(Arrahmah.com) – Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُواْ يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَآئِيلَ بِمَا صَبَرُواْ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُواْ يَعْرِشُونَ
“Kami telah mewariskan kekuasaan kepada Bani Israil, kaum yang dahulunya tertindas di negeri Syiria dan Irak, Yordan dan Palestina. Negeri-negeri itu adalah negeri yang Kami berkahi. Wahai Muhammad, pertolongan yang sempurna dari Tuhanmu kepada Bani Israil itu datang karena kesabaran mereka. Kami binasakan semua tipu daya Fir‘aun dan kaumnya serta semua yang telah mereka usahakan.” (Qs. Al-A’raf, 7:137)
Informasi dan pengetahuan sejarah yang terkandung dalam wahyu Ilahy, Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 137 ini, sungguh berharga untuk ditelaah, dipelajari dan ditadabbur. Bahwa rezim yang zalim, dimanapun di muka bumi ini, selalu dibangun atas penindasannya terhadap rakyat yang lemah. Tetapi kezaliman, betapapun hebat dan kejamnya, akan berakhir dan dihancurkan Allah subhanahu wa ta’ala. Penindasan yang dilakukan rezim Fir’aun terhadap Bani Israil, pada akhirnya berbuah manis berupa kemenangan, otoritas kekuasaan, dan kehancuran Fir’aun.
Perbudakan dan penindasan yang dialami Bani Israil di bawah rezim Fir’aun, membawa kesengsaraan luar biasa bagi Bani Israil. Sebagai imigran lokal, dan warga minoritas di negeri Mesir, Bani Israil diperlakukan sebagai budak, terpinggirkan, dieksploitasi dan dibuang ke berbagai negeri Syria, Iraq, Yordania dan Palestina. Sehingga mereka menjadi warga negara yang lemah dan dikalahkan.
Sejarah mencatat, bahwa Bani Israil termasuk kaum yang pintar, kreatif tapi berwatak jahat. Mereka suka berbuat dosa. Kepintaran dan watak jahat yang berpadu pada kaum Bani Israil, diperalat dan disalahgunakan sebagai alat kejahatan untuk membangun imperium kekuasaan Fir’aun.
Mengapa kaum yang pintar seperti Bani Israil bisa diperbudak oleh penguasa zalim? Kecerdasan dan watak jahat yang dimiliki Bani Israil dieksploitasi habis-habisan untuk kepentingan kekuasaan diktator Fir’aun.
Di antara watak jahat Bani Israil, seperti diberitakan dalam Al-Qur’an adalah: pertama, Bani Israil gemar bermusuhan dengan sesama kaumnya sendiri, sehingga mudah diadu domba oleh musuh-musuhnya.
Kedua, berkolaborasi dan bersekongkol dengan musuhnya untuk melawan kaumnya sendiri.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ثُمَّ أَنتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِّنكُم مِّن دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِم بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِن يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Wahai Bani Israil, ternyata kalian saling membunuh, dan sebagian kalian mengusir sebagian lainnya dari negeri mereka, demi membantu musuh dengan cara-cara dosa dan permusuhan. Ketika sebagian Bani Israil yang menjadi tawanan musuh datang kepada sebagian kalian yang membantu musuh untuk minta bantuan tebusan, sebagian kalian mau membantu mereka. Padahal membantu musuh itu telah diharamkan bagi kalian. Wahai Bani Israil, apakah kalian beriman kepada sebagian Taurat, tetapi kafir kepada sebagian lainnya? Balasan bagi sebagian kalian yang berbuat demikian adalah kehinaan dalam kehidupan dunia. Pada hari kiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam adzab neraka yang sangat pedih. Allah sama sekali tidak lengah mencatat semua perbuatan kalian.” (Qs. Al-Baqarah, 2: 85)
Namun, sekalipun Bani Israil ditindas, diperbudak dan dipecah belah menjadi masyarakat nomaden oleh Fir’aun, tapi masih tersisa sikap baik, yaitu tidak tunduk pada doktrin Fir’aun. Dalam kelemahan, mereka tidak terpengaruh ideologi Fir’aun, dan tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang diwarisi dari leluhurnya Nabi Ya’kub ‘alaihissalam, sebagai penerus dari ajaran Nabi Ishak ‘alaihissalam.
Dalam keadaan tertindas, tercerai berai di berbagai negeri, Bani Israil bertahan pada ajaran kebenaran yang dibawa para Nabi. Karena itu Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Musa ‘alaihissalam kepada bangsa Israil, untuk melestarikan agamanya. Di bawah kepemimpinan Nabi Musa, Bani Israil dapat dipersatukan untuk menghadapi rezim Fir’aun. Perjuangan melawan kezaliman, ternyata membawa keberkahan bagi seluruh rakyat Mesir.
Inilah buah kesabaran dan istiqamah dalam kebenaran. Segala pembangunan dan fasilitas kekuasaan rezim Fir’aun yang diperoleh atas penjajahan dan perbudakannya terhadap Bani Israil dihancurkan oleh Allah. Bukan lantaran kehebatan Bani Israil, melainkan azab Allah yang ditimpakan kepada rezim Fir’aun yang kejam, sebagai buah dari kesabaran Bani Israil untuk berpegang teguh pada agama leluhurnya dibawah kepemimpinan Musa ‘alaihissalam. Sungguh Allah memberi kemenangan kepada hambanya yang taat, istiqamah pada ajaran agamanya, dengan menghancurkan musuh-musuhnya.
Hikmah Ilahy
Peristiwa bersejarah ini, mengajarkan kepada kita kaum Muslimin di negeri ini. Selama berabad-abad dijajah dan diperbudak oleh kolonial Belanda, kemudian Jepang, tapi dengan pertolongan Allah segala hasil pembangunan serta fasilitas kekuasaan para penjajah itu dihancurkan Allah hingga berkeping-keping. Belanda terusir dari Indonesia, begitupun Jepang enyah dari bumi pertiwi.
Harus disadari, kemenangan melawan penjajah bukan karena kehebatan perlawanan bangsa Indonesia dengan bambu runcingnya. Tetapi Allah mengazab kedurjanaan para penjajah itu melalui tangan hamban-Nya, para pejuang kemerdekaan dengan jihad dan kumandang Allahu Akbar. Sebagai balasan Allah subhanahu wa ta’ala atas kesabaran kaum Muslimin yang tetap istiqamah dengan ajaran Islam, dan tidak mau mengikuti agama Nasrani yang dibawa penjajah Belanda, ataupun menyembah matahari seperti dilakukan penjajah Jepang. Sehingga tercantum dalam pembukaan UUD 1945, kalimat “Dengan rahmat Allah yang Maha Kuasa…” Kalimat ini merupakan bentuk kesyukuran umat Islam bangsa Indonesia, atas kemerdekaan yang diraih melalui jihad para mujahid.
Lalu, mengapa setelah kemerdekaan umat Islam semakin lemah, terpinggirkan, dan panggung kekuasaan berpindah-pindah dari tangan penguasa jahat yang satu kepada penguasa jahat lainnya, yang menolak Syari’at Allah? Bahkan aliran sesat, kemiskinan, korupsi, narkoba, konflik antar warga negara dan segala bentuk kemungkaran merajalela? Inilah akibat buruk dari pengkhianatan kaum nasionalis terhadap perjuangan kemerdekaan. Mereka tidak bersyukur kepada Allah, dan merasa kemerdekaan diraih karena kehebatan para pahlawan nasional dengan bambu runcingnya. Klaim demikian adalah bohong besar.
Kekalahan dan nasib buruk yang menimpa kaum muslimin bangsa Indonesia di bawah dominasi kaum nasionalis sekuler, setidaknya disebabkan oleh dua hal. Yaitu, sebagai penduduk mayoritas di negeri ini, kaum muslimin gemar bertikai sesama muslim karena alasan parsial dan sepele, sehingga mudah diadu domba dan diperalat kaum sekuler, liberal dan demokrasi. Mereka bertengkar dan membiarkan sistem kekuasaan di bawah dominasi ideologi jahiliyah.
Selain itu, tokoh-tokoh Islam, demi keuntungan dunia yang sesaat, mereka rela bekerjasama dengan orang-orang kafir untuk melemahkan sesama muslim, yang bukan anggota organisasi atau partainya. Akibatnya, segala potensi umat Islam dieksploitasi untuk kepentingan ideologi asing, sementara umat Islam terus melestarikan permusuhan dan pengingkarannya terhadap Syari’at Allah subhanahu wa ta’ala. Sampai kapan kenyataan pahit ini membelenggu kaum Muslimin di negeri ini?
Wallahu a’lam bish shawab.
Kajian Tafsiriyah Al-Qur’anul Karim Ustadz Muhammad Thalib
Kuliah Subuh, Selasa 28 Mei 2013, di Masjid Raya Ar-Rasul, Yogyakarta.
Ustadz Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
(Ukasyah/arrahmah.com)