Segala puji milik Allah Ta’ala, kita memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya dan mengharap ampunan-Nya, serta kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kita dan dari keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang mampu menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang berkuasa memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.
‘Amma ba’du.
Perintah Allah SWT untuk menjaga agama
A. Umum:
Setiap mukmin wajib menjaga agamanya dengan sebaik-baiknya. Langkah pertama yang harus dilakukan ialah mempelajari dan memahami agamanya dengan pemahaman yang benar berdasarkan pemahaman salafush shalih, beramal dengannya, mendakwahkannya dan bersifat sabar ketika menghadapi halangan dalam berdakwah, beramar-ma’ruf dan nahi-mungkar, serta jihad fie sabilillah. Tugas dakwah, amar-ma’ruf dan nahi-mungkar, serta jihad merupakan semulia-mulia amal shalih yang tidak boleh dilalaikan. Ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, gejala lemahnya umat untuk beramar-ma’ruf dan nahi-mungkar ini mulai muncul, maka beliau berkata kepada orang-orang, “Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah membaca ayat ini;
Artinya, “Wahai kaum mukmin, peliharalah diri kalian dengan baik. Orang yang sesat tidak akan dapat merugikan kalian jika kalian sudah mendapatkan hidayah. Kelak kalian akan kembali kepada Allah, lalu di akhirat kelak, Allah akan mengabarkan kepada kalian apa yang telah kalian lakukan di dunia.” (QS. al-Maidah, 5 : 105)
tetapi kamu telah meletakkan ayat ini bukan pada tempatnya, sedangkan aku mendengar Rasulullah saw bersabda;
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ ، وَلا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلََّ أَنْ يَعُمَّهُمْ بِعِقَابِهِ
Artinya, “Sesungguhnya jika manusia melihat kemungkaran tetapi mereka tidak mau merubahnya, maka lambat laun Allah ‘azza wajalla akan menimpakan azab (siksa) keatas mereka seluruhnya.” (HR. Imam Ahmad)
Mentafsirkan ayat diatas, Abu Bakar ash-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu berkata;
أَيُّهَا النَّاسُ ، إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّهُ مُجَانِبُ الإِيمَانِ
Artinya, “Wahai manusia, jauhilah olehmu kedustaan, karena kedustaan itu akan menjauhkan keimanan.” (HR. Imam Ahmad)
Abu Isa at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ummayah asy-Sya’bani, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Abu Tsa’labah al-Khusyani, lalu kutanyakan kepadanya, “Bagaimanakah mengamalkan ayat ini?” Maka ia balik bertanya, “Ayat yang mana?” Kemudian kukatakan, “Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” Ia menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya aku telah menanyakan hal itu kepada seseorang yang benar-benar mengerti. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka beliau menjawab,
بَلِ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ ، وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا ، وَهَوًى مُتَّبَعًا ، وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً ، وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعِ الْعَوَامَّ ، فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ كَعَمَلِكُمْ
Artinya, “Bahkan hendaklah kalian saling menyuruh berbuat ma’ruf dan saling mencegah kemungkaran, sehingga jika engkau melihat kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang diutamakan, dan kekaguman setiap orang kepada pendapatnya, hendaklah engkau menjaga dirimu sendiri dan tinggalkanlah orang-orang awam, karena dibelakang kalian masih ada hari-hari yang panjang. Orang yang sabar di dalam hari-hari itu tidak ubahnya seperti orang yang menggenggam bara. Bagi orang yang beramal pada hari-hari itu akan memperoleh balasan seperti balasan yang diberikan kepada limapuluh orang laki-laki yang beramal seperti amal kalian.”
Abdullah bin al-Mubarak mengatakan, selain Utbah, ada yang menambahkan, dikatakan, “Ya Rasulullah, balasan limapuluh orang laki-laki dari kita atau dari mereka?” Beliau menjawab,
بَلْ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ
Artinya, “Bahkan balasan limapuluh orang laki-laki dari kalian.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim)
B. Khusus:
Seorang ayah atau suami wajib memberi pengajaran kepada anak-anaknya, isterinya, keluarganya, serta orang-orang yang berada dalam tanggungan dan pemeliharaannya.Tugas pokok yang utama harus didahulukan ialah tugas memelihara agamanya dengan sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman:
Artinya, “Wahai orang-orang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa neraka. Neraka itu bahan bakarnya adalah manusia dan berhala-berhala (yang terbuat dari batu), penjaganya malaikat yang kekar lagi kasar, para malaikat tidak pernah menyalahi perintah yang Allah berikan kepada mereka. Para malaikat senantiasa melaksanakan perintah-Nya”. (QS. at-Tahrim, 66 : 6)
Mentafsirkan ayat ini para ulama berkata:
a. Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
أَدِّبُوهُمْ وَعَلِّمُوهُمْ
Artinya, “Didiklah mereka beradab dan ajarlah mereka agama mereka.”
b. Berkata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,
اعْمَلُوا بِطَاعَةِ اللَّهِ ، وَاتَّقُوا مَعَاصِيَ اللَّهِ ، وَمُرُوا أَهْلِيكُمْ بِالذِّكْرِ ، يُنْجِيكُمُ اللَّهُ مِنَ النَّارِ .
Artinya, “Bekerjalah kamu untuk mentaati Allah dan takutlah kamu mendurhakai Allah (suruhlah mereka taat kepada Allah dan menjauhi maksiat kepada-Nya), dan suruhlah keluargamu berzikir mengingat Allah, Allah akan menyelamatkan kamu dari neraka.”
c. Berkata Adh-Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan,
حَقٌّ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ أَهْلَهُ مِنْ قَرَابَتِهِ ، وَإِمَائِهِ ، وَعَبِيدِهِ مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ، وَمَا نَهَاهُمُ اللَّهُ عَنْهُ .
Artinya, “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”
d. Mujahid berkata,
اتَّقُوا اللَّهَ ، وَأَوْصُوا أَهْلِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ .
Artinya, “Taatlah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluaga kalian untuk taat kepada Allah.”
e. Qatadah berkata,
يَأْمُرُهُمْ بِطَاعَةِ اللَّهِ ، وَيَنْهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ ، وَأَنْ يَقُومَ عَلَيْهِمْ بِأَمْرِ اللَّهِ ، وَيَأْمُرَهُمْ بِهِ وَيُسَاعِدَهُمْ عَلَيْهِ ، فَإِذَا رَأَيْتَ لِلَّهِ مَعْصِيَةً ، قَدَعْتَهُمْ عَنْهَا ، وَزَجَرْتَهُمْ عَنْهَا .
Artinya, “Mestilah engkau menyuruh mereka untuk taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan mestilah engkau menyuruh untuk menjalankan perintah Allah kepada mereka dan perintahkanlah mereka menjalankannya serta membantu mereka menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”
Dalam melaksanakan tugas dakwah, amar-ma’ruf dan nahi-mungkar, Allah SWT berwasiat kepada Rasulullah saw,
Artinya, “Wahai Muhammad, karena itu bersabarlah kamu menghadapi ejekan orang-orang kafir. Agungkanlah Tuhanmu dengan memuji-Nya sebelum matahari terbit, setelah matahari terbenam dan pada tengah malam. Agungkanlah Tuhanmu pada pagi dan sore hari, supaya hatimu senang karena mendapatkan pahala. Wahai Muhammad, janganlah kamu terpesona oleh kesenangan-kesenangan yang Kami berikan kepada golongan kafir pencinta dunia. Kesenangan dunia merupakan perhiasan kehidupan. Kesenangan dunia itu Kami jadikan sebagai ujian bagi manusia. Adapun karunia Tuhanmu di akhirat kelak jauh lebih baik dan amat kekal. Wahai Muhammad, suruhlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam melaksanakannya. Kami tidak meminta imbalan kepada kamu, bahkan Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Pahala yang baik di akhirat kelak hanyalah bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan bertauhid.” (QS. Thoha, 20 : 130, 131, 132)
Islam Adalah Agama Fitrah
Sesungguhnya dien Islam adalah dien yang sempurna, yaitu sebuah tatanan hidup yang mengatur kehidupan manusia, baik hubungannya kepada Rabb-nya, maupun hubungannya antar manusia itu sendiri. Islam juga manhajul hayaat as syaamil mutakaamil, tatanan hidup yang lengkap, komprehensif dan universal, tidak memerlukan imbuhan atau tambahan dari agama lain. Gagasan-gagasan impor yang terus saja mengglobal tentu saja sangat bertolak-belakang dengan pokok-pokok dasar Islam yang sudah dibakukan Allah Ta’ala, seperti pada firman-Nya,
Artinya, “…Pada hari ini Aku telah menyempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu dan Aku ridha Islam sebagai dienmu…” (QS. al-Maidah, 5: 3)
Kesempurnaan yang dimaksudkan Allah Ta’ala itu ialah satu-satunya aturan yang berlaku secara universal bagi manusia seluruhnya, seperti yang terdapat dalam firman-Nya,
Artinya, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali ”Imran, 3 : 19)
Dan juga firman-Nya,
Artinya, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran, 3 : 85)
Islam sendiri adalah agama fitrah yaitu agama yang sesuai dengan tabiat kejadian manusia, sehingga fitrah yang masih murni dan bersih tidak akan pernah menolak atau menentang tatanan hidup yang sudah digariskan. Apabila fitrah ini berubah sehingga cenderung kepada kesesatan, maka satu-satunya rumusan untuk meluruskannya hanya dengan syari’at yang telah difitrahkan bagi manusia tersebut yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Renungkan dan pahami firman Allah Ta’ala pada QS. al-An’am, 6 :153)
Perhatikanlah berbagai upaya manusia yang sudah rusak fitrahnya, sehingga mereka mencoba-coba secara terus-menerus untuk mengutak-atik dien ini agar menyimpang dari aslinya. Inilah pekerjaan orang-orang kafir sepanjang masa sebagaimana yang terdapat pada firman-Nya,
Artinya, “…Celakalah orang-orang kafir karena kelak mendapat adzab yang berat di akhirat, yaitu orang-orang yang lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, menyimpang dari Islam dan berusaha mencari jalan kekafiran. Mereka itu berada dalam kesesatan yang amat jauh.” (QS. Ibrahim, 14 : 2-3)
Kesempurnaan hakiki yang hanya dimiliki dien Islam tersebut otomatis telah menyebabkan ketidak-senangan kaum kafir terhadap dien Islam dan para penganutnya. Prilaku mereka memusuhi Islam tentu bukan karena mereka tidak mengerti Islam, akan tetapi karena sifat kedengkian mereka yang sudah mendarah-daging mengalahkan sifat fitrah bawaan setiap manusia itu sendiri.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah pernah berkata, “Mereka yang menolak kebenaran bukan disebabkan karena kebenaran itu samar atau tidak jelas, akan tetapi karena mereka memang berpaling darinya. Apabila mereka tidak mengambil sikap berpaling dan mau memperhatikannya, niscaya kebenaran tersebut menjadi jelas bagi mereka dengan kejelasan yang nyata dan gamblang.”
Sementara Imam an-Nawawi’ rahimahullah mengatakan, “Adapun menolak kebenaran yaitu menolaknya dan mengingkarinya dengan menganggap dirinya tinggi dan besar.”
Dalam kitab Minhajul Firqah an-Najiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata, bahwa seorang mu’min tidak boleh menolak kebenaran dan nasehat sehingga tidak menyerupakan dirinya seperti kaum kafir dan agar tidak terjerumus dalam kesombongan yang akan menghalangi pelakunya untuk memasuki surga. Hikmah adalah ibarat sebuah barang seorang mu’min yang hilang, yang dimana saja ia menemuinya maka ia harus mengambilnya.
Musuh-musuh Islam
Dalam al-Qur’an dengan sangat gamblang Allah Ta’ala nyatakan bahwa orang-orang diluar Islam, seperti Yahudi, Nasrani, dan antek-anteknya, tiada akan henti-hentinya merancang makar dan membangun konspirasi untuk memadamkan cahaya kejayaan Islam. Lihat firman Allah (QS. al-Baqarah, 2 : 217). Sepatutnyalah umat Islam sendiri semakin menyadari serta harus selalu bersiaga karena musuh-musuh selalu mengintai dari segala arah untuk membumi-hanguskannya. bahwa target utama penghancuran kaum kafir di sepanjang zaman adalah Islam.
Tumbuh dan tersebarnya pemahaman-pemahaman sesat yang kian marak juga merupakan fenomena nyata yang menandakan adanya segolongan umat yang berusaha menghancurkan kemuliaan Islam melalui penyalah-gunaan fitrah akal manusia. Golongan pembuat makar ini tak hanya bersumber murni dari golongan kafir saja, akan tetapi dikembangkan oleh muslim-muslim yang sudah terpengaruh oleh isme-isme produk hasil pemikiran barat. Maka menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim untuk bersegera mengintropeksi diri, kembali kepada jalan Allah Ta’ala, dan bersikap waspada terhadap makar dan tipu-daya musuh-musuh tersebut.
Pembagian Golongan yang Memusuhi Islam
Dalam sebuah firman-Nya, Allah Ta’ala telah menjelaskan tentang karakteristik orang-orang yang memusuhi Islam, yaitu
Artinya, “Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya).” Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. at-Taubah, 9 : 64-66)
Ayat diatas memberitahukan bahwa dalam setiap peradaban manusia, akan senantiasa ada segolongan umat yang bersifat menolak fitrah, mengganti ketetapan hakiki, atau mencampur-adukkan kebatilan dengan kebenaran sehingga manusia lainnya akan terperangkap dalam kebenaran yang semu tersebut.
Segolongan itu bertuhankan akal dan hawa-nafsu semata sehingga tuntunan syari’at yang sudah diatur sejalan dengan fitrah manusia dianggap menjadi penghalang terhadap setiap kehendak mereka, sehingga acapkali mereka mencela, melecehkan, menyakiti, bahkan hingga tak segan-segan menangkap, memenjarakan, menghukum dengan hukuman berat bahkan membunuh jiwa tanpa haq.
Selain aksi-aksi mereka yang menyatakan sikap permusuhan secara terang-terangan, mereka pun memerangi Islam dengan gerakan bawah tanah, salah-satunya dengan menciptakan cara-cara dan gaya pemikiran baru dalam memahami Islam.
Perhatikan pergerakan kaum liberal, sekuler, feminis, kapitalis, komunis, bahkan atheis di sekitar umat Islam. Mereka bisa dengan mudah ditemukan dimana-mana saat ini. Meskipun berbeda nama, namun kepentingan dan tujuan mereka sudah pasti sejalan yaitu mempengaruhi dan mengacak-acak tatanan kehidupan bersyari’at yang sudah ada di negeri-negeri muslim secara khusus untuk mengikuti millah mereka.
A. Golongan Kafir
Sumbernya yang paling dominan adalah Yahudi dengan zionismenya yang merupakan problem terbesar bagi dunia sejak diciptakannya hingga saat ini.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai Muhammad, kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu sampai kamu mau mengikuti agama mereka. Wahai Muhammad, katakanlah: “Sungguh Islam itulah agama Allah yang sebenarnya.” Sekiranya kamu mengikuti agama kaum Yahudi dan Nasrani, padahal telah datang kepadamu perintah untuk mengikuti Islam, niscaya tidak ada orang yang dapat menolong kamu dari siksa Allah di akhirat.” (QS. al-Baqarah, 2 : 120)
Ibnu Jarir berkata, “Yang dimaksud pada ayat diatas adalah bahwa umat Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu selamanya sebelum kamu mengikuti apa yang mereka sukai dan mereka setujui, maka carilah keridhaan Allah dimana kamu diutus dengan hak dalam keridhaan itu.”
Allah Ta’ala juga mengingatkan,
Artinya, “Wahai orang-orang mukmin, sebagian besar kaum Yahudi dan Nasrani menginginkan kalian menjadi kafir setelah kalian beriman. Mereka dengki kepada kalian setelah bukti-bukti kerasulan Muhammad jelas bagi mereka…” (QS. Al-Baqarah, 2 : 109)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa melalui firman-Nya, Allah Ta’ala memberitahukan kepada mereka ihwal (keadaan/kondisi) permusuhan kaum kafir kepada umat Islam, baik secara batiniyah maupun secara lahiriah. Hal tersebut tiada lain karena mereka hasad terhadap kaum muslim karena mereka mengetahui keunggulan kaum muslim dan nabinya setelah nyata bagi mereka kebenaran risalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dahulu mereka temukan dalam kitab suci mereka sendiri yaitu Taurat dan Injil. Mereka sesungguhnya mengakui kebenaran tersebut namun kedengkian bahwa risalah itu datangnya bukan berasal dari keturunan bangsa mereka sendiri, sudah menutupi fitrah cara berpikir mereka.
Louis Daste pernah menulis dalam bukunya yang berjudul Yahudi dan Organisasi Rahasia bahwa dalam setiap perubahan pemikiran besar yang terjadi, maka dapat dipastikan bahwa disitulah terdapat campur-tangan Yahudi, baik yang nampak maupun yang rahasia. Dalam kitab suci mereka, Talmud, disebutkan bahwa bangsa Yahudi berasal dari unsur Tuhan dan Hakhom (pemuka agama Yahudi), maka kebenaran adalah di pihak Hakhom.
Sedikit contoh tentang golongan yang memusuhi Islam adalah bangsa kafir Eropah. Mereka telah bekerja-keras melaungkan gerakan Islamophobia pada masyarakat dunia, tidak terkecuali juga kepada umat muslim sendiri. Dengan arogan dan penuh kebencian, mereka juga dengan tak sungkan lagi memperlihatkan kebencian tersebut. Berita tentang ‘keberanian’ mereka menggambarkan sosok Rasulullah saw dengan sebentuk karikatur yang amat tak pantas, telah terbukti berkali-kali terjadi. Beliau saw digambarkan dengan sebilah pedang dan membawa bom di atas kepalanya. Begitu pula dengan bentuk penistaan umat kafir serupa yang seakan sengaja terus diulang, baik melalui lisan, tulisan, penggambaran karikatur, ataupun pembuatan film seperti yang terjadi pada September 2012 kemarin; beredarnya berita tentang film yang sudah menggemparkan kaum muslimin dunia hasil garapan sutradara Sam Bacile alias Nakoula Basseley Nakoula, Innocence of Muslims. Penistaan tersebut tentu saja menambah deret panjang daftar kearoganan pihak musuh-musuh Islam dalam menghujat dien ini. Semua bentuk penghinaan tersebut merupakan penyudutan dan cara berpikir sesat mereka bahwa Islam dalam kacamata mereka merupakan sumber bencana dan pembawa anarki serta keresahan dunia.
Hal ini tentu tidak bisa didiamkan karena ini adalah salah-satu bentuk skenario untuk semakin menambah tersudutnya Islam. Seperti yang sudah Allah Ta’ala firmankan diatas bahwa mereka selamanya akan bekerja-keras dan saling bahu-membahu untuk memberangus Islam hingga ke akar-akarnya.
Dalam hal penghancuran tersebut, mereka meracuni umat melalui program lihat-dengar. Dalam penelitian, diketahui bahwa alat-alat indera manusia yang berupa penglihatan dan pendengaran merupakan alat tercanggih sebagai penyampai informasi bagi otak. Selanjutnya otak merekam informasi tersebut dalam bank datanya. Untuk memperkuat data-data tersebut maka diperlukan masuknya informasi yang berulang. Dengan cara seperti itulah mereka berusaha menanamkan kepada umat agar nantinya memiliki kesamaan berpikir terhadap sesuatu ala mereka.
Seperti yang bisa dilihat di sekeliling kita saat ini, dalam ranah hiburan—mereka menggaet pengusaha, baik musyrikin maupun munafikin untuk beramai-ramai membuat program memfasilitasi setiap orang (baik kafir ataupun muslim) untuk dibentuk menjadi role-model. Role-model ini akan dihiasi dengan ketenaran, keglamoran, dan seabrek kesedapan dunia lainnya. Apalah daya… Bagi yang tergiur, akhirnya terdorong untuk mengikuti jejak sang diva yang dikaguminya. Jalannya pun telah terbuka luas, beraneka-ragam kontes dan ajang para pencari bakat telah menanti, apalagi batasan usia mulai tak lagi ketat. Maka berduyun-duyunlah mereka hendak membangun mimpi untuk hidup layaknya sang diva. Bagi yang merasa tak memiliki kemampuan untuk ‘tampil’ di muka umum, akhirnya cuma jadi penonton. Dimana saja ada pagelaran, baik musik, film, dan semacamnya dikejar untuk ditongkrongi.
Umatpun teracuni dengan berbagai ungkapan yang menggelincirkan. Mulai dari hak kebebasan berekspresi, hak untuk hidup berkesenian, hingga hak apa-apa terserah semau gue…
Kalau sudah seperti ini, maka ‘pengorbanan’ Yahudi dan kroni-kroninya telah beroleh keberhasilan. Dimana umat sudah menggandrungi dunia sehingga melalaikan bahkan meninggalkan tatanan yang semestinya dipanutinya. Rasulullah saw telah jauh-jauh hari memaklumatkan,
Artinya, “Sesungguhnya tali islam akan terlepas seutas demi seutas, ketika terlepas satu utasan, maka umat manusia akan memegang tali berikutnya. Maka perkara yang pertama kali terlepas adalah masalah hukum dan yang paling terakhir terlepas adalah masalah sholat.” (HR. Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban, Imam al-Hakim)
Secara fisik, kaum salibis barat telah melaungkan genderang perangnya melawan Islam sejak beberapa dekade lalu melalui apa yang mereka namakan crusade atau perang salib. Islam yang semakin meluas di jazirah Arab hingga Spanyol, membuat umat Nasrani kalang-kabut dan menerbitkan dendam kesumatnya. Berikut juga dengan apa yang sudah ditabuh presiden Bush di tahun 2001 yang terkenal dengan pernyataannya War against Islamic Terrorism. Dengan lantang ia mengatakan, “Every nation in every region now has a decision to make either you are with us or you are with the terrorist. From this day forward, any nations that continues to harbor or support terrorism will be regarded by United States as a hostile regime.” (Setiap bangsa di setiap negeri, sekarang memiliki keputusan: apakah bersama kami atau bersama teroris. Sejak hari ini hingga selanjutnya, setiap bangsa yang terus melindungi atau mendukung teroris akan berhadapan dengan Amerika Serikat sebagai pihak yang bermusuhan).
Negara ‘adikuasa’ tersebut memang berambisi besar untuk menjadi polisi dunia, bahkan tak ayal lagi bergeser naik menjadi teroris dunia. Apa saja yang tak sejalan harus digilas habis, apa saja yang bertabrakan dengan egonya maka disodori desakan “With us or with the terrorist?!” Persis seperti pernyataan teologis, “Siapa yang tidak bersama aku, maka ia melawan aku.” (Lukas, 11 : 23)
Namun bagaimanapun berkobar-kobarnya kebencian kaum la’natullah tersebut dalam upayanya menghancurkan kejayaan Islam, sebagai muslim kita harus berpegang-teguh terhadap apa yang sudah dijanjikan Allah Ta’ala, seperti dalam firman-Nya,
Artinya, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. at-Taubah, 9 : 32)
B. Golongan Muslim
Kepongahan terhadap dien yang haq ini bukan hanya datang dari kelompok di luar Islam, di kalangan umat Islam sendiri tak sedikit yang berusaha untuk mengutak-atik agama yang dipeluknya tersebut dengan merefleksikannya terhadap cara-cara pemikiran barat. Saat ini sudah banyak muncul kelompok yang mengadopsi metodologi tentang pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah yang bersumber dari peradaban barat yang bersumber dari ‘akal-akalan semata. Hal ini sebenarnya juga merupakan strategi dan makar kaum kafir dalam upayanya memadamkan cahaya Islam kepada umat Islam melalui tangan-tangan umat Islam sendiri yang nota-bene tak paham agama.
Keberadaan mereka tentu saja tak lepas dari pengaruh barat yang piawai dalam menjajakan bentuk-bentuk pemikirannya terhadap Islam dan tatanannya. Kelompok ini bergerak dengan memiliki jangkauan yang luas, baik dari segi politik, budaya, sosial, pendidikan, teknologi, dan lainnya. Gerakan impor pemikiran yang mereka usung terus disebar-luaskan untuk memperluas hegemoni pihak asing di seluruh tatanan ideologi Islam. Mereka memakai nama yang terlihat berbeda-beda dengan menerapkan isme-isme yang tampak berbeda-beda pula, seperti kelompok penganut liberalisme, komunisme, kapitalisme, feminisme, dan lainnya. Namun jiwa mereka serupa—yaitu menginginkan yang haq hancur bertukar dengan yang bathil.
Kasak-kusuk kelompok ini dalam usahanya mengubah-ubah syari’at Islam merupakan gerakan penghancuran yang lebih berbahaya, sebab mereka melabelkan diri mereka dengan kemasan ke-Islaman sehingga dengan berkedok kemuslimannya itu mereka menipu-daya umat. Dalam sebuah firman-Nya Allah Ta’ala mengingatkan,
Artinya, “Ada sebagian pendeta Yahudi dan Nasrani yang membaca Taurat dan Injil dengan merubah-rubah kalimatnya, tetapi para pengikutnya menyangka bahwa para pendeta itu membaca Taurat dan Injil dengan benar. Padahal apa yang dibaca pendeta itu sama sekali bukan Taurat dan Injil. Para pendeta itu berkata: “Apa yang kami baca ini adalah dari sisi Allah.” Padahal semua itu sama sekali bukan dari sisi Allah. Mereka telah membuat kebohongan atas nama Allah, dan mereka menyadari kebohongannya itu.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 78)
Kelompok ini juga tidak akan pernah puas dan berhenti dalam mengubah dan menggantikan kemurnian tauhid dengan kesyirikan melalui dibentuknya hukum-hukum baru yang mereka sebut dengan hukum positif demi mengganti hukum-hukum Allah Ta’ala yang mereka anggap lebih relevan dan sejalan dengan perkembangan zaman. Sementara dalam Islam, penerapan syari’at dalam peri-kehidupan seorang muslim adalah suatu kemutlakan. Oleh sebab itu, maka penerap sistem hukum selain syari’at-Nya statusnya dihukumi kafir, zalim, atau fasik sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Artinya, “…Siapa saja yang tidak mau menetapkan dan melaksanakan hukum sesuai syari’at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, mereka itu adalah orang-orang kafir.”
“…Siapa saja yang tidak mau menetapkan hukuman setimpal dalam perkara pembunuhan dan penganiayaan sesuai syari’at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, maka mereka itu adalah orang-orang zhalim.”
“…Siapa saja yang tidak mau melaksanakan hukum sesuai syari’at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, mereka itulah orang-orang yang durhaka kepada Allah.” (QS. al-Ma’idah, 5 : 44, 45, 47)
Mereka juga selalu mengemukakan pendapat dan pemikirannya bahwa hukum Islam selalu mendiskreditkan agama lain dan bersifat memaksakan kehendak terhadap kepentingan penganut lainnya. Hal ini memunculkan gagasan untuk memunculkan HAM atas nama keadilan. Perhatikanlah aktivitas kaum sepilis (sekuler, pluralis, dan liberalis) yang terus berfikir dan mencari-cari cara untuk memproduksi pemahaman baru tentang dien Islam. Beragam gagasan mereka luncurkan ke tengah-tengah umat melalui media massa, surat kabar, dan situs jejaring sosial. Akibatnya banyak ditemukannya pemikiran-pemikiran nyeleneh atau sesat yang bermunculan. Slogan-slogan kesesatan tampak semakin menyeruak ke ruang lingkup kehidupan Islam, seperti pluralisme, toleransi beragama, persaudaraan agama-agama, hermeneutika, liberalisasi dalam pentafsiran ayat, serta paham inklusivisme (suatu paham yang mengakui bahwa setiap agama memiliki dasar kebenaran). Slogan-slogan tersebut dirancang sedemikian rupa lalu dikemas dengan menyertakan ‘atribut’ Islam didalamnya. Lagi-lagi, umat yang awam senantiasa terpedaya mengekor para penyembah akal tersebut.
Gerakan impor pemikiran kini banyak diadopsi oleh para tokoh Islam sendiri, baik secara sadar maupun yang terpengaruh sejengkal demi sejengkal. Apalagi keadaan kaum muslim sendiri yang masih mengagumi faham taklid buta sehingga apapun yang ditawarkan oleh para tokoh ulama yang dianggap ‘cendekia’ itu akhirnya mereka konsumsi seutuhnya tanpa proses keilmuan terlebih dahulu.
Dalam Ali ‘Imran, Allah Ta’ala mengatakan,
Artinya, “Ada sebagian pendeta Yahudi dan Nasrani yang membaca Taurat dan Injil dengan merubah-rubah kalimatnya, tetapi para pengikutnya menyangka bahwa para pendeta itu membaca Taurat dan Injil dengan benar. Padahal apa yang dibaca pendeta itu sama sekali bukan Taurat dan Injil. Para pendeta itu berkata: “Apa yang kami baca ini adalah dari sisi Allah.” Padahal semua itu sama sekali bukan dari sisi Allah. Mereka telah membuat kebohongan atas nama Allah, dan mereka menyadari kebohongannya itu.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 78)
Sejarah telah lengkap mencatat dan membuktikan bahwa apa-apa yang manusia kreasikan untuk diterapkan sebagai pedoman utama selain apa yang terdapat dalam syari’at-Nya, maka ia akan hancur tak bermakna. Ketahuilah, bahwa akal dan kemampuan yang dianugrahkan Allah Ta’ala kepada manusia tidak diciptakan untuk menghasilkan suatu syari’at yang layak bagi manusia itu sendiri.
Ibnu Mas’ud berkata,
إِتَّبِعُوا وَلاَ ابْتَدَعُوا فَقَدْ كُفِيِتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Artinya, “Ber-ittiba’lah kamu kepada Rasulullah dan janganlah kamu ber-ibtida’ (mengada-ada tanpa dalil), karena sesungguhnya agama ini telah dijadikan cukup buat kalian, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” (HR. ath-Thabrani dan ad-Darimi dengan isnad yang shahih)
Para mujaddid (pembaharu) dalam syari’at biasanya memiliki pemahaman yang rancu (talbis) iblis. Pemahaman tersebut biasanya dimulai dari kaidah-kaidah yang masih bersifat umum karena lebih mudah untuk diselewengkan. Misalnya dalam upaya pengaburan ayat dari makna yang sesungguhnya, seperti pada ayat,
Artinya, “Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya…” (QS. al-Baqarah, 2: 286)
Ayat ini digelincirkan sedemikian rupa oleh mereka sehingga banyak muslim awam terpedaya, bahwa apabila mereka merasa berat melaksanakan suatu perintah, sekalipun perintah tersebut merupakan bersifat wajib, maka mereka meninggalkannya dengan dalih ayat tersebut. Padahal ayat diatas merupakan pemberitaan Allah Ta’ala bahwasanya Dia tidak memberi beban kepada hamba-Nya dengan perintah yang diluar kemampuan mereka. Artinya, seluruh ketentuan syari’at Allah Ta’ala tidak ada yang diluar kemampuan mereka, hanya hamba-Nya lah yang menganggap berat syari’at tersebut karena penolakan dari hawa nafsunya sendiri.
KRITERIA AJARAN SESAT
Ketetapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang 10 parameter aliran sesat
Aliran dalam keagamaan banyak ragamnya. Hanya saja, apakah yang bersangkutan masuk kategori sesat atau tidak, banyak orang tidak memahaminya. Untuk mendeteksi adanya aliran sesat tersebut, MUI Pusat mengeluarkan 10 parameter (ukuran), yaitu:
1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam
2. Meyakini akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i
3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Qur’an
Dasarnya adalah QS. al-Ma’idah ayat 3,
Artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah, 5: 3)
Al-Qur’an surat al-Hijr ayat 9.
Artinya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr, 15 : 9)
4. Mengingkari otentisitas / kebenaran isi al-Qur’an
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. al-Baqarah, 2 : 2)
Allah Ta’ala juga berfirman,
Artinya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr, 15 : 9)
5. Melakukan penafsiran al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah tafsir
Dasarnya adalah hadits Nabi:
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
Artinya, “Barangsiapa berbicara tentang al-Qur’an tanpa ilmu yang memadai, maka bersiaplah baginya untuk menempati posisinya di neraka.” (HR. Tirmidzi & Ahmad)
6. Mengingkari hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam
Dasarnya adalah QS. an-Nisa’ ayat 65,
Artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’, 4 : 65)
7. Melecehkan atau merendahkan para Nabi dan Rasul Allah
Perhatikan QS. at-Taubah ayat 61,
Artinya, “Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.”
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir
Dasarnya al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 40,
Artinya, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’at
Dasarnya yaitu QS. al-Ma’idah ayat 3,
Artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i
Dasarnya, hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar,
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا.
Artinya, “Apabila seseorang mengkafirkan temannya, maka ucapan itu benar-benar kembali kepada salah seorang diantara keduanya (yang mengatakan dan yang dikatakan).” (HR. Muslim)
Berikut ini adalah kelompok-kelompok ajaran sesat yang menghancur syari’at Islam, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh MUI;
A. SYI’AH
Adapun ajaran Syi’ah telah memenuhi sepuluh kriteria ajaran sesat itu. Dengan begitu, Syi’ah bukanlah ajaran kebenaran, dan ajaran yang bukan kebenaran bukanlah ajaran Islam. Maka Syi’ah bukanlah bagian dari agama Islam, tetapi agama tersendiri yaitu agama Syi’ah. Mari kita telusuri kesesatannya berikut ini:
1. Mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam
Rukun iman ahlussunnah ada 6 (enam), yaitu:
- Iman kepada Allah
- Iman kepada malaikat-malaikat-Nya
- Iman kepada kitab-kitab-Nya
- Iman kepada Rasul-Nya
- Iman kepada yaumil akhir / hari kiamat
- Iman kepada qadar.
Sementara rukun iman Syi’ah ada 5 (lima), yaitu:
- At-Tauhid (Keimanan)
- An-Nubuwwah (Kenabian)
- Al-Imamah (Kepemimpinan)
- Al-Adlu (Keadilan)
- Al-Ma’ad (Hari Pembalasan)
Kelompok Syi’ah tidak mengimani kitab-kitab-Nya, malaikat-malaikat-Nya, qadha dan qadar dari Allah SWT.
Rukun Islam ahlussunnah ada 5 (lima), yaitu:
- Syahadatain
- Ash-Sholah
- Ash-Shoum
- Adz-Zakah
- Al-Hajj (bagi yang mampu).
Dan rukun Islam Syi’ah juga ada 5 (lima) tapi berbeda, yaitu:
- Ash-Sholah
- Ash-Shoum
- Adz-Zakah
- Al-Hajj
- Al-Wilayah (Pembelaan terhadap imam Syi’ah)
روى الكليني بسنده عن أبي جعفر قال: بني الإسلام على خمس: على الصلاة و الزكاة و الصوم و الحج و الولاية و لم يناد بشيء كما نودي بالولاية.
Al-Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Abi Ja’far dia berkata, “Islam itu dibangun atas 5 dasar, yaitu: Shalat, zakat, shaum, haji dan al-wilayah. Tidak ada yang beliau (Abu Ja’far) tekankan sebagaimana beliau menekankan rukun al-wilayah ini.” (Ushuul Al-Kaafie, 2 : 18)
Syahadat Syi’ah berbeda dengan syahadat ahlussunnah. Lafadzh syahadat Syi’ah yaitu: Laa ilaaha illallaah; “Tidak ada tuhan selain Allah” dan syahadat “Bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah” lalu mereka menambahkan lafadzh syahadat: “Bahwasanya Ali adalah wali Allah.”
Disebutkan di dalam kitab Syi’ah, Al-Furu’ Minal Kaafie 1/34, Tahdziibul Ahkaam 1/82 dan Wasaail Asy-Syii’ah 2/665,
عن أبي بصير عن أبي جعفر قال: …لقنوا موتاكم عند الموت شهادة أن لا إله إلا الله و الولاية.
Dari Abi Bashier dari Abi Ja’far dia berkata, “Talkinkanlah orang yang akan meninggal diantara kalian dengan syahadat laa ilaaha illallaah (Tidak ada tuhan selain Allah) dan al-wilayah (aku bersaksi bahwa Ali adalah Wali Allah).”
Dan dalam kitab Syi’ah Wasa’il asy-Syi’ah 4/1038 ada satu bab:
(باب استحباب الشهادتين و الإقر ار بالأنمة بعد كل صلاة)
Kesimpulan: Mengingkari satu rukun iman/Islam saja sudah sesat, apalagi lebih dari satu. Rukun iman/rukun Islam ahlussunnah tidak sama dengan rukun-rukunnya Syi’ah, maka Syi’ah keluar dari keimanan dan keislaman yang haq.
2. Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i
Syi’ah tidak mengikuti aqidah yang benar, sebab tidak meyakini al-Qur’an atau mushaf Utsmani dan menganggap palsu as-Sunnah (hadits) yang diriwayatkan oleh para sahabat.
Disebutkan di dalam kitab Syi’ah, Al-Hujjah Minal Kaafie /26, hadits no. 1:
ما ادعى أحد من الناس أنه جمع القرآن كله كما أنزل إلا كذاب و ما جمعه و حفظه كما نزله الله تعالى إلا علي بن أبي طالب و الأئمة من بعده.
Artinya, “Tidak ada seorang pun dari umat manusia yang mengaku bahwa dia telah mengumpulkan al-Qur`an sebagaimana yang diturunkan oleh Allah, kecuali dia itu adalah pendusta. Dan tidak ada yang mengumpulkan dan menghafalnya seperti yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kecuali Ali bin Abi Thalib dan para imam setelah beliau.”
Di dalam kitab Ashlu Asy-Syiiah wa Ushuuliha karangan Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha pada halaman 79 disebutkan,
إن الشيعة لا يعتبرون من السنة [أعني الأحاديث النبوية] إلا ما صح لهم من طريق أهل البيت….أما ما يرويه مثل أبي هريرية و سمرة بن جندب و عمرو بن العاص و نظائرهم فليس لهم عند الإمامية مقدار بعوضة.
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak menganggap sunnah (maksudnya hadits-hadits Nabi), kecuali apa-apa yang shahih menurut mereka yang diriwayatkan dari jalan Ahlul Bait… Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan seperti oleh Abu Hurairah, Samurah dan Amr bin Ash dan yang semisalnya, maka mereka itu di dalam pandangan Imamiyah (Syi’ah) kecuali hanya seperti nyamuk.”
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur’an
Al-Qur’an bagi ahlussunnah terdiri dari 6236 ayat yang hingga kini tetap terjaga keotentikannya, akan tetapi Syi’ah meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur’an yaitu mushaf Fatimah yang diturunkan kepada Siti Fatimah melalui malaikat Jibril. Mushaf ini berjumlah 17000 ayat (kitab Al-Kafi 1/239) yang masih disembunyikan oleh Imam Mahdinya (Muhammad bin Hasan al-Askari) mulai Ghoybah al-Kubro/bersembunyi di gua Samarro’, Iraq pada tahun 329, dimana gua tersebut selalu diziarahi kaum Syi’ah yang memohon agar imam mereka keluar untuk memimpin dunia.
Disebutkan dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah, Ushulu Madzhabis-Syi’ah 2/102:
إن الله تعالى لما قبض نبيه صلى الله عليه وسلم دخل على فاطمة عليها السلام من وفاته من الحزن ما لا يعلمه إلا الله عز وجل فأرسل الله إليها ملكا يسلي غمها و يحدثها فشكت ذلك إلى أمير المؤمنين رضي الله عنه فقال: إذا أحسست بذلك و سمعت الصوت قولي لي فأعلمته بذلك فجعل أمير المؤمنين رضي الله يكتب كل ما سمع حتى أثبت من ذلك مصحفا…أما إنه ليس فيه شيء من الحلال و الحرام و لكن فيه علم ما يكون.
Artinya, “Sesungguhnya tatkala Allah SWT mewafatkan Nabi-Nya saw, maka Fatimah as merasa sedih atas wafatnya beliau tersebut, yang rasa sedihnya tidak ada yang tahu kecuali Allah Azza wa Jalla. Maka Allah SWT mengutus seorang malaikat untuk menemui Fatimah untuk meringankan rasa sedihnya dan menghiburnya. Maka Fatimah pun mengadukan hal ini kepada amirul mukminin ra, maka dia berkata, “Jika engkau (Fatimah) merasakan kembali hal tersebut dan engkau mendengarkan suara, maka katakanlah kepada aku.” Maka Fatimah pun memberitahukan hal tersebut kepada Ali. Maka Ali mulai mencatat semua yang dia dengar (dari Fatimah) sampai menjadi sebuah mushaf…di dalam mushaf Fatimah ini tidak mengandung halal dan haram, akan tetapi berisi tentang ramalan yang akan terjadi.”
Di dalam kitab Al-Anwaar An-Nu’maaniyyah, jilid 2/360-362 disebutkan:
قال شيخهم نعمة الله الجزائري إنه قد استفاض في الأخبار أن القرآن كما أنزل لم يؤلفه إلا أمير المؤمنين –إلى أن قال – وهو الآن موجود عند مولانا المهدي رضي الله عنه مع الكتب السماوية و مواريث الأنبياء.
Artinya, “Telah berkata Syaikh mereka yaitu Nikmatullah al-Jazairi bahwasanya telah tersebar kabar bahwa tidak ada yang mampu menyusun al-Qur`an seperti yang diturunkan kecuali amirul mukminin–sampai dia mengucapkan–al-Qur`an tersebut sekarang berada di sisi paduka kami Al-Mahdi ra berikut kitab-kitab samawi lainnya dan peninggalan para nabi.”
Kalau menurut Sunni nama Imam Mahdi adalah (Muhammad bin Abdullah al-Mahdi) sesuai dengan yang diriwayatkan dalam hadits.
Nama Imam Mahdi adalah Muhammad, sedangkan nama ayahnya adalah ‘Abdullah. Jadi, nama Imam Mahdi dan nama ayahnya sama dengan Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda,
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى
Artinya, “Dunia ini tidak akan sirna hingga seorang pria dari keluargaku yang namanya sama dengan namaku (yaitu Muhammad) menguasai Arab.” (HR. Tirmidzi no. 2230, dari ‘Abdullah bin Mas’ud. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh ‘Ali, Abu Sa’id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah, status hadits ini hasan shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Misykatul Mashabih 5452 [16] bahwa hadits ini hasan)
Maksud dalam hadits diatas bahwa orang tersebut akan menguasai Arab adalah ia akan menguasai non Arab juga. Ath-Thibi mengatakan, “Dalam hadits di atas tidak disebutkan non Arab, namun mereka tetap termasuk dalam hadits tersebut. Jika dikatakan menguasai Arab, maka itu berarti juga menguasai non Arab karena Arab dan non Arab adalah satu kata dan satu tangan.” (Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Abu Thayyib, 11/250, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan kedua, 1415 H)
Begitu pula Nabi saw mengatakan mengenai Imam Mahdi,
مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى
Artinya, “Dia berasal dari keluargaku. Namanya (yaitu Muhammad) sama dengan namaku. Nama ayahnya (yaitu ‘Abdullah) pun sama dengan nama ayahku.” (HR. Abu Dawud no. 4282, dari ‘Abdullah bin Mas’ud. Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Abi Dawud mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
4. Mengingkari otentisitas/kebenaran isi al-Qur’an
Syi’ah meyakini bahwa al-Qur`an Utsmani tidak asli, karena telah dirubah oleh para sahabat. Ahlussunnah berkata bahwa jumlah seluruh ayat di dalam al-Qur`an adalah 6236 ayat, akan tetapi di dalam kitab Syi’ah Al-Kaafie fil Ushuul 2/634 disebutkan:
إن القرآن الذي جاء به جبريل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وسلم سبعة عشر ألف آية.
Artinya, “Sesungguhnya al-Qur`an yang dibawa oleh malaikat Jibril kepada Muhammad saw adalah berjumlah 17.000 ayat.”
Disebutkan di dalam kitab Syi’ah, Al-Hujjah Minal Kaafie /26, hadits no. 1:
ما ادعى أحد من الناس أنه جمع القرآن كله كما أنزل إلا كذاب و ما جمعه و حفظه كما نزله الله تعالى إلا علي بن أبي طالب و الأئمة من بعده.
Artinya, “Tidak ada seorang pun dari umat manusia yang mengaku bahwa dia telah mengumpulkan al-Qur`an sebagaimana yang diturunkan oleh Allah, kecuali dia itu adalah pendusta. Dan tidak ada yang mengumpulkan dan menghafalnya seperti yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kecuali Ali bin Abi Thalib dan para imam setelah beliau.”
5. Melakukan penafsiran al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah tafsir
Syi’ah banyak melakukan penafsiran al-Qur’an yang mendukung faham mereka antara lain melecehkan sahabat Nabi saw. Misalnya penulis Tafsir, Al-Qummi (hal. 259) menafsirkan kalimat dalam surat al-Hajj ayat 52,
أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ: يعني أبا بكر وعمر
Artinya, “… Syetanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu: yaitu Abu Bakr dan Umar.”
قال دود الجصاص: سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول: و علامات و بالنجم هم يهتدون، قال: النجم رسول الله صلى الله عليه وسلم و العلامات هم الأئمة عليهم السلام.
Dawud al-Jasshas berkata, “Aku pernah mendengar Abu Abdullah as berkata, “Dan dengan tanda-tanda dan dengan bintang, mereka mendapatkan petunjuk. Beliau berkata, “Yang dimaksud dengan bintang adalah Rasulullah saw dan yang dimaksud dengan tanda-tanda adalah para imam as.”
6. Mengingkari hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam
Syi’ah tidak mengakui keabsahan Al-Kutub As-Sittah yaitu Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan An-Nasai, Sunan Ibnu Majah sebagai rujukan. Mereka hanya mau menerima hadits jika dirwayatkan oleh Ahlul Bait. Mereka mempunyai kitab tersendiri yaitu Al-Kaafie, At-Tahdziib, Al-Istibshaar dan Man Laa Yahdhuruhul Faqiih. Kitab-kitab ini sulit didapatkan.
Di dalam kitab Ashlu Asy-Syiiah wa Ushuuliha karangan Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha hal. 79 disebutkan,
إن الشيعة لا يعتبرون من السنة [أعني الأحاديث النبوية] إلا ما صح لهم من طريق أهل البيت….أما ما يرويه مثل أبي هريرية و سمرة بن جندب و عمرو بن العاص و نظائرهم فليس لهم عند الإمامية مقدار بعوضة.
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak menganggap sunnah (maksudnya hadits-hadits nabi), kecuali apa-apa yang shahih menurut mereka yang diriwayatkan dari jalan Ahlul Bait… Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan seperti oleh Abu Hurairah, Samurah dan Amr bin Ash dan yang semisalnya, maka mereka itu di dalam pandangan Imamiyah (Syi’ah) kecuali hanya seperti nyamuk.”
7. Melecehkan atau merendahkan para nabi dan Rasul Allah
Syi’ah beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih mulia dari para nabi dan rasul. Bahkan Ali pernah menerima lembaran wahyu dari Allah SWT yang Nabi saw saja tidak mengetahui apa isi lembaran tersebut. Juga Syi’ah beranggapan bahwa dakwah Rasulullah saw tidak berhasil sebab setelah beliau wafat, ternyata para sahabat kembali murtad, kecuali hanya 3 orang sahabat saja. Di dalam kitab Ar-Raudhah minal Kaafie 8/245 disebutkan:
كان الناس أهل ردة بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ثلاثة: المقداد بن الأسود و أبو ذر الغفاري و سلمان الفارسي.
Artinya, “Adalah para sahabat menjadi murtad setelah wafat Rasulullah saw, kecuali hanya 3 orang sahabat saja, yaitu Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.”
و كون أئمتنا أفضل من سائر الأنبياء هو الذي لا يرتاب فيه من تتبع أخبارهم عليهم السلام على وجه الإذعان و اليقين.
Artinya, “Adalah para imam kami lebih utama dari semua para nabi yang mana hal ini tidak diragukan lagi bagi orang yang sering menelaah berita atau kabar mereka as dengan cara pasti dan yakin.” (Bihaarul Anwaar, karya Al-Majlisi, jilid 26 hal. 297-298)
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan Rasul terakhir dan kedudukan imam-imam mereka lebih tinggi dari malaikat dan rasul-rasul Allah
و إن من ضروريات مذهبنا أن لأئمتنا مقاما لا يبلغه ملك مقرب و لا نبي مرسل.
Artinya, “Diantara ajaran penting madzhab kami bahwasanya bagi para imam itu mempunyai kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang sangat dekat dan tidak juga oleh nabi yang diutus.” (Al-Hukuumah Al-Islaamiyyah karya Khumaini, hal. 52).
9. Mengubah, menambah dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’at
Syi’ah mengubah shalat 5 waktu menjadi 3 waktu atau 1 waktu dengan jamak dan qasar tanpa syarat, mengharamkan shalat Jum’at, mewajibkan wuquf/haji ke Karbala Iraq, dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mengalihkan kiblat ke Karbala Iraq dan tidak menghadap ke Mekah lagi, juga menghapus rukun Islam yang kelima, membolehkan shalat jenazah tanpa berwudlu, mewajibkan shalat sunnah dua hari raya dan shalat gerhana, mengganti ucapan amin dengan ucapan hamdalah, dll.
لقد أوقف الشيعة بسبب الغيبة للمنتظر إقامة صلاة الجمعة كما منعوا إقامة إمام للمسلمين و قالوا: الجمعة و الحكومة لإمام المسلمين و الإمام هو هذا المنتظر.
Artinya, “Syi’ah telah menghentikan ibadah Jum’at karena Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu masih ghaib. Hal ini semakna ketika orang-orang Syi’ah dilarang menunjuk seorang imam bagi kaum muslimin. Mereka berkata, “Shalat Jum’at dan pemerintahan itu bagi imam kaum muslimin, sedangkan imamnya yaitu imam yang sedang ditunggu-tunggu itu.” (Ushuulu Madzhabi Asy-Syiiah, 2/386).
وقال أبو عبد الله جعفر: لو أني حدثتكم بفضل زيارته و بفضل قبره لتركتم الحج رأسا و ما حج منكم أحد، ويحك أما علمت أن الله اتخذ كربلاء حرما آمنا مباركا قبل أن يتخذ مكة حرما.
Artinya, “Abu Abdullah Ja’far berkata, “Andai saja saya menceritakan kepada kalian tentang fadhilah (keutamaan) berziarah ke Karbala dan juga fadhilah (keutamaan) kuburan Husein, tentu kalian akan meninggalkan ibadah haji dan tidak akan ada yang pergi haji salah-seorang dari kalian. Celakalah kamu, apakah engkau tidak tahu bahwasanya Allah SWT telah menjadikan Karbala sebagai tanah suci yang aman dan juga diberkahi sebelum Allah SWT menjadikan Mekah sebagai tanah suci.” (Bihaarul Anwaar, karya Al-Majlisi, 33/101, dan Kitab Kaamil az-Ziyaarat, hal. 226)
Imam Ridha berkata, “Dan kami membolehkan shalat atas mayat tanpa wudlu, karena dalam shalat tersebut tidak ada rukuk dan sujud, sedang kewajiban wudlu itu hanyalah untuk shalat yang ada rukuk dan sujud.” (Fiqih Ja’fari, hal. 46)
“Shalat dua hari raya adalah wajib, begitu juga shalat Kusuf.” (Fiqih Ja’fari, hal. 250).
“Shalat Khusuf (gerhana) adalah wajib.” (Fiqih Ja’fari, hal. 253)
“…berdasarkan ucapan Imam Shadiq (as), “Jika engkau shalat di belakang seorang imam, lalu ia membaca al-Fatihah dan selesai, maka ucapkanlah, ‘alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin’dan janganlah engkau mengucapkan ‘aamiin.” (Fiqih Ja’fari, hal. 173)
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i
Syi’ah menganggap semua sahabat Nabi murtad kecuali beberapa orang saja, dan Syi’ah berkeyakinan bahwa muslim selain Syi’ah adalah kafir harbi/wajib diperangi dan halal darahnya, juga boleh dibunuh.
Di dalam kitab Ar-Raudhah minal Kaafie karya Al-Kulaini, 8/245 disebutkan:
كان الناس أهل ردة بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ثلاثة: المقداد بن الأسود و أبو ذر الغفاري و سلمان الفارسي.
Artinya, “Adalah para sahabat menjadi murtad setelah wafat Rasulullah saw, kecuali hanya 3 orang sahabat saja, yaitu Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.”
عن داود بن فرقد قال: قلت لأبي عبد الله: ما تقول في الناصب؟ قال حلال الدم، ولكني أتقي عليه فإن قدرت تقلب عليه حائطا أو تغرقه في ماء لكي لا يشهد به فافعل قلت: فما ترى في ماله؟ خذ ما قدرت.
Artinya, “Dari Dawud bin Farqad dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdullah, “Bagaimana pendapat tuan tentang an-Nashib (orang non Syi’ah)?” Maka dia menjawab, “Halal darahnya (boleh dibunuh). Akan tetapi aku bertaqiyyah dengannya. Kalau engkau mampu menimpakan dinding kepadanya atau engkau menenggelamkannya ke dalam air supaya dia (non Syi’ah) tidak bisa bersaksi atas perbuatanmu ini, maka kerjakanlah.” Aku bertanya kembali, “Bagaimana dengan hartanya?” Dia menjawab, “Ambillah apa yang engkau bisa ambil.” (Al-Anwaar An-Nu’maaniyyah karya Al-Jazairi, 2/308)
* * * * *
Perkataan Imam-Imam Sunni tentang Syi’ah
1. Imam Malik rahimahullah
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال: سمعت أبا عبد الله يقول: قال مالك: الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.
Al-Khallal meriwayatkan dari Abu Bakar al-Marwazi, katanya, “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, bahwa Imam Malik berkata, “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam.” (Al-Khallal/As Sunnah, 2-557)
Begitu pula Ibnu Katsir berkata dalam kaitannya dengan firman Allah surat al-Fath ayat 29,
Artinya, “Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih-sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka.“
Beliau berkata bahwa dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rafidhah (Syi’ah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi saw, adalah Kafir.
Beliau berkata, “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah kafir berdasarkan ayat ini.” Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah ulama’. (Tafsir Ibnu Katsir, 4-219)
Imam Al-Qurthubi berkata, “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum muslimin.” (Tafsir Al-Qurthubi, 16-297)
2. Imam Ahmad rahimahullah
روى الخلال أبو بكر المروذي قال سألت أبا عبدالله عن من يشتم أبا بكر وعمر وعائشة قال ما رآه على الإسلام قال وسمعت أبا عبدالله يقول قال مالك الذي يشتم أصحاب النبي ليس لهم سهم أو قال نصيب في الإسلام .
Al-Khallal meriwayatkan dari Abu Bakar al-Marwazi, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah. Jawabnya, “Saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam.” (Al-Khallal/As Sunnah, 2-557)
Beliau Al-Khallal juga berkata, “Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya, “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari.” (A-Khallal/As Sunnah, 2-558)
Beliau (Al-Khallal) juga berkata:
أخبرنا عبدالله بن أحمد بن حنبل قال سألت أبي عن رجل شتم رجلا من أصحاب النبي فقال ما أراه على الإسلام .
Artinya, “Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya, “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah-seorang dari sahabat Nabi saw maka beliau menjawab, “Saya berpendapat ia bukan orang Islam.” (Al-Khallal/As Sunnah, 2-558)
Dalam kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad hal. 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rafidhah (Syi’ah), “Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad saw dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Miqdad dan Salman. Golongan Rafidhah (Syi’ah) ini sama sekali bukan Islam.”
3. Al-Bukhari rahimahullah
قال رحمه الله: ماأبالى صليت خلف الجهمى والرافضى أم صليت خلف اليهود والنصارى ولا يسلم عليه ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم
Iman Bukhari berkata, “Bagiku sama saja, apakah aku shalat dibelakang imam yang beraliran Jahm atau Rafidhah (Syi’ah) atau aku shalat di belakang imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang muslim tidak boleh memberi salam pada mereka, dan tidak boleh mengunjungi mereka ketika sakit, juga tidak boleh kawin dengan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai saksi, begitu pula tidak makan hewan yang disembelih oleh mereka.” (Imam Bukhari/Kholqu Af’alil ‘Ibad, halaman 125)
4. Al-Faryabi rahimahullah
روى الخلال قال: أخبرنى حرب بن اسماعيل الكرمانى قال: حدثنا موسى بن هارون بن زياد قال: سمعت الفريابى ورجل يسأله عمن شتم أبابكر قال: كافر، قال: فيصلى عليه، قال: لا. وسألته كيف يصنع به وهو يقول لا اله الا الله، قال: لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه فى حفرته.
Al-Khallal meriwayatkan, katanya, “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail al- Karmani, katanya, “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami, “Saya mendengar Al-Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya, “Dia kafir”. Lalu ia berkata, “Apakah orang semacam itu boleh dishalatkan jenazahnya?” Jawabnya, “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya, “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Jawabnya, “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahadnya.” (Al-Khallal/As Sunnah, 6-566)
5. Ahmad bin Yunus rahimahullah
Beliau berkata:
لو أن يهوديا ذبح شاة و ذبح رافضي لأكلت ذبيحة اليهودي و لم آكل ذبيحة الرافضي لأنه مرتد عن الإسلام
Artinya, “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rafidhi (Syi’ah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rafidhi (Syi’ah), sebab dia telah murtad dari Islam.” (Ash-Sharim Al-Maslul, hal. 570)
6. Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah
Beliau berkata:
اذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فاعلم أنه زنديق، لأن مؤدى قوله الى ابطال القران والسنة.
Artinya, “Bila anda melihat seseorang merendahkan (mencela) salah-seorang sahabat Rasulullah saw, maka ketahuilah bahwa dia adalah ‘zindiiq’, Karena ucapannya itu berakibat membatalkan al-Qur’an dan as-Sunnah.” (Al-Kifayah, hal. 49)
Beliau berkata lagi:
وأن الجهمية كفار ، وأن الرافضة رفضوا الإسلام ، والخوارج مراق .
Artinya, “Dan sesungguhnya orang-orang Jahmiyyah adalah kafir, orang-orang Rafidhah telah meninggalkan agama Islam, dan orang-orang Khawarij keluar (dari Islam).” (Lihat Syarah Usul I’tiqod Ahlussunnah karya Al-Imam Al-Laalakaaiy rahimahullah, hal. 285)
7. Abdul Qadir al-Baghdadi rahimahullah
Beliau berkata, “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh dishalatkan dan tidak sah berma’mum shalat di belakang mereka.” (Al-Farqu Bainal Firaq, hal. 357)
Beliau selanjutnya berkata, “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al-Bada’.
و ما رأينا و لا سمعنا بنوع من الكفر إلا وجدنا شعبة منه في مذهب الروافض
Artinya, “Dan kami tidaklah melihat dan mendengar tentang satu jenis bentuk kekufuran kecuali sebagian darinya ada pada madzhab (paham) Rafidhah.” (Al-Farqu Bainal-Firoq, hal. 357)
8. Ibnu Hazm al-Andalusi rahimahullah
Beliau berkata, “Salah-satu pendapat golongan Syi’ah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa al-Qur’an sesungguhnya sudah diubah.”
Kemudian beliau berkata, “Orang yang berpendapat bahwa al-Qur’an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah saw.” (Al Fashl, 5-40)
فإن الروافض ليسوا من المسلمين إنما هي فرق حدث أولها بعد موت النبي صلى الله عليه و سلم بخمس وعشرين سنة وكان مبدؤها إجابة من خذله الله تعالى لدعوة من كاد الإسلام وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر وهي طوائف أشدهم غلوا
Artinya, “Sesungguhnya Rafidhah bukanlah dari kalangan kaum muslimin, kelompok ini mula-mula muncul 25 tahun setelah Nabi saw wafat. Dan asalnya bermula dari mengikuti dakwah seseorang yang Allah hinakan yang hendak memerangi Islam (‘Abdullah bin Saba’). Kelompok ini berjalan (berdasarkan) jalannya orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam dusta dan kufur, dan kelompok tersebut adalah yang paling (ghuluw) ekstrim.” (lihat Al-Fishol fil-Milal, 2/213)
9. Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah
Imam Ghazali berkata, “Seseorang yang dengan terus-terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan ijma’ kaum muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain.”
Kemudian kata beliau, “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat it/emstrongu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut ijma’ kaum muslimin, orang tersebut adalah kafir.” (Fadhaihul Batiniyyah, hal. 149)
10. Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah
Beliau berkata:
نقطع بتكفير غلاة الروافض في قولهم إن الأئمة أفضل من الأنبياء
Artinya, “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang ekstrim Rafidhah (Syi’ah) yang telah berlebihan mengatakan bahwa para imam-imam itu lebih mulia dari pada para Nabi.” (lihat Asy-Syifa’ bi Ta’riifi Huquuqil-Mushthafa, hal. 2/1078)
Beliau juga berkata, “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari al-Qur’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah didalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syi’ah) dan Syi’ah Ismailiyah.” (Ar-Risalah, hal. 325)
11. Al-Fakhrurrrazi rahimahullah
Ar-Razi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asya’irah mengkafirkan golongan Rafidhah (Syi’ah) karena tiga alasan, yaitu
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi saw, yang artinya, “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, “hai kafir”, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”. Dengan demikian mereka (golongan Syi’ah) otomatis menjadi kafir.
Kedua: Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi).
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat. (Nihaayatul ‘Uquul, hal. 212)
12. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
Beliau berkata, “Barangsiapa beranggapan bahwa al-Qur’an telah dikurangi ayat-ayatnya atau ada yang disembunyikan, atau beranggapan bahwa al-Qur’an mempunyai penafsiran-penafsiran batin, maka gugurlah amal-amal kebaikannya. Dan tidak ada perselisihan pendapat tentang kekafiran orang semacam ini”
“Barangsiapa beranggapan para sahabat Nabi itu murtad setelah wafatnya Rasulullah, kecuali tidak lebih dari sepuluh orang, atau mayoritas dari mereka sebagai orang fasik, maka tidak diragukan lagi, bahwa orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan penegasan al-Qur’an yang terdapat di dalam berbagai ayat mengenai keridhoan dan pujian Allah kepada mereka. Bahkan kekafiran orang semacam ini, adakah orang yang meragukannya? Sebab kekafiran orang semacam ini sudah jelas….” (Ash Sharim Al-Maslul, hal. 586-587)
والنصيرية هم من غلاة الرافضة الذين يدعون إلهية علي وهؤلاء أكفر من اليهود والنصارى باتفاق المسلمين
Artinya, “Dan aliran Nushairiyyah adalah dari orang–orang keras (ekstrim) Rafidhah yang mempertuhankan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dan mereka ini lebih kafir daripada Yahudi dan Nasrani dengan kesepakatan kaum muslimin.” (Minhajus Sunnah, 3/262)
13. Syah Abdul Aziz Dahlawi rahimahullah
Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna ‘Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata, “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama-sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka.” (Mukhtashar At-Tuhfah Al-Itsna Asyariyah, hal. 300)
14. Muhammad bin Ali asy-Syaukani rahimahullah
Perbuatan yang mereka (Syi’ah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
Pertama: Menentang Allah,
Kedua: Menentang Rasulullah,
Ketiga: Menentang syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya,
Keempat: Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam al-Qur’an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan kuffar, Allah SWT menjadikan golongan kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum di dalam syari’at Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhari, Muslim dan lain-lainnya. (Asy-Syaukani, Natsrul Jauhar ‘ala Hadiitsi Abi Dzar, hal. 15-16)
15. Al-Imam Al-Barbahaary rahimahullah
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأَهْوَاءَ كَلُّهَا رَدِيَّةٌ تَدْعُوْ كُلُّهَا إِلَى السَّيْفِ أَرْدَؤُهَا وَأَكْفَرُهَا الرَّوَافِضُ وَالْمَعْتَزِلَةُ وَالْجَهْمِيَّةُ.
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya ‘hawa nafsu’ (pemahaman sesat) seluruhnya jelek. Ia seluruhnya mengajak pada pedang (pertumpahan darah). Dan yang paling jelek dan paling kafirnya adalah Syi’ah Rafidhah, Mu’tazilah dan Jahmiyyah.” (lihat Syarhus-Sunnah, no. 146 hal. 119 terbitan Darus Salaf)
16. Para Ulama Sebelah Timur Sungai Jaihun
Al-Alusi (seorang penulis tafsir) berkata, “Sebagian besar ulama di sebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi saw, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah saw, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah ummul mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah saw dan mengingkari terpeliharanya al-Qur’an dari kekurangan dan tambahan.” (Nahjus Salaamah, hal. 29-30)
17. Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah
الرافضة كفار وثنيون يعبدون آل البيت
Artinya, “Orang-orang Rafidhah adalah kafir pemuja berhala, mereka menyembah ahlul-bait.” (Fatawa Al-Lajnah ad-Daaimah, 2/370)
Demikian telah kami sampaikan fatwa-fatwa dari para Imam dan para Ulama’ yang dengan tegas mengkafirkan golongan Syi’ah yang telah mencaci-maki dan mengkafirkan para sahabat serta menuduh ummul-mukminin ‘Aisyah berbuat serong, dan berkeyakinan bahwa al-Qur’an yang ada sekarang ini tidak orisinil lagi (mukharraf), serta mendudukkan imam-imam mereka lebih tinggi (afdhal) dari para Rasul. Semoga fatwa-fatwa tersebut dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap tegas terhadap golongan Syi’ah.
“Yaa Allah tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar dan jadikanlah kami sebagai pengikutnya, dan tunjukkanlah pada kami bahwa yang bathil itu bathil dan jadikanlah kami sebagai orang yang menjauhinya.”
Persamaan Agama Yahudi dan Agama Syi’ah
قالَت الشيْعَةُ لا تَصْلُحُ الإمامةُ إلاَّ فِيْ وُلْدِ علِيٍّ.و قالت اليهودُ لا يَصْلُحُ الملكُ إلاَّ في آلِ داود.
Syi’ah berpendapat, “Tidak sah imamah/kepemimpinan kecuali pada keturunan Ali.” Dan kaum Yahudi berpendapat, “Tidak sah imamah/kepemimpinan kecuali pada keturunan Daud.” (Minhaj As-Sunnah, 3/269)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Orang-orang Yahudi berkata bahwa tidak boleh kekuasaan itu dipegang oleh selain keturunan Dawud. Demikian pula, kaum Rafidhah/Syi’ah. Mereka mengatakan bahwa tidak boleh imamah/kepemimpinan umat ini dipegang oleh selain keturunan Ali.”
Orang Yahudi berkata bahwa tidak ada jihad fi sabilillah kecuali setelah keluarnya al-Masih ad-Dajjal dan diturunkan pedang. Kaum Rafidhah pun mengatakan bahwa tidak ada jihad fi sabilillah kecuali setelah keluarnya Imam Mahdi dan terdengar seruan dari langit.
Orang-orang Yahudi mengakhirkan sholat hingga bintang-bintang tampak, maka begitu pula Rafidhah mengakhirkan sholat Maghrib hingga bintang-bintang tampak. Padahal di dalam hadits ditegaskan, “Umatku akan senantiasa berada di atas fithrah selama mereka tidak mengakhirkan shalat Maghrib hingga tampaknya bintang-bintang.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, di dalam Zawa’id disebutkan bahwa sanadnya hasan)
Orang-orang Yahudi menyelewengkan ayat-ayat Taurat. Begitu pula kaum Rafidhah menyelewengkan ayat-ayat al-Qur’an. Yahudi memandang tidak dituntunkan mengusap khuf. Begitu pula Rafidhah memandang hal itu tidak diajarkan.
Orang Yahudi membenci Jibril, mereka mengatakan, “Jibril adalah musuh kami dari kalangan malaikat.” Begitu pula Rafidhah, mereka mengatakan, “Jibril salah menyampaikan wahyu kepada Muhammad.” (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah, dikutip dari Min ‘Aqa’id asy-Syi’ah, hal. 23-24)
Kekafiran dan kesyirikan dalam kitab suci agama Syi’ah
Dalam kitab suci mereka yang ditulis oleh orang yang dikatakan setingkat dengan Imam al-Bukhari atau imam asy-Syafi’i yaitu Ayatullah Kulainy pada sekitar abad ke-4H, terdapat 17 doktrin yang ada pada agama Syi’ah, yaitu:
-
Dunia dan segala isinya adalah milik imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa saja yang dikehendaki dan akan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki. (Ushulul Kaafi, hal. 259, Al-Kulainy, cet. India)
-
Ali bin Abi Thalib diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai zat yang pertama dan yang terakhir, yang dzahir dan yang bathin sebagaimana termaktub dalam QS. al-Hadiid, 57: 3. (Rijaalul Kashi, hal. 138)
-
Para imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah, dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah. (Ushulul Kaafi, hal. 83)
-
Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib dikatakan sebagai wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang terjadi dahulu dan yang ghaib. (Ushulul Kaafi, hal. 84)
-
Keinginan imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga. (Ushulul Kaafi, hal. 278)
-
Para imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya karena bila imam tidak mengetahui semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam. (Ushulul Kaafi, hal. 158)
-
Para imam Syi’ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka karena mereka mengetahui hal yang ghaib sebagaimana yang Allah ketahui. (Ushulul Kaafi, hal. 193)
-
Allah itu bersifat bada’ yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi, akan tetapi imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi. (Ushulul Kaafi, hal. 40)
-
Imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para Imam Syi’ah bersifat ma’sum yaitu bersih dari segala kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat dosa. Allah menyuruh manusia untuk mentaati imam Syi’ah, tidak boleh mengingkarinya, dan mereka menjadi hujjah (argumentasi kebenaran) Allah atas langit dan bumi. (Ushulul Kaafi, hal. 165)
-
Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah (ibid)
-
Yang dimaksud dengan para imam Syi’ah yaitu Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Ali bin Husein, Hasan bin Ali, dan Muhammad bin Ali. (Ushulul Kaafi, hal. 109)
-
Al-Qur’an yang sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah. (Ushulul Kaafi, hal. 670)
-
Menurut Syi’ah, al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada nabi Muhammad berjumlah 17ribu ayat, namun yang tersisa sekarang tinggal 6660 ayat. (Ushulul Kaafi, hal. 671)
-
Syi’ah menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Muawwiyah, ‘Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi dam merupakan musuh-musuh Allah. Siapa saja yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan imam-imam Syi’ah. (Haqqul Yaqin, hal. 519 oleh Muhammad Baqir al-Majlisi)
-
Menghalalkan nikah mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah—orang yang melakukan kawin mut’ah sebanyak 4 kali maka derajatnya sama dengan Rasulullah saw. Inilah perkataan seorang imam syi’ah yang bernama Fathullah Kasyani menyebutkan dalam kiab tafsirnya yang dikatakannya dari Rasulullah saw:
من تمتع مرة كانت درجته كدرجة الحسين، ومن تمتع مرتين فدرجته كدرجة الحسن، ومن تمتع ثلاث مرات كانت درجته كدرجة علي بن أبي طالب، ومن تمتع أربع مرات فدرجته كدرجتي.
“Siapa yang pernah melakukan mut’ah sekali, maka derajatnya sama dengan Husain, siapa yang pernah melakukan mut’ah dua kali derajatnya sama dengan derajat Hasan, barang siapa pernah melakukan mut’ah tiga kali derajatnya sama dengan derajat Ali bin Abi Thalib,dan barangsiapa pernah mut’ah empat kali maka derajatnya sama dengan aku.” (Tafsir Minhajush Shodiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani)
-
Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Mereka berkata bahwa Imam Ja’far berkata kepada temannya, “Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka maka kembalikan kepadaku.” (Al-Istibshar III, hal. 136, oleh Abu Ja’far Muhammad Hasan al-Thusi)
-
Rasulullah dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi sebelum hari kiamat akan datang dan membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang ada di dekat kuburan Rasulullah, lalu setelah dibangkitkan maka kedua orang ini akan disalib. (Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir al-Majlisi)
Patut diketahui bahwa ke-17 doktrin tersebut sama tingkatannya seperti kitab-kitab shahih rujukan kaum muslim, semisal kitab hadits Imam Bukhari, imam Muslim, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad bin Hanbal.
Dan ada yang mengatakan bahwa Kesesatan Syi’ah yang acapkali mengaku-aku merupakan bagian dari Islam, diantaranya yaitu:
-
Kaum Syi’ah sering memutar-balikkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits, merubahnya, bahkan merendahkannya.
-
Kaum Syi’ah mengatakan bahwa tidak ada jihad di jalan Allah hingga Imam Mahdi atau imam ke-12 mereka keluar dan ada yang mengomandokan dari langit.
-
Kaum Syi’ah mengatakan bahwa malaikat Jibril sudah melakukan kekeliruan dalam penyampaian wahyu yang menurut mereka seharusnya wahyu itu sampai kepada Ali ra.
-
Kaum Syi’ah melakukan nikah mut’ah.
-
Kaum Syi’ah tidak berpendapat dibolehkannya mengusap khuff (ujung sepatu) di saat berwudhu.
-
Kaum Syi’ah mengakhirkan sholat hingga munculnya bintang.
-
Kaum Syi’ah selalu mengkafirkan dan menghalalkan darah serta harta orang-orang di luar sekte mereka.
-
Kaum Syi’ah mengatakan bahwa orang-orang di luar golongan mereka adalah murtad dan sama-sekali tidak memperoleh bagian Islam sedikitpun.
Salah-satu akidah yang ditawarkan sekte Syi’ah dan yang paling digemari oleh para pengikutnya, terutama dari kalangan pemudanya adalah nikah mut’ah atau kawin kontrak. Perkawinan jenis ini terjadi berdasarkan bilangan waktu yang terlebih dahulu disebutkan, misalnya untuk jangka waktu satu minggu atau satu bulan. Golongan sesat Syi’ah berpendapat bahwa anak yang dilahirkan oleh perkawinan mut’ah jauh lebih memiliki keutamaan ketimbang yang dilahirkan melalui istri yang tetap.
Dalam bukunya yang berjudul Minhaaj ash-Shodiqiin, Fathullah al-Qaasimii menuliskan bahwa barangsiapa yang keluar dari dunia ini (wafat) dan ia belum melakukan nikah mut’ah, niscaya ia akan datang pada hari kiamat dengan hidung yang terpotong. Lalu pada hal. 356 pada buku yang sama, Al-Qaasimi juga menuliskan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang nikah mut’ah satu kali saja maka derajatnya seperti derajat Husain. Barangsiapa yang nikah mut’ah dua kali maka derajatnya seperti derajat Hasan. Barangsiapa yang nikah mut’ah tiga kali maka derajatnya seperti derajat Ali bin Abi Thalib. Dan barangsiapa yang nikah mut’ah sampai empat kali maka niscaya derajatnya seperti derajatku (Rasulullah).”
Senada dengan hadits tentang keutamaan nikah mut’ah yang mereka agungkan itu, disebutkan pula bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa melakukan nikah mut’ah satu kali maka ia telah selamat dari murka Allah Yang Maha Perkasa. Barangsiapa melakukannya dua kali maka akan dikumplkan dengan orang-orang sholih. Dan barangsiapa melakukannya tiga kali maka ia akan berdesak denganku (Rasulullah) di surga-surga.”
Syaikh Abdullah bin Jibrin menyampaikan bahwa nikah mut’ah yang dianut oleh sekte Syi’ah merupakan penyelewengan mereka terhadap dalil yang ada dalam firman Allah Ta’ala,
Artinya, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nisa’, 4 : 24)
Berbeda Tuhan dan Nabinya orang Syi’ah dengan orang Islam
Imam Syi’ah yang bernama Ni’matullah Al-Jazairi berkata,
إنا لانجتمع معهم-أي أهل السنة – على إله,ولا على نبي,ولا على إمام , وذلك أنهم يقولون:إن ربهم هو الذي كان محمد نبيه وخليفته من بعده أبو بكر. ونحن لانقول بهذا الرب ولا بذلك النبي,بل نقول:إن الرب الذي خليفة نبيه أبو بكر ليس ربنا ولا ذلك النبي نبينا.
Artinya, “Kami tidak mau bersatu dengan mereka (kaum ahlussunnah wal jama’ah) pada Tuhan yang sama dan Nabi yang sama dan Imam yang sama. Karena mereka berkata, “Sungguh Tuhan mereka ialah yang menjadikan Muhammad saw sebagai Nabinya dan Abu Bakar sebagai khalifah sesudahnya. Sedangkan kami tidak mengatakan (mengakui) Tuhan seperti itu dan Nabi semacam itu, akan tetapi kami mengatakan, “Sesungguhnya Tuhan Nabinya khalifah Abu Bakar bukanlah Tuhan kami dan tidak pula nabinya Abu Bakar adalah Nabi kami.” (Kitab Al-Anwar an-Nu’maniyah, 2/278)
Sikap ahlussunnah terhadap Syi’ah
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: ” إِنَّ اللَّهَ اخْتَارَنِي ، وَاخْتَارَ أَصْحَابِي ، فَجَعَلَهُمْ أَصْهَارِي ، وَجَع َلَهُمْ أَنْصَارِي ، وَإِنَّهُ سَيَجِيءُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ يَنْتَقِصُونَهُمْ ، أَلا فَلا تُنَاكِحُوهُمْ ، أَلا فَلا تَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ ، أَلا فَلا تُصَلُّوا مَعَهُمْ ، أَلا فَلا تُصَلُّوا عَلَيْهِمْ ، عَلَيْهِمْ حَلَّتِ اللَّعْنَةُ ” .
Artinya, “Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memilih aku dan memilihkan bagiku sahabat-sahabatku. Maka Allah telah menjadikan mereka sebagai pembela-pembelaku dan menjadikan mereka sebagai mertua-mertuaku dan menantu-menantuku. Kemudian kelak akan muncul satu golongan yang membenci (memusuhi) mereka (para sahabat). Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka janganlah makan dan minum bersama mereka dan janganlah kalian kawin dengan mereka dan janganlah kalian shalat dengan mereka, selanjutnya laknat Allah akan menimpa mereka.” (HR. Al-Baihaqi, Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah, No. Hadits: 53)
عن عُوَيْمِ بْنِ سَاعِدَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى اخْتَارَنِي، وَاخْتَارَ لِي أَصْحَابًا، فَجَعَلَ لِي مِنْهُمْ وُزَرَاءَ وَأَنْصَارًا وَأَصْهَارًا، فَمَنْ سَبَّهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ، وَالْمَلَائِكَةِ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يقْبَلُ الله مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفا وَلَا عَدْلا.
Artinya, “Dari Uwaim bin Sa’idah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memilih diriku, lalu memilih untukku para sahabat dan menjadikan mereka sebagai pendamping dan penolong. Maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah.” (Abu Nu’aim dalam Ma’rifatus Shahabah, 3/1745 No. 4424, dan At-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath, 1/272 No. 456, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 4/68 No. 2735)
B. JARINGAN ISLAM LIBERAL
Pergerakan kaum sekuler, pluralis, feminis dan genderis kian marak menebarkan paham-paham sesatnya di Indonesia, salah satunya adalah kelompok yang menamakan dirinya dengan kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal). Kelompok yang mengusung pemahaman baru yang mengkritisi konsep-konsep dasar Islam tersebut dimotori oleh mereka yang mengaku dan diakui sebagai pakar cendikia muslim. Sebut saja seperti Nurcholis Madjid (Cak Nur), Quraish Shihab, dan Ulil Abshar Abdalla.
Ketiganya dikenal dan ‘diakui’ masyarakat luas sebagai tokoh-tokoh muslim yang memiliki intelektual tinggi, namun menyimpan kekufuran dan kesesatan yang patut diwaspadai dalam setiap ucapan, tindakan, dan hasil karyanya.
Gerakan yang berakar dari sebuah organisasi yang menamakan dirinya Freemasonry ini lahir dengan berasaskan slogan Liberty, Egality, dan Fraternity (Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan). Gerakan ini sangat mengutamakan persaudaraan yang bersifat universal dengan menghilangkan unsur etnis, bangsa, dan kefanatisan agama.
Adapun beberapa teori yang mereka gembar-gemborkan melalui berbagai media, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Teori Inklusivisme
yaitu teori tentang pemahaman yang mengakui bahwa di dalam agama-agama selain Islam, terdapat juga kebenaran. Oleh karena itu mereka sangat menentang teori Eksklusif bahwa keyakinan tentang jalan kebenaran hanya dapat ditemukan dalam dien Islam.
Cak Nur dalam buku Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman (penerbit Kompas, hal. 6), menuliskan, “Kendatipun cara, metode, ataupun jalan keberagaman menuju Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak kita tuju adalah Tuhan yang sama, Allah Yang Maha Esa.”
2. Teori Relativisme
yaitu teori yang memiliki pemahaman bahwa tumbuhnya toleransi dalam beragama akan tumbuh berdasarkan paham kenisbian bentuk-bentuk formal agama dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang sekiranya merupakan inti setiap agama.
3. Fiqih Lintas Agama
yaitu kajian yang bertujuan untuk mengkritisi syari’at Islam yang menurut mereka telah mengdiskreditkan penganut agama selain Islam. Mereka juga beranggapan bahwa penerapan syari’at Islam akan menimbulkan keresahan umat, tidak sesuai dengan HAM, dan mendatangkan ketidak-adilan. Beberapa yang mereka tentang diantaranya adalah hukum potong tangan, hukum poligami, hukum hak waris, dan hukum perkawinan.
4. Hermeneutika
yaitu metode pemahaman yang awalnya merupakan metode pemahaman terhadap bibel namun diterapkan juga untuk memahami al-Qur’an. Metodologi ini sarat akan implikasi filosofis, teologis, dan metodologi yang muncul dalam konteks keberagaman dan pengalaman sejarah bangsa Yahudi dan Nasrani.
Kelompok ini juga sudah tak segan mengkritik berbagai syari’at, merendahkan kemuliaan Rasulullah saw, dan sejumlah penentangan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “…Agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS al-Anfal, 8 : 42)
Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya, atau menolak sesuatu yang diturunkan Allah, atau membunuh diantara para nabi Allah, maka dia kafir karenanya—meski ia mengakui seluruh apa yang diturunkan Allah.”
Al-Khaththabi ra berkata, “Aku tidak mengetahui seorangpun diantara kaum muslimin yang berselisih pendapat tentang wajibnya membunuh orang yang menghina Allah dan agama.”
Hanbal berkata, “Aku mendengar Abu Abdullah yaitu Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Barangsiapa mencaci nabi saw dan melecehkannya—baik dia seorang muslim atau kafir—maka dia wajib dibunuh. Saya berpandangan bahwa dia langsung dibunuh dan tidak perlu untuk diminta untuk bertaubat terlebih dahulu.”
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Dia dibunuh, Karena orang yang telah mencaci nabi telah murtad dari Islam, karena seorang muslim tidak akan mencaci nabi saw.”
Ibnu Taymiyyah dalam kitab Ash-Sharim al-Maslul mengatakan, ” Sesungguhnya mencaci Allah dan mencaci Rasul-Nya adalah kekafiran, zhahir maupun bathin, sama saja apakah si pencaci meyakini haramnya apa yang dia lakukan, ataukah ia lalai akan keyakinannya. Inilah madzhab golongan fuqaha’ dan seluruh golongan ahlussunnah wal jama’ah yang mengatakan bahwa iman adalah qaulun wa ‘amalun (perkataan dan perbuatan).”
Kesempatan yang terbentang luas dan lemahnya pengawasan serta mulai bobroknya institusi ke-Islaman pada hari ini, telah memberi akses kemudahan bagi kaum liberal untuk mengobok-obok tatanan hukum perundangan di Indonesia. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Pasal 43 UU No. 1/1974 yang keputusan ini berarti pelanggaran dalam hukum syara’. Adapun bunyi Pasal 43 UU No.1/1974 menurut MK bunyinya seharusnya adalah sebagai berikut, “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Konteks tambahan terhadap diakui adanya pertalian nasab antara seorang anak hasil di luar perkawinan dengan laki-laki (bapak biologisnya) itulah yang telah dipertanyakan kepada MK, karena hal ini mengundang kecurigaan telah berhasil terinfiltrasinya lembaga itu oleh campur-tangan kaum liberal.
C. AHMADIYAH
Ahmadiyah ialah satu agama yang meyakini adanya nabi sesudah Nabi Muhammad saw yaitu Mirza Gulam Ahmad dan memiliki kitab suci yang disebut at-Tadzkirah.
Kesesatan-kesesatannya:
1. Penodaan Agama Ahmadiyah dengan Nabi Palsunya Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad saw):
اِنَّا اَرْسَلْنَا اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ اَشِرٌ
Artinya, “Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong.” (Tadzkirah, halaman 385)
Bandingkan dengan ayat al-Qur’an:
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih” (QS. Nuh, 71 : 1)
Dalam Tadzkirah itu, Mirza Ghulam Ahmad berdusta, mengatas-namakan Allah yang telah mengutus Ahmad (yaitu Mirza Ghulam Ahmad) kepada kaumnya. Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta, mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Allah, disejajarkan dengan Nabi Nuh as yang telah Allah utus. Hingga di ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad dibuat juga seruan dusta atas nama Allah agar Mirza Ghulam Ahmad membuat perahu.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesudah Nabi Muhammad saw)
Dengan menukil ayat:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ – وَقُلْ يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
Artinya, “Katakanlah (wahai Ahmad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu dan katakanlah, “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Tadzkirah, hal. 352)
(Ayat-ayat tersebut adalah rangkaian dari beberapa ayat suci al-Qur’an, yaitu surat Ali Imran ayat 31 dan surat al-A’raf ayat 158).
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam kitab suci Ahmadiyah “TADZKIRAH“.
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk dirinya
وَ لِنَجْعَلَهُ اَيَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا وَكَانَ اَمْرًامَقْضِيًّا – يَاعِيْسَى اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَىَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيُنَ كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ – ثُلَّةٌ مِنَ اْلاَوَّ لِيْنَ وَثُلَّةٌ مِنَ اْلآَخِرِيْنَ
Artinya, “Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan – Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat – Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian.”(Tadzkirah, hal. 396)
(Ayat-ayat tersebut adalah rangkaian dari beberapa ayat suci al-Qur’an, yaitu surat Maryam ayat 21, Ali Imran ayat 55, dan al-Waqi’ah ayat 39-40). Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH“.
4. Ahmadiyah memiliki kitab suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu oleh Allah,
اِنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا- قُلْ اِنَّمَا اَناَ بَشَرٌ يُّوْحَى اِلَيَّ َانَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya, “Bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya–katakanlah, “Sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa.” (Tadzkirah, hal. 245)
Ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci al-Qur’an dan penyambungan yang semau-maunya yaitu surat al-Anbiya’ ayat 30 dan surat al-Kahfi ayat 110,
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.” (QS. al-Anbiya, 21 : 30)
Dan firman-Nya,
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa.” (QS. al-Kahfi, 18 : 110)
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan maksud, pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam kitab suci Ahmadiyah “TADZKIRAH“. Ketika ayat al-Qur’an bicara “qul” (katakanlah), disitu maksudnya adalah Nabi Muhammad saw, sehingga manusia yang diberi wahyu dalam ayat al-Qur’an itu adalah Nabi Muhammad saw. Namun secara licik, Mirza Ghulam Ahmad telah memelintir maksud ayat al-Qur’an itu. Ketika dia masukkan ke dalam apa yang dia klaim sebagai wahyu untuk dirinya, maka manusia yang diberi wahyu itu adalah Mirza Ghulam Ahmad. Ini jelas-jelas Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta atas nama Allah SWT, sekaligus menyelewengkan dan menodai kitab suci umat Islam, al-Qur’anul Karim, dengan cara keji.
5. Merusak aqidah/keyakinan Islam
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad,
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
Artinya, “Kamu berasal dari-Ku dan Aku dari-Mu.” (Tadzkirah, hal. 436)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Hal ini berarti menganggap Allah mempunyai anak,
أَنْتَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ وَلَدِىْ
Artinya, “Kamu di di sisi-Ku pada kedudukan anak-Ku.” (Tadzkirah, hal. 636)
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh.
سَيَقُوْلُ الْعَدُوُّ لَسْتَ مُرْسَلاً
Artinya, “Musuh akan berkata, “Kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul).” (Tadzkirah, hal. 402)
7. Memutar -balikkan ayat-ayat al-Qur’an
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ مَاكَانَ لَهُ اَنْ يَّدْخُلَ فِيْهَا اِلاَّ خَائِفًا
Artinya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa-Dia itu tidak masuk ke dalamnya (neraka), kecuali dengan rasa takut.”
Di dalam al-Qur’an, bunyi ayatnya,
Artinya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.“ (QS. al-Lahab, 111 : 1-2)
8. Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat
Dalam Tadzkirah, halaman 748-749 disebutkan,
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الَّذِىْ كَفَرَ
Artinya, “Laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur.”
أَنْتَ اِمَامٌ مُّبَارَكٌ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى مَنْ كَفَرَ
Artinya, “Kamu adalah Imam yang diberkahi, laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur.”
بُوْرِكَ مَنْ مَّعَكَ وَمَنْ حَوْلَكَ
Artinya, “Kamu adalah Imam yang diberkahi, laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur.”
D. LDII
Lembaga ini didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis yang bernama asli Mohamad Madigol bin Abdul Aziz yang menggelari dirinya sendiri sebagai amirul mu’minin. Setelah kepulangannya belajar ilmu manqul dari Mekah selama 10 tahun, ia mulai mengajarkan ilmunya tersebut. Namun ia memiliki kebiasaan untuk mengkafir-kafirkan para ulama yang berada di luar kelompoknya dengan kata-kata yang keji. Selain itu ia juga acapkali membakar kitab-kitab kuning rujukan para ulama tersebut.
Karena dianggap telah menimbulkan keresahan di berbagai tempat, akhirnya pada 29 Oktober 1971 keluarlah SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 yang berisi pelarangan Islam Jama’ah menyebarkan pahamnya di seluruh Indonesia. Namun pada 13 Januari 1972, lembaga tersebut muncul kembali dengan berganti nama menjadi LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam). Dan kembali berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LKDI) di tahun 1981 melalui mausyawarah besarnya yang ke-2.
Di tahun 1988, gubernur Jawa Timur, Soelarso membekukan aktivitas lembaga tersebut di Jawa Timur dengan SK No. 618 tahun 1988. Namun dua tahun kemudian lembaga yang masih tetap mengembangkan sayapnya tersebut menggelar kembali musyawarah besarnya yang ke-4 yang dihadiri oleh menteri dalam negeri saat itu–Rudini, yang sempat menganjurkan agar lembaga tersebut berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Turut-campurnya Rudini dalam lembaga ini memberikan indikasi bahwa lembaga ini underbouw dari Golkar. Hal lain lagi yang memperkuat asumsi ini adalah kehadiran Akbar Tanjung pada Mei 2004 dalam meresmikan rapat pimpinan nasional LDII di Jakarta.
Lembaga ini memiliki sistem pendidikan melalui metode manqul yaitu pemindahan suatu ilmu dari seorang ustadz kepada santrinya dengan cara langsung berhadap-hadapan, layaknya malaikat Jibril kepada nabi Muhammad saw atau dari nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya. Mata pendidikan lainnya adalah Qiro’atush Sab’ah yaitu jaminan bahwa pelajaran yang diterima adalah sesuai dengan apa-apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.
Pada acara Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia di bulan Juli 2005, LDII telah dinyatakan kesesatannya.
Bukti-bukti Kesesatan LDII
Bukti-bukti kesesatan LDII, fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa, diantaranya yaitu,
1. LDII sesat
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
“Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan BAKORPAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jamaah LDII
Dalam Makalah LDII dinyatakan, “…Dan dalam nasihat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang beriman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi. “ (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah, dengan kode H/97, hal. 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung
Surat tersebut berisi pernyataan sadar, insyaf, taubat dan mencabut bai’at mereka terhadap LDII pada Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan diantara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena adalah adanya pelarangan menikah dengan orang diluar kerajaan mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, atau LDII, karena dihukumi najis dan dalam kefahaman kerajaan mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, atau LDII bahwa mereka itu binatang. (Lihat: surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar beramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat, dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan ke-10, 2001, hal. 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, ‘turuk bosok ‘
Ungkapan Imam LDII tersebut ada di dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jambore nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam, Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman) tertulis, “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.) karena betul-betul yang pertama ya, jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga, ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (Rangkuman Nasihat Bapak Imam di CAI Wonosalam).
5. Menganggap sholat orang muslim selain LDII tidak sah
Hingga dalam kenyataan keseharian, biasanya orang LDII tak mau bermakmum kepada selain golongannya, hingga akhirnya mereka membuat masjid-masjid untuk golongannya sendiri.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak benar, sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz, di halaman 124, di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII.
Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru—sudah berbeda dari yang lama, itu dusta.
6. Penipuan Triliunan Rupiah
Kasus di tahun 2002/2003 di Jawa Timur tentang banyaknya korban investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata para investor yang telah menyetor sejumlah uang mengaku sangat kesulitan mendapatkan uang mereka kembali, apalagi untuk mengharap bunga yang ditawarkan. Padahal dalam perjanjian, uang yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah uang yang disetor para korban hampir mencapai 11 triliun rupiah. Diantara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII, Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar rp. 169 juta dan rp. 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M. Ontorejo alias Oong sebesar rp. 22 milyar, rp. 959 juta, dan rp. 800 juta. Korban bukan hanya berasal dari sekitar Jawa-Timur, namun ada yang dari Pontianak rp. 2 milyar, Jakarta rp. 2, 5 milyar, dan Bengkulu rp. 1 milyar. Paling banyak yaitu dari penduduk Kediri, Jawa Timur, ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar rp. 900 milyar. (Sumber: Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari-Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI Jakarta, 2004)
7. Fatwa MUI Pusat bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam
Fatwa MUI tersebut menyatakan bahwa Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu memancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan MUI, Ketua Umum: KH. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H. S. Prodjokusumo). Pada 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, KH. Abdullah Syafi’ie, juga mengeluarkan fatwa serupa mengenai LDII.
8. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971
Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D. A. /10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran-aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Pesantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 29 Oktober 1971, Djaksa Agung RI. tjap. Ttd (Soegih Arto).
9. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat
Ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta, 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
10. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah
Ketua Komisi fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan majalah Sabili, KH. Ma’ruf Amin menegaskan, “Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah, itu jelas!” (Sabili, No. 21 Th. XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, hal. 31)
Kesesatan sistem Manqul LDII
LDII memiliki sistem manqul yang menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah, “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku itu tidak sah. Sedangkan murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul, sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu.” (Drs. Imran AM, Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal. 24).
Di Indonesia, satu-satunya ulama yang ilmu agamanya melalui system manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis. Ajaran ini tentu saja bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad saw yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah memberikan ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda,
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا.
Artinya, “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.” (Imam Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi saw mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun tentang cara bagaimana atau alat apa yang digunakan dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya, itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, TV dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hamba-Nya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menyeleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya,
Artinya, “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.“ (QS. az-Zumar, 39 : 17-18)
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/wajib manqul dari Nur Hasan atau amir, itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan ke-10, 2001, hal. 258- 260)
Diskrispi tentang LDII
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri, Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D. A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al-Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu: Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia). (Lihat: Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267)
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa ‘Bai’at, Jama’ah, Ta’at’ yang selalu ditutup rapat-rapat dengan sistem “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” (lihat situs: alislam. or. id)
Penyelewengan utamanya yaitu menganggap al-Qur’an dan as-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya). Anggapan itu sesat sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman seseorang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat dari 21 orang Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat, dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan ke-10, 2001, halaman 276- 280)
Itulah kelompok LDII yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/sawahnya banyak) dari Kediri, Jawa Timur. Penampilan orang sesat ini: kaku, kasar, tidak lemah-lembut, ada yang beringasan, ngotot, karena mewarisi sifat kaum khawarij, kadang nyolongan (suka mencuri) karena juga memiliki doktrin mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun dianggap biasa; karena ayat al-Qur’an saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII, LPPI Jakarta, cetakan ke-10, 2001)
Modus operandinya yaitu mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka secara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk, maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan uang. Akibatnya, daripada masuk neraka karena menanggung ‘dosa’ maka para korban lebih baik menebusnya dengan uang.
Dalam hal uang, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik uang dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya, dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu, ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang uang yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai uang lagi.
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata diantaranya yaitu:
-
Menganggap kafir orang muslim di luar jama’ah LDII.
-
Menganggap najis muslimin di luar jama’ah LDII.
-
Menganggap shalat orang muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya
E. PARTAI KOMUNIS INDONESIA
Komunisme merupakan ideologi yang bersifat totalitas karena menuntut pengakuan dari penganutnya sebagai satu-satunya pandangan hidup yang mencakup seluruh ranah kehidupan. Dalam ideologi komunis, pandangan hidup bukan lagi menjadi masalah pribadi, akan tetapi sudah menjadi masalah partai. Partai dianggap telah memegang dan menjaga kemurnian ideologi dan partai menjadi pemegang keputusan terakhir. Para pengikutnya memiliki sifat dogmatis dan sangat militant karena sifat totaliter faham tersebut. Setiap anggotanya wajib menerima ajaran komunis sebagai satu-satunya ajaran kebenaran. Dalam pandangan komunis, Tuhan itu adalah manusia itu sendiri. Oleh karenanya mereka menganggap bahwa pengagungan kepada Tuhan adalah sebagaimana candu.
Komunis bertujuan menciptakan masyarakat yang berkehidupan sama-rata, sama-rasa dibawah kendali pemerintahan diktator proletariat dengan cara menghalalkan segala macam cara untuk meraih tujuannya dan menggerakkan revolusi/pemberontakan untuk mencapai kekuasaan.
Paham komunis memiliki 9 doktrin yaitu menanamkan ideologi komunisme berdasarkan filsafat Marxisme, Leninisme, Stalinisme yang isinya membela paham sosialis, komunisme dan menentang paham kapitalisme, anti-agama/anti-Tuhan, dan berbagai paham lain yang tidak sejalan dengan komunisme.
Muktamar ulama se-Indonesia di Palembang pada 8 hingga 11 September 1957 yang dipimpin oleh Syeikh Sulaiman ar-Rasuli telah menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya adalah:
-
Haram hukumnya umat Islam diperintah oleh kaum komunis.
-
Ideologi/ajaran komunis adalah haram hukumnya bagi umat Islam untuk menganutnya.
-
Bagi orang Islam yang menjalankan ajaran komunis dengan keyakinan dan kesadaran, maka dihukumi kafir, tidak sah menikahkan orang Islam, tidak ada hukum waris, dan haram jenazahnya diurus secara Islami.
-
Bagi yang terlibat ke dalam partai yang berideologi komunis seperti PKI, SOBSI, Pemuda Rakyat, dan semacamnya tidak dengan keyakinan dan kesadaran, maka dihukumi sesat dan menjadi kewajiban umat Islam lainnya untuk menyerukan mereka agar meninggalkan faham tersebut.
-
Haram hukumnya mengangkat kepala negara yang berfaham komunis.
-
Memberi peringatan kepada pemerintahan Indonesia agar selalu waspada terhadap gerakan aksi subversive yang membantu perjuangan kaum komunis di Indonesia.
-
Mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan dektrit yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia.
Doktrin sesat yang ditanamkan
Doktrin dari paham komunis ini diantaranya adalah:
-
Mengingkari wujud Allah SWT dan segala perihal yang ghaib,
-
Mengingkari tiga hal, yaitu Tuhan, agama, dan milik pribadi, dan mempercayai kepada tiga hal, yaitu Marx, Lenin, dan Stalin.
-
Menganggap agama sebagai candu rakyat dan budaknya kaum kapitalis dan imperialis. Dikecualikan agama Yahudi, karena mereka adalah bangsa tertindas yang memerlukan agama untuk mengembalikan haknya yang direbut pihak lain.
-
Diperanginya hak milik pribadi dan diproklamirkannya untuk mengatur serta dihapuskannya hak hukum waris.
-
Negara adalah partai dan partai adalah negara.
Kelompok yang telah mendapat vonis sesat namun masih bergerak bebas melakukan setiap aktivitasnya ini, diputuskan sama-sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan dien Islam. Kelompok yang juga disebut Qadiyaniyah ini hanya berkedok dengan menggunakan atribut Islam untuk kelancaran penyebaran paham sesatnya di kalangan muslim.
F. NII KW9
Kelompok NII KW9 adalah kelompok baru yang diselewengkan oleh Abu Toto dari kelompok awal yang bernama NII bentukan S.M Kartoesuwiryo. Ia mengubah beberapa ketetapan yang termaktub dalam kitab Pedoman Dharma Bakti, yaitu dengan mengganti makna fa’i dan ghanimah menjadi penghalalan atas perampasan harta orang lain di luar waktu peperangan. Doktrin tersebut menjadi ketetapan yang disuntikkan kepada para pengikutnya sehingga menjadikan para pengikutnya menjalankan aksi penipuan, perampasan, dan pencurian.
KONSPIRASI GLOBAL KAUM KUFFAR DALAM MENGHANCURKAN ISLAM
Berikut adalah beberapa poin usaha yang telah dilakukan kaum kafir dalam meruntuhkan kemuliaan dien Islam:
-
Mengeksploitasi berbagai teori yang berasal dari pemahaman kafir untuk menyebar-luaskan pemahaman yang tidak sejalan dengan Islam.
-
Menyudutkan orang Islam yang berpegang-teguh kepada ke-Islamannya dengan memberi label dan citra buruk, seperti teroris, penganut agama Wahabi, Islam garis keras, dan sebagainya.
-
Mempropagandakan paham-paham dan idealisme sesat ke dalam berbagai kurikulum pendidikan dan instansi terkait.
-
Memotivasi dan mendukung berbagai media untuk sebebas-bebasnya mengeluarkan pendapat dan kritiknya terhadap Islam.
-
Memutuskan ikatan-ikatan antara urusan negara dengan agama (dalam hal ini adalah menjauhkan para pejabat pemerintahan untuk tidak menerapkan sisten Islam dalam menjalankan roda kekuasaannya).
-
Mengutak-atik dan berusaha menginfiltrasi hukum Islam serta senantiasa menyelundupkan pemahaman sesat mereka ke setiap ruang lingkup.
-
Memisahkan umat Islam dari sifat ke-Islamannya dan mencabut ruh jihad umat yang merupakan sumber kekuatan Islam.
SOLUSI DAN SIKAP UMAT MUSLIM TERHADAP MAKAR KAUM KUFFAR
-
Setiap muslim harus berpegang-teguh kepada al-Qur’an dan pemahaman as-Sunnah yang shahih.
-
Menanamkan dan memperkuat akidah Islam dalam setiap institusi pendidikan, baik formal maupun non-formal.
-
Mewaspadai segala produk bentuk pemikiran yang bersumber dari ideologi Barat.
-
Menggugah kesadaran sosial diantara kaum muslimin.
-
Membangkitkan fanatisme agama yang positif dan menumbuhkan kesadaran untuk membela Islam.
-
Melakukan upaya pendekatan dengan dialog dan perdebatan tentang kebenaran, namun apabila mereka tetap bersikukuh dalam kesesatannya, maka mereka diajak untuk bermubahalah.
PENUTUP
Kehidupan manusia pada masa ini telah semakin menjauh dari kehidupan para nabi sehingga kemurnian dan kepalsuan semakin sulit untuk dibedakan, terkecuali bagi hamba-hamba-Nya yang dirahmati Allah Ta’ala.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka semakin bertambah jelaslah bahwa kaum kuffar akan selalu melanjutkan makar-makar mereka dalam merobohkan benteng kejayaan Islam. Kewajiban kaum muslimin adalah mendakwahkan Islam kepada setiap manusia lainnya. Ini merupakan target dalam terciptanya kehidupan yang harmoni di dunia dan kehidupan yang nikmat berkekalan di akhirat. Dan dalam pencapaian target tersebut, Allah Ta’ala telah mensyari’atkan beberapa sarana penunjangnya, yaitu dengan dakwah lisan dan berjihad secara qital.
Allah al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) menciptakan syari’at bagi manusia agar terpelihara dari segala bentuk kezhaliman dan beragam bentuk pengrusakan terhadap hak-hak kehidupan manusia itu sendiri. Syari’at Islam yang amat sempurna ini diturunkan dalam rangka memelihara agama, jiwa, keturunan, harta, serta akal dalam kehidupan manusia. Sehingga syari’at merupakan parameter untuk menjaga kelangsungannya secara harmonis.
Mengabaikan syari’at Islam dan menekuni kezhaliman merupakan benih-benih pengundang bencana dan laknat Allah Ta’ala. Untuk itu mari bersegeralah dalam membasmi segala virus-virus syari’at yang semakin menggerogoti akidah umat ini.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Dan Katakanlah, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. al-Israa’, 17 : 81)
Kewajiban dalam beramar ma’ruf-nahi munkar ini telah Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim, 66 : 6)
Allah Ta’ala juga telah menjamin bagi para hamba-Nya yang terus berusaha menegakkan dien yang haq ini dengan firman-Nya,
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk, hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah, 5 : 105)
Mahasuci Allah dengan segala kekuasaan-Nya. Dia Yang bisa memuliakan suatu umat dan Dia pula Yang bisa menghinakannya. Dia Yang memberi kekuasaan kepada Yang dikehendaki-Nya dan Dia pula Yang dapat mencabutnya. Dia Yang telah memuliakan dien Islam di sisi-Nya dan Dia Yang akan memeliharanya dari berbagai makar kaum kuffar.
Wallahu a’lam bis shawab.
[*] Disusun Oleh : Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman
(bilal/arrahmah.com)