisi III juga mempertanyakan uang yang diberikan kepada keluarga Siyono.
Menurut Desmond, pemberian uang itu merupakan wajah polisi sebagai penegak hukum dalam menghargai nyawa seseorang.
“Uang itu juga berbicara terkait dengan pernyataan Kapolri serta tindakan dan tanggung jawab Densus 88 dalam penanganan Siyono sebagai terduga teroris,” ujarnya pula.
Desmond mengatakan Komisi III akan mendorong sanksi bagi aparat negara yang terbukti telah melakukan pelanggaran, termasuk Densus 88 dalam penanganan terorisme itu.
“Namun, dorongan Komisi III untuk memberikan sanksi kepada aparat negara selalu mendapat penolakan dari mitra-mitra kami,” katanya lagi.
Menanggapi catatan yang disampaikan Desmond, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan pihaknya hanya bisa memberikan jawaban untuk pertanyaan tentang apakah Siyono tewas karena berkelahi atau tidak.
“Pertanyaan apakah Siyono benar teroris atau tidak, hanya bisa dijawab oleh Densus 88. Kami hanya bisa menjawab dalam hal hak asasi manusia,” katanya pula.
Imdadun mengatakan dalam penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM, tidak ditemukan tanda-tanda Siyono melakukan perlawanan. Hal itu terlihat dari tidak adanya bekas-bekas luka di tangan pada jenazah Siyono.
Menurut hasil autopsi yang dilakukan tim dokter Muhammadiyah, penyebab kematian Siyono adalah rasa sakit akibat patah tulang rusuk yang menembus jantung.
(azmuttaqin/arrahmah.com)