QUEBEC (Arrahmah.com) – Pengadilan banding di provinsi Quebec, Kanada, telah memutuskan bahwa tersangka penyerang sebuah masjid di kota Quebec pada 2017 akan dapat mengajukan pembebasan bersyarat dalam 25 tahun.
Pengadilan menyatakan, bahwa hukuman sebelumnya dari Alexandre Bissonette tidak konstitusional. Pria tersebut dihukum karena menembak mati enam pria Muslim di sebuah masjid di kota Quebec pada 2017.
Dalam keputusannya, Pengadilan Banding Quebec menyatakan bahwa hukuman berturut-turut seperti yang dijatuhkan kepada Bissonette melanggar perlindungan terhadap hukuman kejam dan tidak biasa di Kanada.
Bissonnette tahun lalu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kesempatan pembebasan bersyarat selama 40 tahun. Namun, kini pengadilan mengurangi hukumannya menjadi penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.
“Perlu diingat bahwa ini bukan hukuman 25 tahun, melainkan penjara seumur hidup tanpa kemungkinan mengajukan pembebasan bersyarat sebelum 25 tahun. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa pembebasan bersyarat akan diberikan dalam 25 tahun,” kata pengadilan dalam putusannya, dilansir di Al Jazeera, Kamis (26/11).
Bissonnette melakukan penyerangan dengan melepaskan tembakan di dalam Quebec Islamic Cultural Center pada Januari 2017. Insiden itu menewaskan enam pria, di antaranya Aboubaker Thabti, Abdelkrim Hassane, Khaled Belkacemi, Mamadou Tanou Barry, Ibrahima Barry dan Azzedine Soufiane.
Serangan yang terjadi tak lama setelah sholat Isya dan menyebabkan banyak jamaah terluka itu mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Quebec dan Kanada. Bissonnette kemudian dinyatakan bersalah atas enam dakwaan pembunuhan dan enam dakwaan percobaan pembunuhan sehubungan dengan serangan itu.
Seorang hakim lalu menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup padanya tahun lalu tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat selama 40 tahun. Pada saat itu, hakim mengatakan Bissonnette dimotivasi oleh kebencian mendalam terhadap imigran Muslim.
Pengacaranya, serta jaksa penuntut, telah menentang hukuman tersebut. Mereka menilai hakim telah menggunakan bagian dari KUHP Kanada yang mengizinkan periode tanpa syarat untuk pembebasan bersyarat untuk menjalani hukuman secara berurutan.
Pengadilan banding kemudian mengatakan keputusannya tidak mencerminkan kengerian dari tindakan Alexandre Bissonette pada 29 Januari 2017, atau efek dari kejahatannya pada seluruh komunitas dan masyarakat secara umum, melainkan pada konstitusionalitas dari ketentuan KUHP.
Namun, keputusan pengadilan banding tersebut dirasa mengecewakan oleh pihak Muslim di sana. Juru bicara masjid Kota Quebec, Boufeldja Benabdallah, kepada media lokal pada Kamis mengungkapkan kekecewaannya. Ia mengatakan, keluarga para korban kini akan dipaksa untuk menghidupkan kembali rasa sakit mereka.
“Kami tidak yakin bahwa keputusan tersebut telah melakukan keadilan untuk kejahatan keji,” ujarnya.
Perwakilan dari sebuah kelompok advokasi Muslim, Dewan Nasional Muslim Kanada (NCCM), Yusuf Faqiri mengatakan keputusan pengadilan tersebut mencerminkan standar ganda yang fundamental. Ia mengatakan, keluarga para korban dan mereka yang terluka masih berjuang untuk mengatasi setelah serangan itu.
“Hati kami hancur. Seolah-olah hidup mereka memiliki nilai yang lebih rendah dari penduduk lainnya. Pertanyaan yang banyak ditanyakan Muslim Quebec, bahwa semua Muslim Quebec hari ini, adalah apakah darah Muslim Quebec kurang berarti,” kata Faqiri.
Faqiri menambahkan, bahwa NCCM akan meninjau keputusan pengadilan dan kemudian membuat keputusan tentang apa langkah hukum selanjutnya. Sementara itu, ditanya tentang keputusan pengadilan selama konferensi pers pada Kamis sore, Perdana Menteri Quebec Francois Legault mengatakan menteri kehakiman provinsi akan membaca keputusan tersebut dan kemudian berkomentar. (hanoum/arrahmah.com)