Oleh: Rasyidah (Pegiat Literasi)
Salah satu kebutuhan pokok yang harus wajib disediakan oleh negara adalah pendidikan yang layak. Namun, sungguh memilukan justru pendidikan malah di jadikan ladang komerisialisasi pendidikan.
Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025). Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya. (Kompas.com 25/1/2025)
Dilansir dari detik.com (24/1/2025), dari usulan tersebut, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menyambut baik usulan kampus boleh kelola tambang. Namun, pihak Kemendiktisaintek mengaku belum dilibatkan lebih jauh oleh masyarakat dan Badan Legislatif (Baleg).
Dunia pendidikan selalu menjadi sektor yang terus di kerahkan sebagai pendombrak untuk pemasok ekonomi yang paling strategis. Terlihat kebijakan adanya usulan bahwa kampus boleh mengelola tambang, sejatinya adalah akal yang lahir dari paradigma sistem kapitalisme-sekularisme. Segala ketentuan yang di usahakan hanya berfokus meraup keuntungan dari berbagai pihak, tak terkecuali di bidang pendidikan hari ini
Wacana Kampus mengelola tambang memungkinkan karena adanya otonomi kampus yang membuat kampus mencari pendapatan mandiri. Usulan ini sejatinya akan membelokkan orientasi kampus. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PT PTN BH).
Selain itu, hal ini juga menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa’in dan junnah yang bertanggung jawab atas pemenuhan publik atas kebutuhan akses ke Perguruan Tinggi dan pengelolaan tambang sebagai harta milik umum. Kampus berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi Pendidikan.
Saat kebijakan bahwa kampus boleh mengelola tambang ini di putuskan, tentu akan banyak generasi tidak akan mampu bersaing secara sehat. Justru hanya orang-orang yang memiliki kekuatan materi yang akan menjadi dominan. Mengapa demikian? Karena pasti akan terlihat ada yang selalu menjadi anak tiri. Yakni siapa yang punya kekuatan lebih besar pasti yang diperhatikan. Belum lagi dengan biaya pendidikan dari tahun ke tahun makin mahal, dan ini menambah kerumitan bagi generasi untuk mengenyam pendidikan.
Negara saat ini yang masih terpadu dengan sistem berbasis kapitalisme-sekularistik, telah gagal total untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi rakyatnya. Negara tidak bertanggung jawab pada rakyatnya, negara hanya sekedar cukup sebagai regulator demi materi.
Sejatinya bergabungnya kampus untuk mengelola tambang akan berpotensi melahirkan virus-virus liberalisasi pada generasi. Secara tidak langsung akan mempengaruhi pola berpikir dan bersikap generasi dalam negeri, yang mengakibatkan mindset seorang pelajar pun bukan lagi mendapatkan ilmu yang berkah, namun di giring agar mampu menghasilkan uang sebanyak-banyaknya.
Dalam sistem Kapitalisme, pembiayaan ditanggung orangtua atau personal sehingga menjadi sangat berat dan menutup peluang mahasiwa yang miskin mengenyam pendidikan tinggi. Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah Islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat.
Dalam Islam tentu sangat berbeda jauh dengan sistem sekuler-kapitalisme, tidak ada namanya pendidikan itu harus urusi masalah tambang. Dalam sistem Islam memandang bahwa bidang pendidikan adalah sektor yang harus terjaga kualitas para generasinya.
Dalam Islam mempunyai konsep yang sempurna dalam menjaga para generasi yakni dengan menjaga kerangka akidah yang kokoh. Dalam negara Islam, meyakinkan bahwa negaralah yang harus sadar dan bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan pokok pendidikan bagi setiap rakyatnya. Tanpa mendiksiriminasi pihak lain.
Pemimpin yang terbentuk dalam sistem Islam menyadari bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat. Sepenuhnya menyadari bahwa setiap kebijakan yang ditetapkan senantiasa untuk kepentingan rakyat dan akan dipertanggungjawabkan.
Rasulullah SAW. bersabda:
“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR. Muslim).
Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan.
Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang adalah milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat.
Sistem Islam dengan konsep sistem ekonomi Islam meniscayakan pengaturan sektor pendidikan yang amanah. Pengaturan anggaran keuangan negara melalui Baitul Maal, melahirkan pembiayaan pendidikan yang murah, bahkan gratis.
Dengan itu, hanya dalam pendidikan sistem Islam lah yang akan mampu mencetak generasi cemerlang dan cerdas. Semuanya dikerahkan demi menggapai ridha Allah semata. Keberkahan akan di berikan oleh Allah hanya ketika kehidupan ini diterapkan aturan Islam di muka bumi ini.
Wallahua’lam bis shawab