KAIRO (Arrahmah.com) – Kandidat dari Ikhwanul Muslimin yang terdiskualifikasi dalam ajang pemilihan presiden pertama pasca turunnya Hosni Mubarak menyatakan pada hari Rabu (18/4/2012) pencabutannya merupakan kejahatan yang memperlihatkan bahwa militer yang berkuasa tidak serius untuk menyerahkan kekuasaan pada sipil.
“Rezim Mubarak masih berkuasa, hanya nama saja yang berganti,” kata Khairat al-Shater, seorang bisnisman beraset miliaran dan yang merupakan petinggi IM, menyatakan sehari setelah komisi pemilihan mendepaknya dari perebutan kursi Mesir I dengan alasan melakukan pelanggaran saat kelompok itu dilarang di masa Mubarak.
Komite juga mendiskualifikasi mantan kmata-mata Mubarak kepala, Omar Suleiman.
Langkah ini pun dinilai menambah turbulensi dari proses transisi yang telah diselingi oleh kekerasan dan persaingan politik antara kubu Islamis, sekuler reformis, dan sisa-sisa rezim Mubarak yang digulingkan dalam pemberontakan rakyat tahun lalu.
Shater menyerukan protes pada Jumat mendatang di Tahrir Square. Seruan ini kontan menambah ketegangan politik Mesir menjelang putaran pertama pemilihan presiden pada tanggal 23-24 bulan ini.
“Kami akan menuju Tahrir pada hari Jumat karena revolusi sedang dibajak. Kita semu harus bangun karena ada upaya untuk membajak revolusi,” kata Shater dalam konferensi pers.
“Dewan militer tidak memiliki niat serius untuk mentransfer kekuasaan,” katanya.
“Saya bisa menerima atas pendiskualifikasian diri saya sendiri presiden pada tingkat pribadi, tetapi untuk kepentingan bangsa, apa yang terjadi kemarin adalah kejahatan pada semua skala yang dilakukan terhadap bangsa ini,” kata Shater.
Sebagai gantinya, Ikhwan akan menjaring Mohamed Mursi, kepala partai politik yang mengajukan dokumen resmi untuk menjalankan peran yang seharusnya diisi oleh Shater. Meski demikian, para pengamat mengatakan Mursi tidak memiliki kekuatan politik dibandingkan Shater. (althaf/arrahmah.com)