Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi
Berubahnya istilah gerakan separatisme di Papua menimbulkan perselisihan argumentasi di kalangan aparatur negara. Seperti belum lama ini, Polri dan TNI berbeda pendapat terkait perubahan penyebutan teroris yang selalu berulah di daerah yang dulu dikenal dengan nama Irian Jaya, yaitu dari KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Alasan pergantian nama tersebut menurut panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto karena kelompok ini menamai dirinya sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau OPM (Organisasi Papua Merdeka). walaupun demikian, TNI tetap tidak menolerir OPM. Selain keberadaanya selalu membuat teror, mereka melakukan pembunuhan, pemerkosaan terhadap guru, nakes, masyarakat, TNI, dan Polri. Sementara Polri, yang diwakili Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz, AKBO, Bayu Suseno mengatakan belum ada arahan untuk mengubah istilah ke OPM. Pihaknya masih merujuk pada sebutan KKB. (cnn.indonesia.com, 12/4/24)
KKB menjadi OPM menuai reaksi dari berbagai kalangan. Menurut pengamat militer, Anton Aliabbas mengatakan bahwa perubahan tersebut merupakan Langkah maju bagi TNI. Sebab selama ini aparat militer terlihat menghindari penyebutan OPM karena terkait gerakan separatisme. Sebaliknya Mayor Jenderal TB Hasanudin (purnawirawan), anggota komisi I DPR pergantian istilah itu justru akan mengakibatkan dampak negatif di dunia internasional. Julukan OPM bisa menimbulkan simpatik dari negara-negara yang mendukung perjuangan Papua Merdeka.
Sedangkan Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya mengingatkan kalau pergantian nama itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari pemerintah bagi masyarakat yang tinggal di Papua. Khususnya untuk menjaga agar tidak ada korban yang berjatuhan. Di pihak lain, pakar hubungan internasional UGM Dafri Agus Salim menekankan supaya negara dalam hal ini kementerian luar negeri untuk berhati-hati terhadap respon dunia internasional atas peralihan nama gerakan separatisme di Papua. Ia memperkirakan akan ada tanggapan lebih keras lagi. Sehingga untuk mengantisipasinya Kemenlu agar memperkuat diplomasi. Terutama dengan negara-negara yang berpotensi memberikan dukungan kepada OPM. (Tempo.com, 12/4/24)
Persoalan KKB beralih OPM bukanlah hal yang perlu diributkan. Bukankah dari dulu namanya Organisasi Papua Merdeka? Asal muasal kelompok ini muncul sejak tahun 1965 akibat perlakuan tidak adil yang diterima warga Papua oleh negara. Karenanya gerakan ini didirikan dengan tujuan ingin lepas dari kesatuan wilayah Indonesia. Tapi pemerintah Indonesia berhasil menjadikan wilayah tersebut menjadi bagian dari salah satu provinsi. Namun ada sebagian kelompok yang tidak menyetujui. Hingga tetap ingin berdaulat merdeka.
Lemahnya peran Negara
Wajar, bila Papua ingin memisahkan diri, karena walaupun sudah menjadi bagian dari wilayah Indonesia, perkembangannya jauh berbeda dengan provinsi lainnya. Pembangunan belum merata, jauh dari kehidupan yang sejahtera. Pun rendahnya pendidikan, minimnya pelayanan kesehatan, dan masalah lainnya. Sampai mereka merasa dipinggirkan, dan didiskriminasikan.
Padahal Papua memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Sayangnya kekayaan tersebut dikerok, dan dinikmati oleh para kapitalis. Sedangkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Belum lagi kekayaan lainnya seperti flora dan fauna serta keelokan alam yang indah membuat siapa pun terpana bila melihat bumi cenderawasih ini.
Karenanya, pemerintah wajib menindaklanjuti atas kejahatan yang mereka lakukan. Hanya saja bila negara bertindak tegas terhadap kelompok kriminal ini, dikatakan telah melanggar HAM. Tapi bila dibiarkan maka akan mengganggu keselamatan masyarakat di Papua. Karenanya semestinya negara paham bahwa penyebab yang paling mendasar atas terjadinya pemberontakan, yakni ketidakadilan pengurusan pemerintah Indonesia dan adanya kepentingan asing. Oleh sebab itu, negara harus menyelesaikan masalah tersebut secara serius dan tuntas sampai ke akar-akarnya. Namun, hal itu tidak mungkin bisa terjadi, selama penguasa masih menerapkan sistem rusak kapitalisme.
Demikian halnya dalam penerapan ekonomi kapitalis menjadikan pembangunan yang tidak merata. Hanya berpusat pada wilayah yang perputaran ekonominya baik. Sementara Papua karena kurangnya perhatian dan eksplorasi dari pemerintah pusat menjadi daerah miskin dibandingkan dengan daerah lainnya. Meskipun ada pembangunan di sana, namun tidak membuat rakyatnya hidup sejahtera.
Ketegasan Negara dalam Islam
Negara dalam Islam berperan sebagai penjaga dan pelindung bagi rakyat. Secara umum memiliki 4 fungsi. Yaitu melakukan ketertiban dan keamanan, mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, menjaga pertahanan, serta menegakkan keadilan. Disamping itu, peran negara sangat diharapkan oleh umat. Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya……” (HR. Bukhari dan Muslim).
Karenanya Islam tidak akan membiarkan rakyat hidup sengsara. Melalui kebijakan negara masyarakat akan dipenuhi kebutuhan kepala per kepala. Seperti sandang, pangan, papan, memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut negara mengambil dari Baitul mal yang pemasukannya dari pendapatan besar. Seperti jizyah, fai, kharaj, ghanimah sampai pengelolaan sumber daya alam lainnya.
Negara juga tidak membedakan rakyat muslim dengan nonmuslim. Negara tetap hadir untuk menjalankan tugasnya sebagai pengurus rakyatnya. Karena itu, Islam menjamin semua kebutuhan pokok dan melindungi umat dari keadaan apapun.
Begitupun dalam penanganan, negara akan menghukum dengan tegas dan adil siapa saja kelompok separatis yang ingin memisahkan dari wilayah Islam. Karena itu menjaga kesatuan adalah kewajiban bagi rakyat, dan memisahkan dari kesatuan negara adalah keharaman. Maka setiap pelaku bughat atau makar akan diperangi. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Maidah ayat 33, yang artinya:
“Hukuman bagi orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.”
Demikianlah agar tidak terlahir gerakan separatisme seperti di Papua, dan rakyat tak berani berbuat bughat, maka dibutuhkan sikap tegas dan keberanian negara dalam mengatasinya. Semua itu akan terwujud bila ditopang oleh sistem sahih yang lahir dari Sang Maha Pencipta Allah Swt. Maka sudah waktunya umat berpaling dari sistem kufur dan kembali kepada Islam kafah yang akan mampu memberantas segala permasalahan yang terjadi, seperti separatisme di Papua.
Wallahu a’lam bish shawab