PALMA (Arrahmah.com) – Sebuah kapal penyelamat migran milik Jerman telah berganti nama setelah kasus hanyutnya anak Suriah Aylan Kurdi yang memicu kemarahan internasional atas krisis migran Eropa.
Badan amal Jerman Sea-Eye mengadakan upacara untuk menandai acara tersebut, yang dihadiri oleh ayah Aylan, Abdullah Kurdi, dan bibinya Tima Kurdi, di Palma di Pulau Balearic, Spanyol di Mallorca.
Perahu itu – yang sebelumnya dinamai sesuai nama Profesor Albrecht Penck – sekarang akan menyandang nama Aylan Kurdi, balita yang ditemukan meninggal dan terdampar di lepas pantai Turki pada September 2015.
“Kami senang kapal penyelamat Jerman mengganti namanya menjadi nama anak kami. Anakku (yang meninggal) di pantai tidak boleh dilupakan. Kesedihan kami atas kehilangan ini ditanggung oleh banyak orang, oleh ribuan keluarga yang kehilangan putra dan putri mereka dengan cara yang tragis seperti ini,” kata Abdullah Kurdi dalam sebuah pernyataan yang dilansir MEMO (11/2/2019).
Keluarga Aylan meninggalkan Suriah pada 2015 dari kota asal mereka, Kobani. Ayahnya membayar penyelundup untuk membawanya dan keluarganya dari Turki ke Yunani setelah pemerintah Turki menolak memberi mereka visa keluar untuk masuk ke Kanada, di mana mereka telah merencanakan untuk bergabung dengan anggota keluarga lainnya.
Namun perjalanan mereka secara tragis terhenti tak lama setelah perahu karet mereka tumpangi terbalik di laut; dalam peristiwa itu sebelas orang tenggelam, termasuk ibu Aylan Rehanna dan saudaranya Ghalib.
Sebuah foto Aylan ketika ia terdampar di pantai – mengenakan kaus merah, celana pendek biru dan sepatu hitam, berbaring telungkup di pasir – menjadi ikon selama puncak krisis pengungsi. Badan-badan kemanusiaan internasional menyerukan peraturan yang lebih kuat untuk melindungi para migran yang melakukan perjalanan berbahaya ke Eropa dan untuk membendung penyelundupan dan perdagangan manusia.
Beberapa kapal penyelamat migran juga dibawa ke laut untuk menyelamatkan orang dari perairan. Sea-Eye mengatakan telah menyelamatkan lebih dari 14.000 orang dari tenggelam di Laut Mediterania dalam lebih dari 60 misi sejak mulai beroperasi pada 2016.
(fath/arrahmah.com)