Depok (Arrahmah.com) – Selasa, 8 September 2009 seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ustadz Abu Jibriel dan keluarga. Rencananya, sebagaimana sudah dijanjikan oleh Kadensus pada selasa minggu lalu, keluarga Ustadz Abu Jibriel dapat berjumpa dengan anak beliau, M Jibriel Abdul Rahman di Markas Brimob Kelapa Dua. Namun harapan itu harus pupus berbungkus kekecewaan yang mendalam. Kadensus urung memberikan ijin dan berbohong kepada Ustadz Abu Jibriel. Mengapa hal itu harus terjadi ?
Kebohongan Yang Mengecewakan
Menggunakan dua mobil, keluarga Ustadz Abu Jibriel meninggalkan rumahnya di kawasan Witana Hardja, Pamulang, selepas sholat Ashar. Rencananya, mereka akan berbuka puasa bersama dengan M Jibriel Abdul Rahman yang di’aman’kan di Markas Brimob Kelapa Dua. Berbekal janji yang diucapkan oleh Kadensus 88 AT, Brigjen Polisi S.Usman Nasution pada hari Selasa minggu lalu (saat bertemu M Jibriel Abdul Rahman pertama kali), bahwa dirinya mempersilahkan kepada keluarga untuk membesuk M Jibriel Abdul Rahman pada setiap hari Selasa, juga untuk berbuka puasa bersama.
Ketika rombongan sudah hampir mendekati Markas Brimob Kelapa Dua, Ustadz Abu Jibriel mendapat sms dari Kadensus yang isinya membatalkan janji untuk bisa bertemu dengan M Jibriel Abdul Rahman. Dalam smsnya itu Kadensus mengatakan bahwa ijin menjenguk M Jibriel Abdul Rahman untuk sementara belum diijinkan, karena M Jibriel Abdul Rahman masih dibawa penyidik, untuk pengembangan. Mohon ijin untuk membesuk diarahkan minggu depan. Tentu saja Ustadz Abu Jibriel sangat kecewa dan segera berusaha untuk menghubungi kembali Kadensus, namun Hpnya tidak diaktifkan.
Ustadz Abu Jibriel kemudian menelpon Irjen Saleh Saaf dari BIN, yang sebelumnya juga pernah berjanji ke Ustadz Abu Jibriel akan menjamin 100 % M Jibriel Abdul Rahman tidak di’sentuh’ alias dipukuli dalam proses pemeriksaan. Namun, jawaban yang diterima Ustadz Abu Jibriel sama mengecewakan, karena Saleh Saaf tidak bisa berbuat apa-apa dan menyatakan semua wewenang perijinan untuk membesuk ada di Kadensus.
Semua kecewa, terlebih Ustadz Abu Jibriel. Beliau tidak habis mengerti mengapa janji yang sudah diucapkan itu bisa dilanggar oleh seorang aparat selevel Kadensus. Beliau pun kembali menelpon ulang Kadensus, dan dalam perbincangan disampaikan kembali alasan bahwa pada saat itu M Jibriel Abdul Rahman tidak berada di tempat, alias sedang berada di ‘lapangan’ untuk pengembangan kasus.
Namun, Ustadz Abu Jibriel beserta rombongan mendapatkan fakta yang bertentangan. Menurut sumber di Markas Brimob Kelapa Dua yang bisa dipercaya, dikatakan bahwa M Jibriel Abdul Rahman ada di dalam. Fakta ini tentu semakin membuat Ustadz Abu Jibriel gusar dan kecewa, dan menyampaikan ke Kadensus agar jujur kepadanya, kepada rakyat, apalagi di bulan Ramadhan, karena kalau Kadensus, dan aparat saja sudah berbohong, maka siapa lagi yang bisa dipercaya rakyat.
Ustadz Abu Jibriel juga menambahkan bahwa dirinya sangat kecewa dan merasa sangat didzolimi dengan tidak bisa bertemu dengan anaknya. Beliau mengatakan bahwa doa orang yang didzolimi, seperti dirinya, tidak ada hijab antara dirinya dengan Allah SWT, alias makbul (diterima Allah SWT). Apa bapak (kadensus) mau nantinya hidup sengsara dunia dan akhirat. Mendapat ceramah dan nasehat dari Ustadz Abu Jibriel, Kadensus cepat-cepat mematikan Hpnya dan meninggalkan Ustadz Abu Jibriel dengan setumpuk kekecewaan. Wartawan yang berkerumun di Markas Brimob akhirnya menjadi ‘sasaran’ kekecewaan Ustadz Abu Jibriel yang menceritakan panjang lebar kronologis gagalnya beliau menjumpai anaknya, M Jibril Abdul Rahman, dan kebohongan-kobohongan yang sudah dilakukan oleh para aparat, khususnya Kadensus.
Kebohongan Demi Kebohongan
Kumandang adzan Magrib menggema di pelataran Markas Brimob Kelapa Dua. Rombongan Ustadz Abu Jibriel pun segera berbuka puasa bersama. Di sela-sela menikmati panganan pembuka puasa, Ustadz Abu Jibriel kembali menumpahkan kekecewaannya dan mencatat ada 3 kebohongan yang sudah dilakukan aparat, berkenaan dengan kasus yang menimpa anak beliau, M Jibriel Abdul Rahman.
- Sebelumnya, 3 orang jenderal, yakni Kadensus Brigjen S Usman Nasution, Irjen Saleh Saaf (dari BIN) dan dari Bareskrim, Susno Duadji, sudah berjanji kepada Ustadz Abu Jibriel untuk tidak ‘menyentuh’ M Jibriel Abdul Rahman dalam proses penahanan awal, 7 x 24 jam. Namun faktanya, ketika terlihat pertama kali, wajah M Jibriel Abdul Rahman lebam-lebam dan nampak bekas pemukulan. Ini adalah kebohongan yang pertama.
- Kadensus menjanjikan kepada Ustadz Abu Jibriel ketika pertama kali menemui anaknya di Markas Brimob Kelapa Dua, bahwa dipersilahkan untuk menjenguk anaknya seminggu sekali, yakni setiap hari Selasa. Hanya saja, Kadensus memang berpesan dalam pertemuan tersebut agar Ustadz Abu Jibriel jangan mengadukan kepada siapa pun tentang pemukulan yang terjadi. Namun, Ustadz Abu Jibriel menolak dan mengatakan bahwa adalah haknya untuk melaporkan kondisi anaknya kepada siapa pun, maka muncullah praperadilan kepada Kapolri dan laporan ke Komnas Ham. Dengan tidak diijinkannya Ustadz Abu Jibriel menjenguk anaknya pada hari selasa, 8 September 2009, maka itu adalah kebohongan kedua yang dilakukan oleh aparat, khususnya Kadensus.
- Kebohongan yang ketiga adalah ketika Kadensus mengatakan bahwa alasan tidak bisa dibesuknya M Jibriel Abdul Rahman adalah karena sedang diajak ke ‘lapangan’ untuk pengembangan penyelidikan. Namun kenyataannya, M Jibriel Abdul Rahman ada di dalam Markas Brimob Kelapa Dua, berdasarkan keterangan ‘orang dalam’ yang bisa dipercaya. Kebohongan-kobohongan ini menurut Ustadz Abu Jibriel sangat disayangkan dan membuat kepercayaan masyarakat kepada aparat semakin menurun..
Kebohongan-kebohongan ini adalah fakta yang tidak terbantahkan. Bisa juga mereka atau aparat dendam kepada kita, ujar Ustadz Abu Jibriel melanjutkan. Hal itu dikarenakan Ustadz Abu Jibriel tetap melaporkan pemukulan anaknya ke media dan Komnas Ham dan tetap mem-praperadilan-kan Kapolri. Hal ini merupakan hak beliau. Saya saja tidak pernah memukul anak saya seperti itu, lanjutnya lagi.
Tindakan Ustadz Abu Jibriel inilah yang kemudian bisa jadi dibalas dengan mempersulit beliau untuk bertemu dengan anaknya, M Jibriel Abdul Rahman. Ustadz Abu Jibriel juga mengkhawatirkan anaknya akan mendapatkan siksaan lanjutan karena hal tersebut dan meminta Komnas Ham segera dapat memproses pengaduan beliau dan bertemu dengan M Jibriel Abdul Rahman. Ini semua untuk membuktikan bahwa negeri ini adalah negara hukum, bukan negara preman pungkasnya.
Ustadz Abu Jibriel juga mengherankan kasus anaknya yang dilebar-lebarkan ke mana-mana oleh aparat. Setelah tidak terbukti sebagai penyandang dana terorisme, maka dicari-carilah alasan lain yang bisa memberatkan dan menjerat M Jibriel. Padahal, yang sudah ditangkap sebelumnya, M Ali, yang disebut-sebut sebagai penyandang dana dan yang awal mengaitkan M Jibriel dengan peristiwa ini tidak pernah dimunculkan, bahkan ditutup kasusnya. Ini sungguh aneh, ujar beliau. Ada apa dengan densus katanya lagi. Akhirnya beliau hanya berharap Allah SWT dapat memberikan kekuatan dan mendengar doa hamba-hambaNya yang terdzolimi. Amien Ya Robbal Alamien! (fachry/arrahmah.com)