TRIPOLI (Arrahmah.id) – Sebuah kapal yang membawa migran tujuan Eropa terbalik di Libya, menewaskan sedikitnya delapan orang, sementara 58 lainnya masih hilang, kata Bulan Sabit Merah negara itu, Rabu (25/1/2023).
Tawfik al-Shukri, juru bicara Bulan Sabit Merah Libya, mengatakan kapal karam itu terjadi Selasa (24/1) di lepas kota Mediterania Garabulli, sekitar 60 kilometer (37 mil) timur ibu kota Tripoli.
Kapal itu membawa sedikitnya 150 migran, 84 di antaranya selamat dan dibawa ke pusat penahanan migran yang dikelola pemerintah, katanya.
Al-Shukri mengatakan korban tewas yang ditemukan semuanya laki-laki. Dia membagikan gambar yang memperlihatkan para pekerja berseragam Bulan Sabit Merah mengemasi kantong mayat hitam dengan latar belakang Laut Mediterania.
Libya dalam beberapa tahun terakhir muncul sebagai titik transit dominan bagi para migran dari Afrika dan Timur Tengah yang mencoba mencapai Eropa.
Kapal karam Selasa adalah tragedi laut terbaru di Mediterania tengah, rute utama bagi para migran.
Pada 2023, setidaknya 17 migran dilaporkan tewas dan 18 lainnya hilang di lepas pantai Libya per 21 Januari, menurut Organisasi Migrasi Internasional PBB. Lebih dari 1.100 migran dicegat dan dikembalikan ke Libya tahun ini, kata The International Organization for Migration (IOM).
Tahun lalu, setidaknya 529 migran dilaporkan tewas dan 848 lainnya hilang di lepas pantai Libya, sementara lebih dari 24.680 dicegat dan dikembalikan ke negara yang dilanda kekacauan itu, menurut IOM.
Pedagang manusia dalam beberapa tahun terakhir mendapat keuntungan dari kekacauan di Libya, menyelundupkan migran melintasi perbatasan panjang negara itu. Para migran kemudian diselundupkan ke dalam kapal yang tidak dilengkapi dengan infrastruktur memadai, termasuk perahu karet, dan berangkat dalam pelayaran laut yang berisiko.
Mereka yang dicegat dan dikembalikan ke Libya ditahan di pusat-pusat penahanan yang dikelola pemerintah yang penuh dengan pelanggaran, termasuk kerja paksa, pemukulan, pemerkosaan, dan penyiksaan — praktik-praktik yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, menurut penyelidik yang ditugaskan PBB.
Pelecehan tersebut sering diikuti upaya untuk memeras uang dari keluarga sebelum migran diizinkan meninggalkan Libya dengan kapal penyelundup manusia. (zarahamala/arrahmah.id)