BONE (Arrahmah.com) – Isu terorisme yang dilakoni Polisi di Indonesia semakin terkuak busuknya satu persatu. Pasalnya 11 orang warga Desa Liliriawang, Kecamatan Bengo Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan mengaku diperas dengan cara dimintai uang oleh salah seorang Kepala Kepolisian Sektor, dengan iming-iming dihapus dari daftar terduga teroris.
“Kami harus bayar Rp 3 juta supaya nama kami dihapus dari daftar terduga teroris,” ungkap Syamsul Alam, salah satu warga itu, lansir Tribunenews Kamis (26/12/2013).
Awal peristiwa pemerasan bermula dari penembakan hingga meninggal dunia seorang warga yang dituduh sebagai “teroris” Suardi (51), oleh budak Amerika dan Australia Densus 88 pada Kamis (17/10/2013). Inna lillahi wa inna ilahi rojiun.
Pasca meninggalnya Suardi, 11 warga yang lagi-lagi dicurigai sebagai rekan Suardi diperiksa oleh kepolisian terkait pengajian mereka.
Kesebelas warga itu adalah Syamsu Alam, Ilham, Jainuddin, Bachtiar, Darwis, Emmang Labase, H Hasse, Habib, Firman, Aco, dan Masaile. Mereka tak ditahan meski menjalani beberapa kali pemeriksaan di kepolisian.
Sementara pihak kepolisian yang dikonfirmasi terkait dengan pengakuan warga ini mengaku belum mendapatkan laporan dan menyarankan agar warga yang keberatan segera melaporkan hal ini ke Mapolres setempat.
“Belum ada laporan dan kalau memang ada yang merasa dirugikan silakan melapor ke kantor pasti kami akan proses,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Bone, AKP Ali Tahir.
Pergeseran isu teroris
Sebelumnya, Direktur CIIA Harits Abu Ulya pernah menganalisa, “Dari fakta ini masyarakat harus sadar bahwa teror dan terorisme sudah mengalami pergeseran sedemikian rupa.Dan betapa bahayanya jika “teror” dilakukan oleh aparat dengan memuntahkan peluru hanya untuk kepentingan memberantas terorisme.Dan alasan “teror” dibuat hanya untuk menjadi triger kesiapan aparat menjadi sangat klise sekali.Ini menjadi sampel penting,bukan tidak mungkin teror-teror yang menjamur di Indonesia adalah produk dari sebuah “rekayasa” untuk mencapai target-target tertentu.”
“Harusnya ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat, dan menjadi “amunisi” masyarakat terutama stackholdernya untuk memberi masukan dan kontrol bagi semua institusi negeri ini yang hendak menegakkan keadilan.Keadilan tidak bisa tegak dengan cara-cara yang justru mencederai rasa keadilan,” pungkasnya. (azm/arrahmah.com)