JAKARTA (Arrahmah.com) – Selain kebijakan rezim kafir Budha Myanmar yang jelas memberlakukan kebijakan permusuhan terhadap umat Islam Mynmar, kaum ekstrimis Buddha juga dengki dan sangat mengkhawatirkan perkembangan jumlah warga Muslim di Myanmar.
Terlebih lagi saat ini semakin banyak wanita Myanmar yang memilih menjadi mualaf untuk mendapatkan suami Muslim. Sebab, kaum lelaki kafir Budha Myanmar pada umumnya tukang mabuk. Sepulang kerja mereka mabuk-mabukan di kedai, lalu pulang ke rumah menyiksa istri dan anaknya.
Berdasarkan hasil investigasi Piara (Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan) dan Seahum (South East Asia Humanitarian), para laki Muslim yang menikahi wanita Myanmar, biasanya akan dipukuli warga Buddha.
”Bahkan saat ini sedang dibuat UU yang mensyaratkan orang harus memeluk agama Buddha untuk menikahi wanita Myanmar,” ungkap Presiden Seahum Agung Notowiguno dan Direktur Piara, Heri Aryanto dalam diskusi tentang nasib pengungsi Myanmar di Gedung Dewan Dakwah Jakarta Rabu (8/1/2014), seperti dilaporkan kontributor Nurbowo.
Heri menambahkan, sebetulnya perekonomian ibukota Myanmar, Yanggon, dikendalikan saudagar Muslim. Tapi kini mereka jadi pelarian.
Pada 19 November lalu, PBB menerbitkan resolusi yang mendesak pemerintah Myanmar memberikan status dan hak kewarganegaraan kepada kelompok minoritas Muslim Rohingya.
Resolusi itu juga menyerukan mayoritas Buddha Myanmar untuk mencegah meningkatnya kekerasan terhadap umat Islam, seperti penahanan yang sewenang-wenang, perebutan tanah, pemerkosaan, penyiksaan, dan lain-lain.
Namun, rezim kafir Myanmar menolaknya mentah-mentah. Bahkan mereka menuduh PBB mengusik kedaulatannya dengan resolusi tersebut.
“Kewarganegaraan tidak akan diberikan kepada mereka yang tidak berhak di bawah undang-undang. Tidak peduli siapa pun yang menekan kami. Ini adalah hak kedaulatan kami,” kata juru bicara pemerintah Myanmar, Ye Htut, seperti dilansir World Bulletin (21/11/13). (azm/arrahmah.com)