ANKARA (Arrahmah.com) – Turki mengutuk intersepsi salah satu kapalnya oleh pasukan Libya yang berbasis di timur di Laut Mediterania, dengan mengatakan harus diizinkan untuk melanjutkan perjalanannya sambil memperingatkan pembalasan.
Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar yang berbasis di timur mengatakan pada Senin (7/12/2020) bahwa mereka mencegat kapal Turki Mabrouka, di bawah bendera Jamaika, yang sedang menuju ke pelabuhan Misrata.
Sumber Turki mengatakan pada Selasa (8/12) kapal itu membawa obat-obatan dan produk medis.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian luar negeri Turki mengatakan langkah-langkah untuk memastikan kapal melanjutkan perjalanannya harus segera diambil dan memperingatkan mereka yang menargetkan kepentingan Turki di Libya akan dianggap sebagai “target yang sah”.
“Dalam periode ketika proses politik di bawah naungan PBB sedang berlangsung antara saudara-saudara kami di Libya, Haftar dan milisinya melanjutkan sikap bermusuhan mereka,” kata kementerian itu.
“Menargetkan kepentingan Turki di Libya akan memiliki konsekuensi yang serius, dan elemen ini akan dipandang sebagai target yang sah.”
Turki adalah pendukung asing utama Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang diakui secara internasional di Tripoli, yang telah bertahun-tahun memerangi LNA.
Pada bulan Oktober, GNA dan LNA menandatangani kesepakatan gencatan senjata dan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendorong dialog politik yang ditujukan pada pemilihan tahun depan sebagai solusi.
Pasukan Haftar menghentikan kapal tersebut di kota pelabuhan timur Derna, kata Ahmed al-Mosmari, juru bicara LNA.
Awak kapal termasuk sembilan pelaut Turki, tujuh dari India, dan satu dari Azerbaijan. Al-Mosmari mengatakan kapal itu memasuki zona “tanpa layar” dan tidak menanggapi panggilan dari angkatan laut.
Perusahaan keamanan swasta Dryad Global mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kapal itu berlayar dari Pelabuhan Said di Mesir ke kota Misrata di Libya. Dikatakan citra satelit pada Selasa (8/12) menunjukkan kapal itu ditahan di pelabuhan Ras al-Hilal, yang dikendalikan oleh LNA.
Turki telah mengirim peralatan militer, penasihat, dan pelatih ke GNA untuk mengubah gelombang konflik. LNA didukung oleh Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab, yang banyak memasok pasukan Haftar.
Kedua belah pihak telah berhenti menarik pasukan dari garis depan seperti yang diminta oleh gencatan senjata.
Sebuah panel ahli PBB telah mengutip para pendukung asing dari kedua belah pihak yang secara rutin melanggar embargo senjata di Libya.
Libya telah terpecah dari barat ke timur sejak turun ke dalam kekacauan menyusul pemberontakan yang didukung NATO pada tahun 2011 yang menggulingkan dan menewaskan pemimpin lama Muammar Gaddafi. (Althaf/arrahmah.com)