ANKARA (Arrahmah.com) – Kantor media Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pihaknya berhenti dari WhatsApp setelah aplikasi pengiriman pesan itu mewajibkan banyak penggunanya menyetujui kebijakan privasi baru yang kontroversial.
Dalam pernyataan yang dibuat melalui WhatsApp pada Ahad (10/1/2020), pejabat kepresidenan mengatakan bahwa kantor media akan memberikan update kepada wartawan melalui BiP, sebuah unit perusahaan komunikasi Turki Turkcell, mulai Senin (11/1), lansir Al Jazeera.
Menyusul pembaruan kebijakan WhatsApp dalam kebijakan privasinya minggu ini, pengguna di Turki menolaknya di Twitter dengan tagar #DeletingWhatsapp.
Menurut media pemerintah Turki yang mengutip Turkcell, BiP memperoleh lebih dari 1,12 juta pengguna hanya dalam 24 jam, dengan lebih dari 53 juta pengguna di seluruh dunia.
Perubahan yang dilakukan pada persyaratan dan layanan WhatsApp akan berlaku mulai 8 Februari dan memungkinkan untuk berbagi data dengan perusahaan induk Facebook dan anak perusahaan lainnya.
Pengguna harus menyetujui persyaratan baru agar dapat tetap menggunakan aplikasi setelah batas waktu.
Pada Sabtu, Ali Taha Koc, kepala Kantor Transformasi Digital Kepresidenan Turki, mengkritik persyaratan layanan baru WhatsApp dan pengecualian dari aturan berbagi data baru untuk pengguna di Inggris Raya dan Uni Eropa.
Dia meminta warga Turki untuk menggunakan aplikasi “nasional dan lokal” seperti BiP dan Dedi.
“Perbedaan antara negara anggota UE dan lainnya dalam hal privasi data tidak dapat diterima! Seperti yang telah kami kutip dalam Panduan Keamanan Informasi dan Komunikasi, aplikasi asal asing menanggung risiko signifikan terkait keamanan data,” kata Koc dalam tweet.
“Itulah mengapa kami perlu melindungi data digital kami dengan perangkat lunak lokal dan nasional dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan kami. Jangan lupa bahwa data Turki akan tetap ada di Turki berkat solusi lokal dan nasional.” (haninmazaya/arrahmah.com)