GROZNY (Arrahmah.id) — Presiden Republik Chechnya Ramzan Kadyrov meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina setelah Rusia menghadapi kekalahan di kota Lyman.
Putin meluncurkan “operasi militer khusus” di Ukraina pada 24 Februari, berharap untuk kemenangan cepat melawan tetangganya di Eropa Timur. Namun, Ukraina merespons dengan upaya pertahanan yang lebih kuat dari yang diperkirakan, mencegah Rusia mencapai tujuan utama setelah lebih dari tujuh bulan pertempuran.
Para ahli telah menyuarakan keprihatinan bahwa Putin, yang menghadapi kerugian yang meningkat, dapat beralih ke senjata nuklir.
Dilansir CNBC (2/10/2022), Ukraina menyampaikan kemenangan terakhir mereka di Lyman, sebuah kota di wilayah Donetsk, memaksa pasukan Rusia untuk mundur setelah mengepung hingga 5.000 tentara di lokasi strategis.
Kementerian Pertahanan Rusia mengkonfirmasi pasukan “mundur ke garis yang lebih menguntungkan.”
Kadyrov, sekutu Putin yang telah lama mendukung invasi, mengatakan pemimpin Rusia harus melakukan serangan menggunakan “senjata nuklir rendah” di Ukraina menyusul kekalahan tersebut.
“Saya tidak tahu apa yang dilaporkan Kementerian Pertahanan RF kepada Panglima Tertinggi, tetapi menurut pendapat pribadi saya, tindakan yang lebih drastis harus diambil, hingga deklarasi darurat militer di daerah perbatasan dan penggunaan senjata api dan senjata nuklir hasil rendah,” tulis Kadyrov dalam posting Telegram.
“Tidak perlu mengambil setiap keputusan dengan memperhatikan komunitas Amerika/Barat. Mereka sudah mengatakannya dan melakukan banyak hal terhadap kami,” tambahnya.
Kekalahan Rusia di Lyman terjadi hanya satu hari setelah Putin mengumumkan bahwa Rusia mencaplok empat wilayah Ukraina, termasuk Donetsk menyusul referendum yang digambarkan oleh pejabat AS sebagai hal “palsu.”
Pemimpin Rusia itu berjanji untuk mempertahankan wilayah itu “dengan segenap kekuatan dan segala cara kami,” menurut Reuters.
Kementerian Pertahanan Ukraina mencuit video tentara mereka mengibarkan bendera Ukraina di Lyman pada hari Sabtu.
Mereka menambahkan bahwa Ukraina “telah dan akan selalu memiliki suara yang menentukan dalam ‘referendum’ hari ini dan di masa depan.” (hanoum/arrahmah.id)