Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman
(Arrahmah.com) – Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
Akan datang pada manusia suatu zaman di mana orang yang bersabar dalam agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api.[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa akhir zaman adalah fase fitnah yang kebaikan berkurang dan keburukan meningkat. Hakikat fitnah adalah terbaliknya suatu kondisi dari yang semestinya; yang haq dianggap batil dan yang hitam dianggap putih. Kejujuran akan dimusuhi dan kedustaan dijadikan tradisi. Sunnah dianggap bid’ah sedang bid’ah dijadikan sunnah. Lawan dianggap kawan sedang kawan dijadikan lawan.
Itulah saat orang-orang yang berpegang dengan ajaran Islam yang haq sangat sedikit. Kesulitan dan kepayahan mereka berpegang dengan agama seperti orang yang menggenggam bara api, dipegang tangan terbakar dan jika dilepas api akan padam. Orang-orang yang berpegang dengan agama ketika itu demikian terasing, sendiri di tengah kebanyakan manusia, juga sedikit yang mau menolong dan membantu mereka. Orang jawa bilang saiki zaman edan, nek ora melu edan ora kumanan (sekarang zaman edan, yang tidak ikut ikutan edan pasti tidak akan kebagian). Ya, manusia waras pasti akan tersiksa manakala orang-orang di sekitarnya telah menjadi gila. Namun demikian Rasulullah saw menghibur umatnya yang kelak akan memasuki zaman ini, dimana mereka akan dijanjikan pahala yang sangat besar bila mau bersabar. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat:
Dari Abu Umaiyyah Asy-Sya‘bani ra, dia berkata: Aku pernah mendatangi Abu Sya‘labah Al-Khusyani dan bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu mengenai ayat ini?” Dia bertanya, “Ayat yang mana?” Maka aku pun membaca ayat: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi madharat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk. (Al-Mâ’idah [5]:105).” Maka dia pun menjawab, “Demi Allah, engkau telah menanyakannya kepada orang yang ahli tentangnya. Aku pernah menanyakan makna ayat ini kepada Rasulullah saw. Maka, beliau bersabda,
بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ
‘Teruskanlah olehmu untuk selalu melakukan amar makruf nahi munkar hingga engkau akan menyaksikan kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, kehidupan dunia yang diutamakan, serta orang-orang yang terpesona terhadap berbagai pendapat yang dikeluarkannya. Hendaknya kamu hanya bergaul dengan orang-orang yang searah denganmu dan jauhilah orang-orang yang awam. Sebab setelah zamanmu itu akan datang suatu zaman penuh cobaan di mana orang yang memegang teguh agamanya ibarat menggenggam bara api. Ketahuilah, saat itu orang yang terus berusaha untuk memegangi agamanya maka pahalanya sama dengan 50 orang yang juga melakukan hal yang sama dari kalian’.” (Kemudian, Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang selain Utbah menambahkan riwayat ini dengan redaksi: ‘Apakah yang 50 kali itu dari generasi kami kami atau generasi mereka?’ Rasulullah saw, ‘Untuk mereka’.”)[2]
Kedua hadits ini secara jelas mengindikasikan adanya perubahan zaman, kerusakan penduduknya, banyaknya fitnah yang membinasakan, berbagai macam musibah serta ujian yang akan ditimpakan di akhir zaman kepada para kekasih Allah. Saat itu tiada lagi orang yang teguh dalam memegang agama dan ajaran agamanya melainkan orang-orang yang diberi kesabaran yang tinggi. Seperti orang yang tidak kuat memegang bara api, seperti itulah sulitnya berpegang teguh kepada ajaran agama.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Tsa‘labah ra jelas sekali bahwasanya di ayyamush shabr (hari-hari kesabaran) tersebut masih ada orang-orang yang tetap teguh memegang keimanannya dengan kebenaran dan kesabaran. Mereka inilah At-Thaifah Al-Manshurah yang hidup dalam keterasingan yang kedua.[3] Dan mereka ini tetap bersungguh-sungguh dalam memegang agama Allah sehingga sempurna janji Allah yang telah Dia tetapkan bagi mereka. Mereka itu orang-orang yang akan mendapatkan pahala yang amat besar dari Allah swt sebagai balasan atas keteguhan mereka dalam memegang agamanya, sampai pada batas dilipatgandakan pahala mereka di ayyamush shabr (hari-hari kesabaran) 50 kali lipat dari pahalanya para sahabat.
Mengenai keunggulan mereka ini, dalam atsar yang lain disebutkan bahwasanya para sahabat itu mempunyai berbagai faktor pendukung dalam kebaikan. Sedangkan At-Thaifah Al-Manshurah tidak mempunyai berbagai sarana pendukung dalam kebaikan. Maksud sarana pendukung di sini adalah keberadaan Rasulullah saw di tengah-tengah para sahabat dan wahyu pun masih turun. Inilah sarana pendukung paling urgent yang menjadi kekhususan para sahabat sebagaimana yang diisyaratkan Nabi saw dalam sabda beliau:
طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي ثُمَّ طُوبَى ثُمَّ طُوبَى ثُمَّ طُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي
Beruntunglah orang yang pernah bertemu denganku kemudian dia beriman.Kemudian beruntunglah.beruntunglah, dan beruntunglah orang yang belum pernah melihatku tetapi dia tetap beriman kepadaku.[4]
Duhai, nubuat di atas memang bernada ancaman dan peringatan, namun di dalamnya juga mengandung bisyarah / kabar gembira yang menakjubkan. Jika di masa itu Allah mengkaruniakan kita kesabaran, maka itulah zaman dimana kita akan menuai kebajikan 50 kali lipat generasi para sahabat. Semoga Allah menyelamatkan kita dari beratnya ujian di akhir zaman.
[1] HR. At-Tirmidzi, Al-Fitan, hadits no. 2361.
[2] HR. Abu Dawud, Al-Malâhim, hadits no. 4319.
[3]Keterasingan yang pertama adalah di saat awal risalah Islam.
[4] HR. Ahmad, hadits no. 11679. [Al-Musnad (3/87)].
(samirmusa/arrahmah.com)