JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi menegaskan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus diselesaikan secara proporsional melalui proporsionalisasi tugas dan wewenang kenegaraan dan kebangsaan secara utuh.
“Ini untuk ketenangan negara dan bela negara,” katanya di depan para alim ulama di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kemenhan, Jumat (11/11/2016), lansir Republika.
Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengingatkan negara dan kekuasaan harus pada posisi netral dan tidak digunakan untuk kepentingan pro dan kontra kasus Ahok.
Negara dan kekuasaan bersikap melindungi sebagai pamong yang mengayomi seluruh elemen bangsa. Karena kekuasaan Supra struktur negara tidak selayaknya dipakai untuk mencampuri urusan demokratisasi proses Pilgub DKI.
Menurut Hasyim, Gubernur petahana DKI Jakarta yang maju sebagai calon harus cuti sebagai gubernur agar tidak menggunakan kekuasaan Supra struktur di pemprov nya. “Logikanya kekuasaan yang lebih tinggi pun tidak boleh digunakan untuk pemihakan proses demokratisasi itu,” tuturnya.
Hasyim yang juga Sekjen International Conference of Islamic Sholars (ICIS), ini mengungkapkan bila kekuasaan negara melakukan pemihakan, dengan sendirinya, aparat pelaksana di lapangan ikut terlibat dalam pemihakan baik langsung maupun tidak langsung, terang-terangan atau terselubung.
Padahal aparat kekuasaan di bawah setiap saat harus berhubungan baik dengan masyarakat, dalam segala bidang kemasyarakatan dan berjalan secara permanen. “Apabila diganggu dalam pemihakan sebuah kasus, akan merugikan hubungan antara aparat dan masyarakat,” paparnya.
Hasyim juga mengingatkan yang berkewajiban mendukung proses pencalonan di DKI adalah partai partai pengusung dan pendukung sebagai infrastruktur negara ditambah tim sukses masing-masing calon. “Bukan Supra struktur kekuasaan negara,” ujarnya.
Pada pengujung sambutannya, Hasyim juga mengajak umat Muslim yang merasa tersinggung dengan kasus Ahok juga harus proporsional. Artinya, fokus pada tuntutan keadilan dan hukum pada kasusnya itu dan tidak perlu melebar kemana-mana yang hanya memberikan peluang kepada penumpang-penumpang yang tidak proporsional baik dari dalam dan luar negeri.
Umat Islam Indonesia memiliki hak meminta keadilan dan kepastian hukum kepada negara, dan negara pun mempunyai kewajiban memproses secara benar dan adil. Bagaimanapun proses tersebut merupakan kewajiban negara kepada bangsanya berdasarkan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku untuk masalah kasus tersebut.
(azm/arrahmah.com)