Oleh: Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA
(Arrahmah.com) – Untuk makna popular, dalam bahasa Arab digunakan kata masyhur. Dalam terminologi hadits, masyhur berarti hadits yang jumlah periwayatnya pada setiap generasi dalam sanad terdiri dari lebih dua orang mulai dari penghimpunannya sampai kepada generasi sahabat. Kekuatan hadits yang masuk dalam kelompok ini berada di bawah peringkat hadits mutawatir dan di atas peringkat hadits ahad. Namun demikian, secara bahasa kata masyhur digunakan juga untuk hadits-hadits yang populer dan banyak beredar dalam pembicaraan orang sekalipun status hadits itu lemah atau bahkan maudhu.
Hadits-hadits populer seperti, thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin, ikhtilafu ummati rahmah, alyadul ulya khairun min al-yadi as-sufla, dan man arafa nafsah fagad ‘arafa rabbah dapat ditemukan dalam kitab-kitab kamus hadits populer, seperti kasyf al-khafa wa Muzi aI-Hibas ‘amma lsytahar min al-Ahadits ‘ala Alsinah an Nas (Penyingkap yang tersembunyi dan Penghapus kesamaran dari Hadits-hadits Populer di Bibir Manusia).
Kitab ini disusun oleh Syeikh Ismail al ‘Ajluni (w 1162 H) terdiri atas dua Juz yang digabungkan menjadi satu jilid besar. Kitab ini memuat 3254 hadits populer dan menjelaskan sumber asli dan nilainya sekaligus. Kitab ini hanya menunjukkan matan hadits tanpa sanad. Namun, kitab ini memberikan informasi tentang nama kitab sumber aslinya tanpa menunjuk bab, pasal, halaman maupun nomor urut hadits. Urutan hadits-haditsnya disusun menurut urutan alpabet.
Hadits uthlub al-‘ilma wa lau bi ash-Shin misalnya dicari dibawah huruf hamzah, hadits bada ‘a al -Islam gariban ditelusuri di bawah huruf ba yang urutannya sesudah hadits-hadits yang diawali dengan hamzah. Hadits-hadits yang di awali dengan huruf ta akan ditemukan sesudah hadits-hadits yang diawali dengan huruf ba’ dan demikianlah seterusnya.
Dengan demikian, pengguna kitab jenis ini tidak harus menguasai ilmu sharaf, yaitu ilmu tentang perubahan bentuk kata. Seorang yang hanya mengetahui baca Arab dapat mencari hadits populer di dalam kitab ini, seperti mencari kata dalam kamus bahasa Indonesia. Karena itu, kitab ini dapat disebut sebagai kamus hadits populer.
Kitab Kasyf al-Khafa ini mempunyai kelebihan dari pada kitab-kitab sejenisnya dari sudut penjelasannya yang relatif luas tentang sumber hadits yang dikemukakannya. Kitab ini menunjuk sumber haditsnya secara maksimal, bukan hanya Kitab Hadits yang sembilan, yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasai, Sunan Ibn Majah, Sunan ad-Darimi, Musnad al-Firdaus karya ad-Dailami, al-Mustadrak ala ash -Shahihain karya al-Hakim, as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, al-Mujam al-Kabir karya ath-Tabrani dan sumber-sumber asli hadits lainnya. Dari sudut lain, kitab ini juga menjelaskan nilai haditsnya, mulai dari sahih, hasan, daif, sampai kepada maudhu. Jarang sekali, ditemukan hadits dalain kitab ini tanpa penjelasan lainnya.
Kitab lain adalah al-Magasid al-Hasanah fi Bayan Katsirin min al-Ahadits al-Musytahirah ala al-Alsinah, (Maksud Baik dalam Upaya Menjelaskan Banyak dari Hadits-hadits Popular dalam Pembicaraan karya as-Sakhawi (w. 902 H).
Kitab ini mengandung 1356 hadits. As-Sakhawi menyusun hadits-haditsnya berdasarkan urutan alpabet yang setiap hadits disertai dengan penjelasan tentang sumbernya, nilainya, dan komentar para ulama terhadapnya. Jika hadits tertentu tidak mempunyai sanad atau sumber asli, as-Sakhawi dengan tegas menyatakannya. Jika ragu kemungkinan adanya di dalam kitab yang belum ditemukan, as-Sakhawi memberi komentar dengan ungkapan la a`rifuh (Saya tidak mengetahuinya)
Para ulama memuji dan memberikan perhatian yang besar terhadap kitab ini sehingga di antara mereka ada yang membuat ringkasannya, seperti Abd ar-Rahman asy-Syaibani (w. 944 H). meringkasnya dalam bukunya , Tamyiz ath-Tbayyib min al-Khabits fi, ma Yadur ala Alsinah an-Nas min al-Hadits (Pembeda antara yang baik dan yang Jelek dari Hadits-hadits yang Beredar di Bibir Orang Banyak). Sebagai ringkasan, susunan hadits-haditsnya tetap seperti al-Magashid al-Hasanah, tetapi penjelasannya tidak mendetil seperti kitab aslinya. Keadaan ini sesuai dengan tujuan penulisannya untuk mempermudah para penuntut ilmu yang cenderung kepada yang ringkas. Namun, as-Syaibani tidak mengurangi jumlah hadits kitab aslinya, melainkan menambah sejumlah hadits ke dalam kitabnya.
Asna at-Mathalib fi Ahadits Mukhtalif al-Maratib (Penyorot yang Dicari dari hadits-hadits yang Berbeda Derajad) karya Muhammad ibn as-Sayyid Darwisy yang terkenal dengan sebutan al-Hut al-Biruni (w. 1276 H). Kitab ini merupakan keringkasan lagi dari Tamyis at-Tayyib sebeluinnya. Namun al-Hut menambahkan pula sejumlah hadits ke dalamnya. Meskipun ukurannya kecil, namun isinya me¬madai terutama bagi orang awam yang bersikap praktis, yaitu menemukan kesimpulan tentang nilai hadits dengan jalan pintas.
Jalal ad-Din as-Suyuthi (w.911 H) juga mengarang kitab Al-Jami’ash-Shahir fi Ahadits al¬Basyir an-Nazir (Kitab Koleksi Kecil dari Hadits-hadits Nabi Pemberi Kabar Gembira dan Pemberi Ingat) dalam maksud yang sama dengan kitab pertama. Kitab ini terdiri dari dua jilid besar dan mengandung 10031 hadits. Untuk menunjuk nama kitab sumber haditsnya, as-Suyuthi menggunakan 35 rumus, seperti kha merujuk kitab Shahih al-Bukhari, mim untuk Shahih Muslim, fa ra untuk kitab Musnad al-Firdaus karya ad-Dailami dan seterusnya . Semua rumus ini mempunyai keterangan yang jelas dan langsung dalam kitab ini. Untuk nilai hadits, as-Suyuthi menggunakan tiga rumus, Shad ha’ untuk maksud sahih, ha’ untuk ba¬san, dan dhad untuk daif.
Selain itu, masih banyak kitab kamus hadits populer, seperti at-Tazkirah fi al-Ahadits, al- Musytahirah karya as-Suyuthi, al-la’ ali al-Muntatsirah fit al-Ahadits al-Musytahirah karya Ibn Hajar (w.952 H), dan Itgan ma Yahsun min al-Ahadits ad-Dairah ‘ala al-Alsun karya Najm ad-Din al-Gazzi (w.985 H).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa untuk mencari hadits-hadits populer dapat digunakan kitab-kitab hadits yang berfungsi sebagai kamus. Cara penggunaannya juga sama dengan penggunaan kamus. Namun, kamus-kamus ini bukan hanya menyediakan lafal hadits yang dikehendaki, tetapi juga menjelaskan nilainya secara ringkas, mulai dari sahih, hasan sampai daif . Lebih dari itu, kamus-kamus ini juga menunjukkan sumber asli haditsnya untuk ditelusuri lebih lanjut oleh peminatnya.
(*/arrahmah.com)