Oleh : Henny Ummu Ghiyas Faris
(Arrahmah.com) – Sebagaimana diketahui Presiden Jokowi meluncurkan program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Ketiga kartu tersebut memang andalan Sang Presiden, dan dibagikan untuk kesejahteraan warga.
Masing-masing kartu mempunyai fungsi berbeda, seperti KKS berfungsi untuk memberikan bantuan sosial langsung kepada warga. Kartu ini berfungsi selama 5 tahun. Dananya bisa diambil melalui kantor pos dengan menggunakan nomor ponsel yang sudah dibagikan, di mana berfungsi layaknya rekening. Sedangkan KIS, berfungsi sebagai kartu untuk berobat. Kartu tersebut bisa dibawa jika warga ingin berobat. Kartu itu bisa langsung digunakan, jika sakit langsung dibawa saja. Tidak bisa diwakilkan, karena setiap orang mendapatkan kartu tersebut masing-masing.
Adapun KIP, bisa dibawa ke sekolah swasta atau negeri. Dengan menunjukkan KIP ke sekolah disertakan KK dan kartu penunjuk lainnya, kartu ini bisa digunakan. Bagi yang belum mendapatkan KIP bisa mendaftar ke sekolah masing-masing. Orang nomor satu di Indonesia menyebutkan, masyarakat dapat mencairkan dana KIP pada pertengahan bulan Juni 2015 mendatang tepat pada penerimaan siswa baru. Besaran dana KIP berbeda setiap tingkatan.
Untuk mendapatkan kartu sakti gagasan Jokowi tersebut, warga mesti mengantre di kantor Pos dan ada warga harus menelan kekecewaan karena belum juga mendapatkan kartu sakti, walaupun sudah mengantre sejak pagi.
Kartu-kartu itu diperuntukkan bagi masyarakat. Benarkah kartu itu sakti sesuai dengan jargonnya sebagai “Kartu Sakti?” yaaa, maksudnya kartu yang memang benar-benar bisa membawa masyarakat keluar dari belenggu kesulitan hidup.
Kenyataannya yang terjadi sangat berbeda dengan tujuan kartu-kartu tersebut diadakan, seperti yang diberitakan di regional.kompas.com (minggu, 7/06/2015) Kartu Indonesia Sehat (KIS) andalan Presiden Jokowi baru sepekan dibagikan kepada warga miskin di Mamuju Utara, Sulawesi Barat, ditolak oleh RSUD setempat. Warga yang mengalami gangguan pencernaan, harus menelan kekecewaan karena tak mendapat penanganan dokter rumah sakit. Dia merasa ditelantarkan pihak rumah sakit, karena tak memberikannya penanganan yang dibutuhkan. Sementara itu,kartu KIS dan BPJS Kesehatan tidak diterima pihak rumah sakit. Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi mengancam pihak rumah sakit yang tak memberikan layanan semestinya kepada pemegang KIS. Menurutnya KIS harus dilayani oleh rumah sakit, karena sejatinya hal itu dibayar oleh negara. Kepala Negara meminta jika ada masyarakat pemegang KIS tidak dilayani (nasional.kompas.com, 04/05/2015)
Jika kenyataannya seperti itu, kartu-kartu itu tak lagi memiliki fungsi sesuai jargonnya. Apa artinya pemegang kartu sakti kalau cuma jadi pajangan saja ? Tetap saja tak diperhatikan, padahal warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
Banyak warga yang berharap kartu sakti nantinya bisa lebih baik dari Jamkesmas. Pasalnya, pelaksanaan Jamkesmas masih menemui banyak kendala. Biasanya pada Jamkesmas klaim dan pelayanan rumah sakit kurang maksimal kadang dinomorduakan. Seringkali penerima Jamkesmas mendapat pelayanan yang berbeda dari pasien yang lainnya, pelayanannya tidak secepat yang bayar.
Harapan rakyat hanya tinggal harapan, kompensasi yang diberikan pemerintah Jokowi-JK berupa tiga “kartu sakti” tidak akan mampu menutupi dampak dari berbagai masalah yang membelit. Contoh nyata adalah kenaikan harga BBM, yang dampak jauh lebih luas “menghantam” seluruh lini kehidupan masyarakat. Baru rencana kenaikan harga BBM saja, harga barang-barang pokok sudah naik duluan.
Siapapun pemimpinnya, selama sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini, maka pemimpinnya akan terus menerus mengikuti keinginan asing. satu-satunya penguasa yang peduli dan membela rakyat adalah pemimpin yang menerapkan syariat Islam dan Khilafah. Penerapan syariah secara kaffah akan mewujudkan kebaikan bagi semua, baik Muslim maupun non Muslim, karena risalah Islam memang diturunkan untuk semua manusia (rahmatan li al-‘aalamiin). Penerapan syariah secara kaffah itu akan melahirkan perlindungan terhadap agama, akal, harta, jiwa, keturunan, keamanan, serta terwujudnya keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Muslim maupun non Muslim akan merasakan kebahagiaan hidup di dalamnya. Fakta sejarah peradaban Islam yang membentang selama lebih dari 1400 tahun menjadi bukti nyata kemampuan Islam untuk memberikan kerahmatan itu.
Tidak ada yang perlu ditakutkan dari syariah dan khilafah, karena keduanya adalah dari Islam yang pasti akan membawa kebaikan. Ketika hukum-hukum Allah ditegakkan secara sempurna di dalam bingkai khilafah, kebaikan dan keberkahan pasti akan dilimpahkan Allah Subhanahu Wa Ta’aalaa.
Waallahu a’lam bish-Shawaab.
(*/arrahmah.com)