KABUL (Arrahmah.com) – Pemerintah Afghan telah menunda rencananya untuk membebaskan sejumlah besar tahanan Taliban, seorang pejabat mengungkapkan. Langkah ini dinilai dapat menyabot kesepatan yang ditandatangani bulan lalu antara Taliban dan Amerika Serikat.
Javid Faisal, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, menyatakan pada Sabtu (14/3/2020) bahwa pembebasan ini ditunda dengan alasan pemerintah butuh waktu untuk mengkaji ulang daftar tahanan Taliban.
“Kami siap memulai proses seperti yang dijelaskan dalam keputusan presiden, tetapi kami tidak akan membebaskan siapa pun jika tidak ada jaminan bahwa mereka tidak akan kembali berperang,” katanya.
“Taliban harus menunjukkan fleksibilitas.”
Awal pekan ini, Presiden Ashraf Ghani mengumumkan bahwa 1.500 tahanan Taliban akan dibebaskan sebagai “isyarat niat baik” dalam upaya untuk menyelesaikan salah satu perselisihan yang telah berlangsung lama dengan kelompok yang telah menghentikan pembicaraan damai intra-Afghanistan.
Keputusan Ghani mengatakan pemerintah akan membebaskan 1.500 tawanan mulai Sabtu jika Taliban mengurangi kekerasan, dengan rencana untuk membebaskan 3.500 tahanan lainnya setelah negosiasi dimulai.
Taliban menolak tawaran itu dan menuntut pembebasan sekaligus hampir 5.000 tawanan, mengutipnya sebagai salah satu syarat di balik kesepakatan AS-Taliban yang ditandatangani bulan lalu yang mengecualikan Kabul.
Menurut perjanjian AS-Taliban yang ditandatangani pada 29 Februari, pasukan asing akan menarik diri dari negara itu dalam waktu 14 bulan dengan imbalan jaminan keamanan Taliban dan janji untuk mengadakan pembicaraan dengan Kabul.
Tidak ada reaksi langsung dari Taliban atas keterlambatan pembebasan itu, sebuah langkah yang kemungkinan akan menunda pembicaraan damai yang semula dijadwalkan dimulai pada 10 Maret.
Pada hari Rabu (11/3), pemerintah Afghanistan memperingatkan akan melanjutkan serangan terhadap para pejuang jika kekerasan berlanjut, mengakhiri gencatan senjata sebagian sepihak sebelum perundingan.
Kekacauan politik di Kabul telah memperumit masalah lebih lanjut, dimana mantan Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah juga mengklaim kepresidenan setelah pemilihan September lalu, yang dirusak oleh penundaan dan tuduhan penipuan pemilih.
Pada hari Senin (9/3), Abdullah bersumpah sebagai presiden beberapa menit setelah Ghani mengambil sumpah jabatan. (Althaf/arrahmah.com)