YORDANIA (Arrahmah.com) – Sejauh mata memandang, ini adalah rumah yang menyedihkan bagi 160.000 pengungsi Suriah, lansir DM.
Bayangkan, 6.000 orang per hari tiba di kamp pengungsi Zaatari di Yordania yang luas itu, yang kini telah menjelma menjadi kota terbesar kelima di negara itu.
Namun, kamp pengungsi yang luasnya mencapai 2,8 mil persegi itu bahkan masih terkesan penuh sesak.
Di jalan utamanya, terlihat ada 3.000 toko, restoran dan penjual makanan, yang dikenal sebagai ‘Champs Elysees’.
Ada juga layanan taksi, sekolah, lapangan sepak bola dan rumah sakit di 12 kabupatennya.
Meskipun begitu, tidak mudah bagi para pengungsi Suriah untuk hidup tenang di sana. Pergi menyelamatkan diri dari kekejaman rezim diktator masih menyisakan trauma mendalam bagi mereka.
Beberapa pengungsi yang berbasis di kamp itu – yang letaknya hanya sekitar 8 km dari perbatasan Suriah – menyatakan kemarahan mereka kepada Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Kamis (18/7/2013) ketika dia mengunjungi Zaatari.
Enam pengungsi menemui Kerry dan dengan marah mengatakan kepadanya bahwa AS seharusnya membuat zona larangan terbang pesawat tempur dan tempat berlindung yang aman di Suriah untuk melindungi warga Suriah.
“Anda, sebagai pemerintah AS, melihat ke ‘Israel’ dengan hormat. Tak bisakah Anda melakukan hal yang sama terhadap anak-anak Suriah?”
Kerry melakukan tur dengan helikopter ke kamp pengungsi Zaatari, melihat tenda dan kontainer yang dijadikan sebagai rumah bagi para pengungsi di sana. Hamparan tenda dan kontainer itu membentuk kamp terbesar bagi para pengungsi Suriah di Yordania.
Namun, meski telah menyaksikan secara langsung kesedihan para pengungsi yang meninggalkan kampung halaman mereka, tanpa beban, Kerry malah menuduh kemarahan warga Suriah kepada AS itu sebagai bentuk frustasi karena dunia tak membantu mereka.
“Mereka frustrasi dan marah pada dunia karena tidak bertindak dan menolong,” klaimnya kepada wartawan.
Lebih dari 1,7 juta pengungsi Suriah telah melarikan diri ke negara-negara terdekat Suriah untuk menghindari pertempuran yang bermula saat protes terhadap pemerintahan Assad pada Maret 2011 berubah menjadi perang untuk memperjuangkan Revolusi Suriah dan melawan diktator Assad.
Yordania juga telah menjadi tuan rumah bagi para pengungsi Palestina selama lebih dari enam dekade.
Saat seorang petugas administrsi di Zaatari ditanya oleh wartawan mengenai berapa lama kamp itu akan tetap terbuka untuk pengungsi Suriah, dia menjawab: “Tiga hari. Tiga puluh tahun. Entahlah.” (banan/arrahmah.com)