MANILA (Arrahmah.com) – Kelompok hak asasi manusia dan ormas agama telah menyuarakan penolakan terhadap proposal untuk menerbitkan kartu identitas khusus Muslim Filipina sebagai bagian dari rencana untuk membasmi ekstremis di Filipina selatan, Eurasia Review melaporkan Senin (10/7/2017).
Langkah ini dinilai diskriminatif dan menyoroti isu agama dalam konflik tersebut, kata Suster Famita Somogod dari kelompok Misionaris Pedesaan Filipina
Dia mengklaim bahwa konflik di Mindanao “tidak terkait agama” yang menurutnya telah “berulang kali disalahgunakan sebagai alasan” untuk menciptakan keretakan antara kaum Kristen dan Muslim.
Gubernur Mujiv Hataman dari Daerah Otonom di Mindanao Muslim mengatakan bahwa “kebijakan tersebut secara jelas mendiskriminasikan” Muslim dan “dapat menjadi modus yang berbahaya.
Mujiv mengatakan bahwa skema tersebut juga dapat “memicu kemarahan di kalangan kaum muda Muslim yang merupakan target utama perekrutan kelompok ekstremis.”
Ia menambahkan persyaratan kartu identitas ini harus diterapkan pada setiap penduduk, tidak hanya untuk ummat Islam.
Sementara itu, Human Rights Watch mengatakan bahwa langkah tersebut mengancam “untuk lebih memilih Muslim sebagai bagian dari upaya kontra-terorisme resmi.”
Kelompok tersebut mengatakan bahwa penerbitan kartu identitas ummat Islam dapat melanggar hak untuk melindungi hukum, kebebasan bergerak, dan hak-hak dasar lainnya.
Ebra Moxsir, presiden Dewan Imam Filipina mengatakan bahwa kelompoknya hanya akan mendukung sistem ID “jika diterapkan pada semua, bukan hanya Muslim.”
Penerapan sistem ID merupakan respon terhadap kegagalan para pemimpin Muslim di Marawi untuk mencegah kelompok ekstremis memasuki kota. (althaf/arrahmah.com)