JAKARTA (Arrahmah.com) – Kalangan oportunis begitu mudah menjustifikasi sebuah rezim dengan stempel ulil amri, sesungguhnya dampak dari cap itu adalah sangat luas. Padahal tidak setiap penguasa di suatu negeri langsung didaulat menjadi ulil amri. Selain hal itu berhenti pada istilah dan syar’iyah.
“Kecuali ulil amri dari segi bahasa bukan dari sisi syar’i,” terang Ustadz Anung Al-Hamat, Lc., M.Pd.I dalam makalahnya di acara seminar yang bertajuk “Siapakah yang pantas disebut Ulil Amri?” di Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta Rabu (25/12/2013).
Dia mencontohkan dengan jelas bagaimana kalangan oportunis itu merangkai pemikirannya yang absurd perihal ulil Amri. Pada makalahnya yang terdapat di Kiblat.net Kamis (26/12/2013), dia menulis,
“Bahkan ada satu keunikan yang sebenarnya kontradiktif dalam memahami terminologi ulil amri. Dulu ketika Husni Mubarak didemo, ada 3 kalangan yang melarang demo dengan alasan Husni Mubarak adalah ulil amri. Tiga kalangan tersebut adalah Mufti Mesir; Prof. Dr. Ahmad Thayyib, Paus Tawadrus dan rekan-rekan dari kalangan Salafi. Bahkan sosok yang bernama Mahmud Luthfi Amir yang merupakan da’i salafi dan alumni Madinah Univ menyatakan bahwa Husni Mubarak adalah Amirul mukminin.”
Anehnya, kata Ustadz Anung, ketika Mursi yang didemo dan digulingkan tidak ada satupun dari Salafi yang bereaksi, dan justru sebaliknya mereka mendukung gerakan untuk menggulingkan Mursi.
“Tidak ada satu pun dari mereka yang berfatwa bahwa yang mendemo Mursi adalah Khawarij dan anjing-anjing neraka,” tegasnya.
Baru setelah Presiden Muhammad Mursi sudah digulingkan, papar kandidat Doktor Universitas Ibnu Khaldun ini, terdengar lagi lantunan ayat dan hadits yang seolah-olah wajib mendengar dan menaati ulil amri.
“Dengan demikian definisi ulil amri oleh sebagian kalangan diterapkan untuk mendukung pemimpin yang sekuler dan pluralis. Namun ketika pemimpin itu adalah yang berpihak kepada Islam dan syariat Islam, justru tidak dikatakan ulil amri. Hal ini terjadi karena berangkat dari kekeliruan dalam memahami hakikat ulil amri,” kesimpulan Ustadz Anung.
Sebagai informasi, Ustadz Anung juga menyebut sekilas kelompok Salafi di Mesir yang jumlahnya sangat banyak. Di antara kalangan Salafi yang masih mau berinteraksi dengan kalangan lain; Jama’ah Anshar as Sunnah al Muhammadiyah, Jama’ah as Salafiyah al Iskandariyah, ada juga jama’ah salafiyah yang mengikut kepada para tokoh; seperti jama’ahnya Syaikh Muh. Hassan, Syaikh Abu Ishaq al Huwaini, Syaikh Muhammad bin Abdul Maqshud dan lain-lain. Adapun jama’ah salafiyah yang coraknya ada di Indonesia justru di Mesir merupakan jama’ah yang minoritas. (azm/arrahmah.com)