JAKARTA (Arrahmah.com) – Belajar dari kasus First Travel, pemerintah perlu merumuskan perlindungan hukum untuk masyarakat.
“Ini korbannya kan sampai puluhan ribu orang, seharusnya kedepan ada upaya preventif. Saat ini Kementrian Agama sudah menyampaikan batas minimal biaya umroh, hal ini perlu ditindaklanjuti dengan tim investigasi. Sehingga ketika ada travel yang menawarkan harga umroh jauh dibawah nilai keekonomisan, pihak kemenag bisa terjun melakukan audit. Hal ini untuk memastikan bahwa skema bisnis mereka itu benar adanya” papar Sekjend PAHAM Indonesia Dr. Rozaq Asyhari dalam diskusi “Analisis Hukum Skema Ponzi Dalam Bisnis” yang diselenggarakan Paham Indonesia (25/8/2017).
Dia juga menyampaikan tidak mudah menyimpulkan bahwa First Travel menggunakan skema ponzi,
“Apakah Fisrt Travel menggunakan skema ponzi atau tidak, hanya bisa dibuktikan dari penelusuran aliran dana yang dilakukan oleh PPATK. Jika terlihat bahwa dana yang dihimpun dari jamaah digunakan untuk membiayai perjalanan umroh angkatan sebelumnya, maka itu termasuk skim ponzi.” papar Rozaq.
Lebih lanjut Rozaq menyampaikan bahwa konsep ponzi adalah seperti money game, menggunakan dana yang masuk belakangan untuk membiayai transaksi sebelumnya.
“Jadi, jika terbukti jamaah umroh yang bayar sekarang untuk keberangkatan 2018 anggarannya digunakan untuk memberangkatkan mereka yang sudah daftar di 2016, itu adalah bukti mereka menggunakan skema ponzi.” tukasnya
Hasil dari diskusi tersebut menyebutkan bahwa tawaran umroh dengan biaya murah dapat menjadi modus untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dengan skema ponzi. Karenanya, direkomendasikan perlunya keterlibatan Kemenag dalam pengawasan dan pembinaan travel umroh dan haji yang berskala besar. Jangan sampai skim umroh murah digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dijadikan
(azmuttaqin/arrahmah.com)