JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekarang adalah Jumat terakhir di Ramadhan 1436 H. Menjadi kelaziman bagi kaum Syiah di seluruh dunia untuk menggelar sebuah acara yang disebut “Hari Quds Sedunia” pada hari ini.
Media sosial kini dibanjiri artikel tentang perayaan Hari Quds yang dibagi sesama netizen, sebagaimana pantauan Arrahmah, Jum’at (10/7/2015). Semoga dengan perkembangan teknologi ini, pemahaman masyarakat diharapkan semakin membaik terkait agenda-agenda politik kelompok Syiah, baik di dalam, maupun di luar negeri. Aammiin.
Namun, bagi Ikhwah fiillah yang belum mengetahui hakikat Hari Quds Sedunia, berikut Arrahmah kutipkan ulasan “Apa sih Hari Quds itu?” yang dilansir Kiblat pada Jum’at (10/7). Bismillah.
Hari Quds Sedunia merupakan sebuah hari khusus dicetuskan oleh pemimpin tinggi syiah Iran, Imam Khomeini. Hari itu jatuh pada Jumat terakhir di Bulan Ramadhan. Maka, bagi pemeluk ajaran syiah, menghadiri acara Hari Quds Sedunia merupakan sebuah kewajiban karena telah difatwakan oleh pemimpinnya.
“Secara umum, mengagungkan syiar-syiar Islam dan menjaga Revolusi Islam adalah tugas setiap Muslim (Syiah). Seluruh aksi yang menyebabkan penguatan Islam dan pelemahan kaum kafir adalah hal yang ideal dan memiliki pahala dan ganjaran,” cetus Imam Khomeini pendiri Republik Iran terkait Hari Quds Sedunia.
Maka pada hari yang dinamakan Hari Quds Sedunia itu, kaum Syiah akan berbondong-bondong menuju alun-alun atau kedutaan Amerika, bisa juga kedutaan “Israel” di negara masing-masing untuk melakukan ritual ibadah mereka: mencaci dan memaki.
Teriakan-teriakan dan slogan seperti, “Terkutuk Amerika, Terkutuk “Israel”. Mampus Amerika, Mampus “Israel”,” selalu terdengar saat aksi demonstrasi Hari Al-Quds Sedunia.
Lalu, apa yang membuat perayaan Hari Quds Sedunia pada kali ini patut dijadikan catatan khusus?
Sebelumnya kita perlu sedikit memahami posisi Hamas sebagai gerakan rakyat Palestina dan Iran sebuah negara yang mencoba mengambil peran penting dalam konstelasi politik Islam dan Timur Tengah.
Hamas, Iran dan kartu penting bernama Palestina
Dikutip dari tulisan Reza Ageung di Hidayatullah.com berjudul “Hamas, Iran dan Kartu Penting Bernama Palestina”, setelah revolusi Iran 1979 yang menumbangkan Shah Pahlevi yang pro-Barat, politik luar negeri Iran berubah haluan. Imam Khomeini menggariskan kebijakan tersebut dengan ungkapan, “Laa Syarqiyah wa Laa Gharbiyah”, artinya Tidak Barat dan juga Tidak Timur.
Maksudnya, Republik Islam Iran mesti menjadi blok ideologis tersendiri. Tentu saja term ideologi ini harus kita pahami dalam konteks Islam-Syiah yang menjadi sekte resmi negara tersebut.
Politik tersebut juga berarti tuntutan bagi Iran untuk menjadi kuasa hegemonik di kawasan Timur Tengah. Karenanya, Iran terus menerus berusaha meraih hati umat Islam sedunia dan bangsa Arab dengan menggunakan semangat anti-“Israel”. Ini bisa dilihat retorika-retorika Ahmadinejad yang seringkali berapi-api dan frontal terhadap “Israel”.
Hal ini melengkapi retorika pemimpin-pemimpin Iran yang lain, di antaranya sang pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei. Pada hari yang sama, Khamanei mengatakan, “Hari ini menjadi jelas bahwa rezim Zionis berada pada titik terendah dan tidak dapat menahan kesabaran bangsa Palestina.”
Dukungan moral ini diikuti oleh dukungan materiil. Sepanjang tahun 2008, konon Iran memasok 120 mm mortir kepada HAMAS, di samping juga menyelundupkan roket dan senjata-senjata lainnya.
Jadi sekilas Iran menjadi “mendua”. Setelah ia menjadikan milisi Syiah itu sebagai “perwakilan resmi” di front perlawanan dengan “Israel”, sekarang Iran ingin masuk lebih jauh dengan menempatkan sahamnya di dalam batas wilayah Palestina, Gaza, di tengah-tengah pejuang yang lebih berhadapan langsung dengan “Israel”, faksi-faksi yang merupakan insider.
Namun patut dicatat bahwa laporan-laporan ini sebagiannya berasal dari laporan lembaga intelejen Zionis-“Israel”, yang entah fakta ataukah dugaan yang disengaja, mencerminkan ketakutan “Israel” akan aliansi Iran-Fatah, atau bisa juga sebagai upaya “Israel” untuk menempatkan HAMAS dan Iran pada satu blok musuh untuk menggiring publik dunia, khususnya Amerika, akan bahaya HAMAS.
Sebagaimana dimaklumi, “Israel” giat melakukan monsterisasi Iran. Dan jika HAMAS ditempatkan sepihak dengan Iran, akan lebih mudah melakukan monsterisasi HAMAS, sebagaimana AS melakukan monsterisasi terhadap kelompok Islam yang lain dengan dalih “terkait jaringan Al-Qaidah”.
Walaupun pernyataan-pernyataan HAMAS sebagaimana dipaparkan di awal mencerminkan adanya hubungan dengan Iran, di samping juga adanya laporan bahwa Iran juga memberi bantuan dana lewat Damaskus, hal ini tidak membuat gerakan perlawanan itu menjadi kepanjangan tangan Iran. HAMAS sendiri menegaskan bahwa ia independen dari Iran.
Pada 3 Desember 2008, deputi Biro Politik HAMAS Abu Marzuq membuat klarifikasi, “Kami telah menjelaskan sikap kami ke Mesir yakni bahwa tidak ada campur tangan Iran dalam urusan Palestina. Hamas adalah gerakan yang paling independen dalam pengambilan keputusan.”
Kado pahit untuk Syiah
Nah, menjelang perayaan Hari Al-Quds Sedunia pada Ramadhan 1436 H ini, HAMAS membuat keputusan yang mengejutkan (bagi kelompok Syiah).
Seperti dikutip Arrahmah dari situs berbahasa Arab, Arabi21.com pada Rabu (8/7), pemerintah Palestina di Jalur Gaza, memutuskan untuk membubarkan dan melarang gerakan Syiah ‘Ash-Shabirin’ dan menghentikan serta melarang semua aktivitas gerakan yang berafiliasi ke Iran.
Keputusan untuk membubarkan gerakan ‘Ash-Shabirin’ ini diambil untuk mengakomodir massifnya tuntutan dari masyarakat Gaza, yang menganggap bahwasanya gerakan tersebut bisa menjadi ‘gerbang paham Syiah di Jalur Gaza’.
Perlu dicatat, bahwasanya gerakan Syiah ‘Ash-Shabirin’ tidak menyangkal loyalitasnya yang mutlak untuk pemerintah Iran. Sebagai buktinya, bahwa logonya merupakan salinan yang mirip sangat signifikan dengan logo “Hizbullah” Libanon, dengan gambar Khameini yang terpampang di dinding markas mereka.
Sebelum ini, banyak isu kurang sedap, Hamas banyak mendapat bantuan dan dukungan dari Iran. Informasi ini nampaknya membantah tuduhan itu.
Pendiri gerakan ‘Ash-Shabirin’, Hisham Salem, sejak dua tahun berlepas dari gerakan Jihad Islam dan telah ditangkap pejuang HAMAS.
Mudah-mudahan keputusan tegas HAMAS pada Jumat terakhir di bulan Ramadhan ini menjadi sebuah furqon (garis pemisah, red) yang tegas antara haq dan bathil. Sekaligus, menjadi kado pahit bagi kaum Syiah dan Iran yang telah setia mendukung rezim Assad membantai rakyatnya sendiri di Suriah.
(adibahasan/arrahmah.com)