GAZA (Arrahmah.id) – Pejabat kesehatan di Gaza menuduh kebijakan “Israel” telah meningkatkan angka kanker di kalangan warga Palestina, serta menolak hak pasien untuk mengakses pengobatan di luar negeri.
Mereka mengatakan bahwa sistem kesehatan Gaza mengalami kesenjangan besar dalam perawatan kesehatan untuk pasien kanker, termasuk deteksi dini, layanan diagnostik, pengobatan radiologi dan kemoterapi.
Khaled Thabet, kepala departemen onkologi kementerian di wilayah yang terkepung mengatakan kepada kantor berita Anadolu Turki bahwa Tel Aviv juga “mencabut hak 40 persen pasien kanker di Gaza untuk mendapatkan perawatan medis di luar negeri”.
Dia menekankan bahwa pasien kanker Gaza sudah menghadapi banyak tantangan, karena “Israel” menerapkan pembatasan yang mencegah masuknya pasokan medis.
Pejabat lain, Abdul Latif Al-Hajj, menambahkan bahwa rumah sakit Palestina menghadapi kekurangan besar dalam layanan radioterapi dan pemindaian atom, yang dia tuduhkan karena blokade “Israel”.
Pernyataan kementerian kesehatan itu muncul saat Hari Kanker Sedunia diperingati pada 4 Februari, ketika terungkap bahwa kanker adalah penyebab kematian terbesar ketiga di antara warga Palestina.
Menurut kementerian kesehatan, 5.320 orang didiagnosis menderita kanker di wilayah Palestina pada 2021, termasuk 1.952 pasien di Jalur Gaza yang terkepung.
Angka pada 2021 mengalami peningkatan 12,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Al-Hajj mengimbau masyarakat internasional pada Ahad (5/2/2023) untuk meningkatkan layanan pengobatan bagi pasien kanker di Gaza, yang telah menderita akibat blokade yang diberlakukan “Israel” sejak 2007.
Dia juga mendesak kelompok hak asasi manusia untuk “memikul tanggung jawab mereka menekan “Israel” untuk mengizinkan perpindahan pasien ke rumah sakit di Yerusalem dan Tepi Barat untuk perawatan”.
Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan juga menyerukan penghentian pembatasan “Israel” pada perawatan kesehatan yang dibutuhkan untuk warga Palestina, menurut laporan itu.
Gaza, yang telah terhuyung-huyung akibat dari blokade ilegal yang berlangsung selama lebih dari 15 tahun, mengalami kerawanan pangan yang tinggi, air minum yang tidak layak, layanan medis yang tidak memadai, dan tingkat pengangguran yang tinggi. (zarahamala/arrahmah.id)