(Arrahmah.id) – Segala ungkapan puji dan syukur hanya ditujukan kepada Allah yang telah memberikan kesempatan kepada kita semua, bisa bersama-sama di tempat ini dalam hajatan bersama untuk mensyukuri Milad ke 23 tahun Majelis Mujahidin, bertepatan dengan diselenggarakannya Kongres Mujahidin ke VI yang mengusung tema: “Indonesia Barsyariah, Komitmen Melaksanakan Amanat Konstitusi Atas Berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa”.
Shalawat dan salam atas Nabi Muhammad Saw yang dengan perantaraan beliau, Allah sebarkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga segala ucapan, perbuatan serta akhlak beliau menjadi teladan amal shalih untuk menelusuri jalan lurus menuju keridhaan-Nya.
Selanjutnya, kita mengucapkan Selamat HUT ke-78 RI, yang baru saja diperingati pada hari Rabu 17 Agustus 2023. Kita berdo’a kepada Allah Swt, dan berharap para hadirin mengaminkannya.
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا ٱكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًۭا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَـٰفِرِينَ ٢٨٦
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau siksa kami karena kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan perintah dan larangan yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami atas kelemahan kami. Ampunilah kami atas dosa-dosa kami. Sayangilah kami, Engkaulah Tuhan kami. Karena itu tolonglah kami mengalahkan orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Hadirin yang dirahmati Allah Swt
Bangsa Indonesia berkeyakinan, bahwa kemerdekaan diraih, bukan hanya hasil perjuangan rakyat mengusir penjajah asing, namun yang terpenting adalah berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa.
Keyakinan bangsa Indonesia untuk bebas, merdeka, dan berdaulat, dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ketiga: “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga ini mengandung kesadaran dan pengakuan dari para ulama dan tokoh pendiri bangsa; sekaligus menggambarkan pandangan hidup bangsa Indonesia yang menginginkan keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agar selamat di dunia dan bahagia di akhirat.
Dan yang menakjubkan, kalimat sakti “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa,” ini termaktub di dalam kitab suci Al-Quránul Karim:
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ
“Maka atas berkat rahmat Allah kepadamu, kamu bersikap lemah lembut kepada para pengikutmu…” (QS Ali ‘Imran [3]: 159)
Hal ini menunjukkan bahwa lahirnya Bangsa Indonesia adalah atas kehendak Allah Yang Mahakuasa, yaitu Tuhan yang diyakini oleh umat Islam. Tuhan yang menjadikan umat Islam terus bergerak dan berjuang dengan keimanan dan keyakinannya itu.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 90% adalah tokoh-tokoh Muslim. Mereka menumpahkan dan mencurahkan pikiran, gagasan dan idealisme mereka untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka.
Maka dapat dipahami, bila para pendiri bangsa Indonesia tidak ingin mewariskan negeri ini pada generasi yang durhaka pada Allah, ataupun kepada pemimpin yang zalim pada rakyatnya. Para founding fathers tidak ingin mewariskan negara merdeka ini pada generasi yang mendiskreditkan peran agama dalam pemerintahan negara. Sebagaimana juga, agama tidak boleh diposisikan sebagai alat diskriminasi maupun intoleransi pada umat agama yang berbeda.
Ajaran agama adalah petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan dunia ini. Bukan sekedar inspirasi, tapi juga aspirasi dan motivasi. Dengan demikian agama menjadi rahmatan lil alamin, dan Allah menjamin akan memberikan barakahnya bila kita hidup di bawah naungan syariah-Nya
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ٩٦
“Sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan taat kepada Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi karena penduduk negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka akibat dari dosa-dosa mereka.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)
Allah Swt telah menganugerahkan rahmat kebebasan dan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Apabila penduduk negeri ini bersyukur dan menaati risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, dan menjauhi apa yang diharamkan Allah, niscaya Allah akan melapangkan rezeki serta merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera. Kemakmuran yang tidak hanya dinikmati minoritas oligarki, tapi untuk semua warga negara Indonesia. Sebab Allah Swt berjanji akan meluaskan kebaikan dan memberi kemudahan dari segala arah. Sebaliknya, bila rakyat negeri ini mengabaikan bahkan mendiskreditkan ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduk negeri ini, bukan mustahil Allah akan jadikan negeri kita semakin jauh dari rahmat Allah, dikeroyok orang asing seperti menyantap makanan lezat.
Banyaknya kasus korupsi, dekadensi moral, LGBT, aliran sesat, Islamophobia dan tragedi sosial kemanusiaan yang nenimpa akhir-akhir ini, adalah contoh nyata. Data dari Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan, bahwa dalam kurun waktu 3 tahun (2019-2022), ada sekitar 3.912 Warga Negara Indonesia (WNI) yang memutuskan pindah jadi Warga Negara (WN) Singapura. Salah satu faktornya, di Indonesia sulit mendapatkan lapangan pekerjaan, gajinya rendah. Namun sebaliknya, TKA komunis China yang anti agama dan anti Tuhan, berbondong-bondong masuk Indonesia. Ini, tentu saja sangat berbahaya terhadap eksistensi ideologi dan demografi bangsa Indonesia; dengan dalih investasi bukan mustahil bertujuan invasi pemerintahan Indonesia.
Hadirin yang dirahmati Allah Swt
Berdirinya Majelis Mujahidin yang bercita-cita menegakkan syariat Islam di lembaga negara, meneguhkan satu tekad dan semangat untuk memberikan kontribusi yang tidak hanya bersifat duniawi, tapi jauh lebih berharga dari itu, Majelis Mujahidin berkomitmen melaksanakan amanat konstitusi.
Sebagai rakyat muslim, kita mendapat amanah dari Allah Rabbul ‘Alamin, yaitu amanah untuk melaksanakan syariat Islam, agar kehidupan kita di dunia berjalan dengan tertib, terarah dan penuh kedamaian.
Agus Salim, pahlawan nasional dan tokoh senior dalam BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) mengatakan: “Wajib umat Islam menjalankan Syari’at Islam, biarpun tidak ada Hukum Dasar/UUD Indonesia. Itu adalah satu hak umat Islam yang dipegangnya. Cuma kalau kita sesuaikan pikiran kita tentang itu, umat Islam menjalankan haknya dalam persetujuan pikiran dengan segala orang Indonesia. Beliau secara elegan mentransformasikan maqashidus syari’ah dalam Preambule UUD 1945, alinea ke empat.” (Periksa dokumen penelitian AB Kusuma, peneliti senior HTN pada FHUI, edisi revisi 2009, berjudul Lahirnya UUD 1945).
Indonesia Bersyariah, sejatinya adalah upaya penyempurnaan nikmat kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah diraih atas berkat Rahmat Allah yang Mahakuasa, agar tercapai cita-cita kemerdekaan: kemanusiaan yang adil dan beradab, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berbasis dasar negara Ketuhanan YME. Bukan berbasis kapitalisme, komunisme ataupun sosialisme.
Betapa tercela bagi suatu bangsa yang telah merdeka dari penjajahan bangsa asing, tapi mengelola sistem pemerintahan negaranya menggunakan sistem hukum warisan sang penjajah. Akibatnya, masa depan bangsa Indonesia tergadai oleh sistem dan pandangan hidup yang bertentangan dengan keyakinan serta kehendak mayoritas rakyatnya sendiri.
Indonesia bersyariah adalah: Indonesia yang penuh berkah, adil sejahtera, hidup bersaudara, dan aman sentosa. Indonesia yang bermartabat, penuh rahmat dan berbudaya taat syariat.
Dengan demikian, maka aspirasi, keinginan, harapan penegakan syariat Islam di lembaga negara, bukan untuk memecahbelah, bukan pula ideologi radikalisme. Tapi untuk membangun negara Indonesia yang jaya, bermartabat dan dirahmati Allah. Oleh karena itu, jangan ragukan kesetiaan Majelis Mujahidin terhadap NKRI.
Faktanya, mereka yang menuduh umat Islam radikal, anti-Pancasila, musuh NKRI, merekalah sebenarnya yang merusak negara ini. Di masa lalu, Partai Komunis Indonesia (PKI) yang melakukan makar dan pemberontakan pada pemerintah yang sah, tapi mengapa Partai Islam Masyumi yang dibubarkan? Bahkan eksistensi PKI direhabilitasi sehingga pemberontak PKI dibolehkan ikut pemilu, 1955.
Di masa kini, hal yang sama terulang kembali, ada pihak yang mengaku NKRI harga mati, tapi ingin merubah dasar negara Ketuhanan YME menjadi ketuhanan berkebudayaan. Mengklaim sebagai pencasilais sejati, tapi ingin merubah ideologi Pancasila jadi trisila ataupun ekasila. Upaya ini dilakukan secara terbuka melalui RUU (Rancangan Undang-undang) HIP (Haluan Ideologi Pancasila). Tapi mengapa ormas Islam FPI dan HTI yang dibubarkan?
Ironisnya, Presiden Jokowi mengakui bahwa negara telah berbuat jahat, melakukan pelanggaran HAM berat kepada warga negaranya dalam peristiwa G30S PKI 1965-1966. Pengakuan tersebut dituangkan dalam Inpres nomor 2/2023 dan Kepres nomor 4/2023, bahwa Pemerintah melalui 16 kementrian, akan melakukan program rehabilitasi, recovery, pelurusan sejarah, serta pesangon alias santunan uang trilyunan untuk keluarga PKI.
Apakah disadari ataukah diingkari, pemerintah telah dan sedang membalik fakta sejarah, menjadikan PKI seolah korban pelanggaran HAM berat. Karena itu pemerintah memilih berdamai dengan keluarga PKI, sementara mengerdilkan pengorbanan 7 jenderal TNI, dan ribuan nyawa kiyai, santri, dan umat Islam yang dibantai oleh PKI. Sampai kapan umat Islam ditersangkakan, padahal ancaman sebenarnya terhadap eksistensi dasar negara dan ideologi Pancasila justru datang dari para penuduh.https://www.youtube.com/watch?v=g9pySvV9Huk
Diskriminasi ini harus dihentikan apabila menginginkan Indonesia yang damai, sejahtera, maju dan bersaudara. Kita menghimbau pemerintah, stop stigma radikal yang dilabelkan pada gerakan Islam. Dan hentikanlah penangkapan warga muslim atas nama terorisme. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah bertekad memerangi Islamophobia, mengapa pemerintah Indonesia justru hendak melestarikannya?
Dalam hal ini, umat Islam hendaknya menyadari posisinya sebagai benteng utama NKRI. Disinilah pentingnya kita melanjutkan estafet perjuangan dengan mengaplikasikan sila-sila Pancasila yang disinari dasar negara Ketuhanan YME. Menurut Moh. Hatta, sila pertama dalam Pancasila adalah penjelasan dari tauhid dalam konteks bernegara dan bermasyarakat.
Semoga Allah berkenan membimbing rakyat Indonesia, dan memberikan petunjuk-Nya, agar di tahun 2024 nanti, bangsa Indonesia dapat menemukan pemimpin yang bertakwa, cerdas, sehingga mendapat bimbingan Allah untuk membangun Indonesia yang bermartabat, berdaulat, adil dan makmur.
Irfan S. Awwas
(Ketua Lajnah Tanfidziyah)
(ameera/arrahmah.id)