MEDAN (Arrahmah.com) – Anggota kepolisian masih banyak yang melanggar hak asasi manusia (HAM). Hal ini diakui oleh Kapolda Sumut, Irjen Oegroseno.
“Kita akui pelanggaran HAM yang dilakukan oknum Polri masih tinggi, makanya perlu tindakan tegas bagi pelaku,” kata Kapoldasu Irjen Pol Oegroseno kepada Waspada, Jumat (17/12/2010) malam.
Ketidakmampuan mengendalikan diri dan emosi, menurut Kapolda, menjadi penyebab tingginya pelanggaran HAM oleh anggota kepolisian.
Oegroseno mencontohkan, pelanggaran HAM yang dilakukan kepada Zainal Abidin yang ditembak karena dituduh membunuh Komisaris PT Sewangi Sejati Luhur, Kesuma Wijaya. Padahal vonis Pengadilan Negeri (PN) Medan membebaskan juru parkir tersebut dari segala tuduhan. Kemudian, tindakan arogansi ditunjukkan mantan Kapolresta Pematangsiantar AKBP Fathori yang diduga menganiaya seorang wartawan di dalam tahanan di Mapolresta P Siantar.
Sebagai tindakan yang diterima, AKBP Fathori dicopot dan diproses oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut. “Harus dijunjung tinggi HAM, jika ada pelanggaran ini sudah tidak ampun dan harus proses. Jika terbukti berikan sanksi tegas,” ujarnya.
Ia menuturkan, tindakan kekerasan yang masih akrab dengan anggota kepolisian dalam penangganan kasus sebenarnya sudah tidak perlu lagi. Karena undang-undang dalam KUHAP menyatakan tersangka berhak diam dan memberikan keterangannya di hadapan Pengadilan.
“Jadi tersangka diproses berdasarkan alat bukti saja, keterangannya nanti di pengadilan,” tandasnya.
Menjawab data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan bahwa hingga November 2010 terjadi 42 kasus kekerasan menimpa masyarakat sipil. Kemudian, dari jumlah itu, sebanyak 32 kasus kekerasaan yang dilakukan pihak kepolisian, antara lain 14 kasus penembakan, penganiayaan, pemerasaan, penyiksaan, dan penggusuran, mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu menuturkan, peran Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) sebagai yang berhak menyelidiki polisi bermasalah harus ditingkatkan.
“Fungsi pengawasan internal oleh Propam harus dikuatkan lagi. Dan juga pengawasan oleh atasan. Kalau pengawasan oleh atasan bagus, kesalahan bawahan bisa kecil,” tandasnya.
Soal sanski pemecatan dengan tidak hormat (PDTH) bagi polisi yang melakukan pelanggaran HAM, jenderal bintang dua itu menegaskan, bisa saja terjadi. “Itu bisa saja. PDTH itu banyak dilakukan terhadap anggota yang dinilai tidak layak dipertahankan lagi menjadi anggota Polri. Dan itu terutama yang disersi (lari dari tugas),” tegasnya. (hid/arrahmah.com)